Pembebasan narapidana menimbulkan ekses. Warga binaan narkoba di lembaga pemasyarakatan Manado, Sulawesi Utara, melakukan pengrusakan hingga terjadi kebakaran karena mereka minta dibebaskan pula.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga binaan narkoba di lembaga pemasyarakatan Manado, Sulawesi Utara, melakukan pengrusakan hingga terjadi kebakaran karena minta dibebaskan pada Sabtu (11/4/2020). Mereka merasa dianaktirikan dan meminta disamakan dengan warga binaan tindak pidana umum lainnya.
Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Bambang Wiyono mengatakan, kerusuhan tersebut terjadi di lapas pukul 15.30 WITA. “Yang menjadi pemicunya adalah para warga binaan narkoba meminta agar mereka juga dibebaskan sesuai dengan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020,” kata Bambang melalui pesan singkat yang diterima Kompas, di Jakarta.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada 30 Maret 2020 lalu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly telah mengeluarkan Peraturan Menteri No 10/2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulanganan Penyebaran Covid-19.
“Yang menjadi pemicunya adalah para warga binaan narkoba meminta agar mereka juga dibebaskan sesuai dengan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020”
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti, hingga saat ini, ada 36.554 orang yang sudah dikeluarkan melalui asimilasi dan dibebaskan lewat program integrasi. Sebanyak 34.707 orang dikeluarkan melalui program asimilasi dan 1.847 orang dibebaskan dengan program integrasi.
Sesuai dengan permenkumham tersebut, asimilasi dan integrasi hanya dapat diberikan kepada narapidana yang melakukan tindak pidana selain terorisme, narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, kejahatan transnasional terorganisasi, serta warga negara asing.
Bambang mengatakan, selain adanya kecemburuan, pembakaran tersebut terjadi karena petugas lapas tidak mengizinkan salah satu warga binaan untuk melayat orangtuanya yang meninggal dunia. Petugas lapas tersebut tidak mengizinkan karena khawatir ada wabah Covid-19.
“Informasi sementara, tidak ada warga binaan yang melarikan diri. Aparat keamanan siaga di luar lapas dalam rangka mengantisipasi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Pada pukul 19.30 WITA, kondisi lapas mulai aman terkendali,” kata Bambang.
Kerusakan diinventarisasi
Secara terpisah Rika membenarkan telah terjadi gangguan di Lapas Manado. Ia mengatakan, saat ini masih diinventaris kerusakan yang terjadi di lapas Manado.
Pembakaran yang dilakukan oleh narapidana kasus narkotika sebelumnya pernah terjadi di Rumah Tahanan Kelas IIB Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Rabu (12/2/2020). Mereka mengamuk setelah dijatuhi hukuman disiplin. Selain itu, jumlah napi di rutan tersebut juga melebihi kapasitas (Kompas, 13/2/2020).
Pada Mei 2019, narapidana di Lapas Narkotika Kelas III Langkat membakar sejumlah ruangan. Kerusuhan dipicu kekerasan yang dilakukan sipir terhadap napi.
"Ada logika yang keliru dalam memerangi narkoba. Hal tersebut tidak cuma terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia"
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, ada logika yang keliru dalam memerangi narkoba. Hal tersebut tidak cuma terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.
Ia menjelaskan, negara menyatakan perang terhadap narkoba karena ada korban seperti orang menjadi kecanduan, kelebihan dosis, hingga meninggal. Namun, ketika narkoba dikampanyekan menjadi benda berbahaya dan diikuti penangkapan, justru ternyata yang ditangkap dan distigma adalah pengguna yang merupakan korban.
Pada undang-undang narkotika juga terdapat masalah terkait dengan penyimpanan. Karena pengguna juga menyimpan, maka hukuman mereka dengan pengedar menjadi tidak jauh berbeda. Hukuman mereka hampir mirip dengan pengedar kelas kakap, bandar, dan produsen.
Menurut Asfinawati, bagi napi pengguna narkotika seharusnya dapat dibebaskan karena dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 ada kriteria tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Terkait dengan napi narkotika, PP tersebut hanya berlaku bagi napi yang dipidana paling singkat 5 tahun.