Penyidik Diminta Tidak Ragu Periksa Semua Pihak, Termasuk Personel Militer
Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf menyebut pemberian izin oleh Panglima TNI untuk memeriksa purnawirawan TNI dalam kasus pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT, merupakan langkah yang positif.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung diharapkan tidak ragu untuk memeriksa pihak-pihak yang terlibat dalam perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur, termasuk dari kalangan militer. Dukungan dari Presiden, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, serta dari Panglima TNI menjadi modal agar perkara tersebut diusut hingga tuntas.
Dalam perkara dugaan korupsi pengadaan Slot Orbit 123 BT, penyidik Kejagung berencana memanggil tiga purnawirawan TNI yang pada saat perkara terjadi ketiganya masih berdinas militer aktif. Pemanggilan ketiganya itu dilakukan setelah adanya surat persetujuan dari Panglima TNI.
Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf, ketika dihubungi, Kamis (3/2/2022), berpandangan, pemberian izin oleh Panglima TNI tersebut merupakan langkah yang positif. Dengan demikian, diharapkan penyidik tidak ragu untuk memanggil pihak-pihak yang diduga terkait dan tahu perkara tersebut.
”Kita tahu ada persoalan terkait alutsista (alat utama sistem persenjataan) yang tampak dari beberapa kasus. Dengan ruang yang diberikan oleh Oresiden, lalu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, dan Panglima TNI, maka tidak ada alasan lagi untuk tidak menuntaskannya,” kata Al Araf.
Menurut Al Araf, penuntasan kasus tersebut akan memberikan pesan penting bahwa penegakan hukum dalam kasus korupsi tetap berjalan meskipun menyangkut militer. Dalam konteks yang lebih luas, pengungkapan kasus tersebut penting agar jangan sampai pembangunan sektor pertahanan dan keamanan Indonesia terganjal oleh skandal korupsi lagi.
Terkait dengan kemungkinan keterlibatan sipil dan militer dalam kasus tersebut, maka diperkirakan kasus tersebut diproses di peradilan koneksitas. Meskipun demikian, Al Araf tetap berharap agar perkara tersebut dibawa ke peradilan sipil. Sebab, peradilan koneksitas dinilai masih menyisakan ruang abu-abu yang akan menghambat tercapainya keadilan.
”Meski secara normatif jika ada pelaku sipil dan militer arahnya ke peradilan koneksitas, bukan berarti tidak bisa dibawa ke peradilan umum,” ujar Al Araf.
Terkait perkara tersebut, pandangan berbeda disampaikan Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi. Menurut Khairul, persetujuan Panglima TNI yang membolehkan anggota TNI diperiksa dinilai masih bersifat normatif dan belum menunjukkan dukungan yang lebih maju. Sebab, proses hukum terhadap perkara pengadaan satelit di Orbit Satelit 123 BT tersebut sedari awal adalah atas persetujuan Presiden dan didorong terus oleh Menko Polhukam.
”Jadi sulit kalau panglima TNI tidak memberi izin, karena sebelumnya sudah ada persetujuan Presiden dan Menko Polhukam. Kalau cuma memberi izin lalu diam, kan, berarti hanya normatif saja. Tetapi, bentuk dukungan dalam hal ini, kan, perlu kita lihat kemudian seperti apa,” tutur Khairul.
Menurut Khairul, dalam perkara tersebut, bisa jadi terdapat pejabat atau petinggi militer yang terlibat. Sebab, dari konstruksi perkara yang selama ini dipublikasikan ke publik, penyimpangan terjadi ketika kontrak pengadaan dilakukan, sementara anggaran belum ada.
Dari situ, Khairul berpandangan bahwa perkara tersebut kemungkinan besar akan diproses melalui peradilan koneksitas. Hal itu menjadi tugas bagi Jaksa Agung Muda Pidana Militer yang baru dibentuk sebagai struktur organisasi baru di kejaksaan untuk bersinergi dengan penyidik dan oditur militer. ”Apakah para penyidik dari kejaksaan bisa bersinergi dengan penyidik dan oditur dari TNI, di sini tentu Jampidmil harus bisa mengatasinya,” ujar Khairul.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, pada Kamis (3/2/2022) penyidik memanggil dan memeriksa dua saksi. Pertama adalah saksi SW selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma dan Tim Ahli Kementerian Pertahanan yang sebelumnya sudah pernah diperiksa penyidik. Kedua adalah saksi DS selaku Direktur Penataan Sumber Daya Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Sebelumnya, ketika ditanya wartawan apakah pemanggilan saksi SW yang sudah ketiga kali tersebut terkait penetapan tersangka, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Supardi menampiknya. Menurut Supardi, penyidik memang masih mendalami keterangan saksi tersebut.