KPK Akan Tindaklanjuti Keterangan Terkait Dugaan Aliran Dana Suap ke Kejagung dan BPK
Keterangan dalam persidangan dari Miftahul Ulum, mantan asisten pribadi eks Menpora Imam Nahrawi terkait aliran uang ke Kejagung dan BPK akan ditindaklanjuti KPK. Namun, KPK perlu melihat alat bukti lainnya.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan akan menindaklanjuti keterangan saksi Miftahul Ulum yang menyebutkan dugaan aliran dana kepada Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan. Namun, Kejaksaan Agung menilai keterangan tersebut tidak memiliki nilai pembuktian.
Pada sidang dugaan suap pengurusan proposal dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Jumat (15/5/2020), Miftahul Ulum, mantan asisten pribadi eks Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, mengungkap dugaan aliran uang kepada pejabat di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung.
Seperti dilaporkan kantor berita Antara, uang Rp 3 miliar untuk pejabat BPK dan Rp 7 miliar untuk pejabat Kejaksaan Agung. Menurutnya, uang itu diberikan untuk mengamankan kasus yang menyangkut Kemenpora.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri, saat dihubungi, Minggu (17/5/2020), mengatakan keterangan saksi Miftahul Ulum yang berada di bawah sumpah tersebut bernilai sebagai alat bukti. Namun demikian, adanya asas hukum bahwa satu saksi bukanlah saksi, maka hal itu harus dilihat dari sisi alat bukti lainnya.
Maka KPK akan melihat adanya persesuaian dengan keterangan saksi lainnya, alat bukti, maupun petunjuk keterangan terdakwa. “KPK memastikan, pengembangan perkara akan dilakukan setelah seluruh pemeriksaan perkara dalam persidangan ini selesai,” kata Ali.
Menurut Ali, keterangan saksi tersebut beserta fakta persidangan berikutnya akan dianalisis lebih lanjut dalam surat penuntutan. Jika berdasarkan fakta hukum maupun pertimbangan majelis hakim dalam putusannya ditemukan minimal dua alat bukti permulaan yang cukup, KPK tidak segan untuk menentukan sikap berikutnya dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka.
Jika berdasarkan fakta hukum maupun pertimbangan majelis hakim dalam putusannya ditemukan minimal dua alat bukti permulaan yang cukup, KPK tidak segan untuk menentukan sikap berikutnya dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono mengatakan, sejak terdapat informasi adanya aliran dana ke Kejaksaan Agung, maka Kejagung telah melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan data dan meminta keterangan dari pihak terkait. Namun, tim penyelidik belum menemukan adanya dugaan tindak pidana sehingga belum dapat ditingkatkan ke tahap berikutnya.
Pada sidang sebelumnya, kata Hari, Kepala Bagian Keuangan KONI, Eny Purnawati, memberikan informasi terkait adanya uang pinjaman untuk mengurus kasus di Kejaksaan Agung. Setelah dilakukan klarifikasi oleh tim penyelidik Kejagung, saksi Eny tidak mengetahui persis aliran dana tersebut dan hanya berdasarkan "katanya" saja.
Kejagung telah melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan data dan meminta keterangan dari pihak terkait. Namun, tim penyelidik belum menemukan adanya dugaan tindak pidana sehingga belum dapat ditingkatkan ke tahap berikutnya.
“Tim penyelidik sudah meminta keterangan pihak-pihak terkait dan tidak menemukan bukti-bukti adanya tindak pidana. Keterangan yang didapatkan dari pihak-pihak terkait hanya "katanya" atau testimonium de auditu,” kata Hari.
Menurut Hari, keterangan Miftahul tentang adanya aliran dana ke Kejaksaan Agung juga tidak jelas. Sebab, keterangannya tidak membuktikan nama yang menyerahkan maupun yang menerima. Dengan demikian, keterangan Miftahul hanyalah dugaan tanpa ada bukti pendukung. Sementara, Hari melanjutkan, pihak yang disebutkan Miftahul telah mengatakan tidak terjadi penyerahan uang sehingga keterangan Miftahul tidak memiliki nilai pembuktian.