Rektor UNJ Terkena OTT, Integritas Pendidikan Tercoreng
KPK menangkap Rektor UNJ terkait dugaan percobaan gratifikasi ke pejabat di Kemendikbud. Terkait kasus ini, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim akan mendukung proses hukum yang dilakukan penegak hukum
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Integritas pendidikan tercoreng setelah Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan operasi tangkap tangan terhadap percobaan gratifikasi di lingkungan Kemendikbud. Kasus ini melibatkan Rektor Universitas Negeri Jakarta.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim akan mendukung proses penegakan hukum dalam kasus ini sesuai peraturan yang berlaku. Ia menegaskan pentingnya integritas di institusi pendidikan.
“Integritas merupakan hal utama, sehingga tidak ada toleransi terhadap setiap pelanggaran prinsip tersebut. Setiap pejabat di lingkungan Kemendikbud harus memegang teguh integritas dan menjalankan aktivitas sesuai peraturan dan tata kelola yang baik,” kata Nadiem melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (22/5/2020).
“Integritas merupakan hal utama, sehingga tidak ada toleransi terhadap setiap pelanggaran prinsip tersebut. Setiap pejabat di lingkungan Kemendikbud harus memegang teguh integritas dan menjalankan aktivitas sesuai peraturan dan tata kelola yang baik
Nadiem menyatakan, Kemendikbud terus meningkatkan pengawasan untuk memastikan setiap aktivitas di lingkungannya berjalan sesuai tata kelola pemerintahan yang baik. Ia mengungkapkan, dalam operasi tangkat tangan tersebut, tidak ada penyelenggara negara yang terlibat.
Pihak Kemendikbud terus berkoordinasi dengan penegak hukum untuk mendalami persoalan ini. Kemendikbud akan memberikan sanksi terhadap orang yang terbukti terlibat dan melakukan pelanggaran terhadap peraturan serta integritas sesuai ketentuan yang berlaku.
Inspektur Jenderal Kemendikbud Muchlis Rantoni Luddin menjelaskan, OTT tersebut dilakukan setelah mendapatkan laporan dari masyarakat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud tentang dugaan percobaan penyerahan sejumlah uang dari pihak Universitas Negeri Jakarta (UNJ) kepada pejabat di Kemendikbud.
Atas dasar informasi tersebut dan setelah dilakukan verifikasi validitas laporan, KPK bersama Itjen Kemendikbud melakukan tangkap tangan di kantor Kemendikbud pada Rabu (20/5) sekitar pukul 11.00 WIB.
“Kami menghormati proses hukum yang tengah berjalan. Dengan adanya peristiwa ini, kami akan lebih meningkatkan pengawasan kepada seluruh satuan kerja untuk terciptanya good and clean governance di lingkungan Kemendikbud,” kata Muchlis.
Kami menghormati proses hukum yang tengah berjalan. Dengan adanya peristiwa ini, kami akan lebih meningkatkan pengawasan kepada seluruh satuan kerja untuk terciptanya good and clean governance di lingkungan Kemendikbud
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam menyampaikan keprihatinannya atas kejadian itu di lingkungan pendidikan tinggi. Ia berharap kejadian ini menjadi yang pertama dan terakhir.
Dalam rilis yang disampaikan pada Kamis (21/5/2020) malam, Deputi Bidang Penindakan KPK Karyoto mengatakan, dalam OTT tersebut, diamankan Kepala Bagian Kepegawaian UNJ Dwi Achmad Noor beserta barang bukti berupa uang sebesar 1.200 dollar AS dan Rp 27,5 juta.
Ia menjelaskan, Rektor UNJ Komarudin pada 13 Mei 2020 diduga telah meminta kepada Dekan Fakultas dan lembaga di UNJ untuk mengumpulkan uang tunjangan hari raya (THR) masing-masing Rp 5 juta melalui Dwi.
THR tersebut rencananya akan diserahkan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemendikbud dan beberapa staf SDM (Sumber Daya Manusia) di Kemendikbud. Pada 19 Mei 2020 terkumpul uang sebesar Rp 55 juta dari delapan fakultas serta dua Lembaga Penelitian dan Pascasarjana.
Pada 20 Mei 2020, Dwi membawa uang Rp 37 juta ke kantor Kemendikbud. Selanjutnya uang tersebut diserahkan kepada Kepala Biro SDM Kemendikbud sebesar Rp 5 juta, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud sebesar Rp 2,5 juta serta dua staf SDM Kemendikbud masing-masing sebesar Rp 1 juta. Setelah itu, Dwi diamankan tim KPK dan Itjen Kemendikbud.
KPK belum menemukan unsur pelaku penyelenggara negara, sehingga KPK menyerahkan kasus tersebut kepada Kepolisan Negara RI untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum. KPK menghimbau kepada penyelenggara negara untuk tidak melakukan korupsi atau menerima gratifikasi terlebih dalam situasi pandemi Covid-19.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, penangkapan yang dilakukan KPK dalam kasus ini menunjukkan sikap tidak profesional sehingga dapat mempermalukan KPK sendiri.
Menurut Boyamin, penangkapan tersebut sangat tidak berkelas dan sangat mempermalukan karena hanya di tingkat kampus. Selain itu, uang yang ada dalam kasus ini hanya uang THR sekitar Rp 45 juta. “Lebih parah lagi kemudian penanganannya diserahkan kepada polisi dengan alasan tidak ada penyelenggara negaranya,” ujar Boyamin.
Penangkapan tersebut sangat tidak berkelas dan sangat mempermalukan karena hanya di tingkat kampus. Selain itu, uang yang ada dalam kasus ini hanya uang THR sekitar Rp 45 juta
Alasan pelimpahan kepada polisi bahwa tidak ada penyelenggara negara juga sangat janggal. Seharusnya KPK tetap menangani kasus ini dan tidak menyerahkannya kepada polisi karena rektor adalah penyelenggara negara. Rektor memiliki kewajiban untuk membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Boyamin mengungkapkan, kegiatan OTT bukan hal baru di KPK. Namun, dalam OTT ini terlihat jelas tidak ada perencanaan dan pendalaman dengan baik atas informasi yang masuk.
“Setiap informasi yang masuk biasanya dibahas oleh KPK dengan sangat detail mulai dari penerimaan pengaduan masyarakat sampai dengan keputusan untuk OTT. Alhasil, ketika sudah OTT, maka tidak ada istilah tidak ditemukan penyelenggara negaranya,” ujar Boyamin.
Menurut Boyamin, OTT ini hanya sekadar mencari sensasi untuk dianggap sudah bekerja. Ia akan segera membuat pengaduan kepada Dewan Pengawas KPK atas amburadulnya OTT ini.