Komisi III DPR: Negara Jangan Kalah dari Joko Tjandra
DPR meminta aparat penegak hukum segera mengeksekusi buron kasus hak tagih piutang PT Bank Bali, Joko S Tjandra. Integritas penegak hukum menjadi taruhan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi III DPR meminta aparat penegak hukum segera mengejar dan mengeksekusi terpidana kasus hak tagih piutang atau cessie Bank Bali, Joko Tjandra. Jika aparat tidak bisa menangkap Joko Tjandra, itu berarti negara kalah dari para buronan.
Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Herman Herry saat dihubungi di Jakarta, Senin (6/7/2020), mengatakan, penguluran waktu penangkapan Joko Tjandra menunjukkan ada persoalan integritas aparat penegak hukum. Seharusnya, dengan segala informasi yang dimiliki, aparat penegak hukum bisa segera menangkap buron sejak 2009 tersebut.
”Aparat penegak hukum tinggal mau atau tidak (menangkap). Hambatannya hanya di integritas aparat penegak hukum,” ujar Herman.
Seharusnya, dengan segala informasi yang dimiliki, aparat penegak hukum bisa segera menangkap Joko S Tjandra, buron sejak 2009 tersebut. (Herman Herry)
Joko telah 11 tahun buron dan sempat leluasa hadir di lembaga pemerintah dan pengadilan pada Senin, 8 Juni 2020. Penelusuran Kompas, pada 8 Juni 2020, Joko dan pengacaranya mendatangi Kantor Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, untuk melakukan perekaman kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
Awalnya, Kejaksaan Agung ingin menangkap Joko saat menghadiri sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pekan lalu, 29 Juni 2020. Namun, Joko tidak hadir karena sakit dengan surat keterangan sakit dari klinik di Kuala Lumpur, Malaysia. Sidang pun diundur menjadi Senin ini.
Jika aparat penegak hukum tidak bisa menangkap Joko Tjandra, artinya negara kalah dari para buron.
Namun, dalam sidang hari ini, Joko kembali mangkir karena sakit. Dalam surat keterangan sakit yang diserahkan kuasa hukum kepada majelis hakim dan tim dari kejaksaan dinyatakan bahwa Joko mesti dirawat antara 1 Juli dan 8 Juli 2020. Adapun surat keterangan sakit tersebut dikeluarkan pada 30 Juni 2020 oleh dokter Stephen dari sebuah klinik di Malaysia.
Menurut Herman, jika aparat tidak bisa menangkap Joko Tjandra, artinya negara kalah dari para buronan.
”Seorang Joko Tjandra saja negara, kok, tidak berdaya,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni meminta kepada para penegak hukum agar mengecek kebenaran dari surat sakit Joko.
”Mestinya para penegak hukum mengecek benar apakah yang bersangkutan sakit benar atau hanya mengulur waktu,” kata Sahroni.
Mestinya para penegak hukum mengecek benar apakah yang bersangkutan sakit benar atau hanya mengulur waktu. (Ahmad Sahroni)
Jika Joko berada di Indonesia, para penegak hukum harus segera mengejarnya dan mengeksekusinya. Pun, lanjut Sahroni, jika Joko ada di luar negeri, yang bersangkutan tetap bisa diekstradisi.
”Para penegak hukum harus melakukan penindakan sesuai aturan hukum yang ada dan tidak boleh kalah dari seorang Joko Tjandra. Penegak hukum tidak boleh lemah,” tutur Sahroni.
Sahroni menduga ada oknum yang melindungi Joko sehingga bisa melenggang bebas di Indonesia tempo hari. Ia pun berharap penegak hukum dapat mengungkap itu semua.
”Ini ada oknum yang merupakan arranger untuk perlindungan Joko Tjandra. Penegak hukum fokus dulu terhadap Joko Tjandra. Untuk oknum, penegakan hukum haru bisa lakukan penindakan selanjutnya,” kata Sahroni.