Komnas Berharap Komitmen Presiden Tuntaskan Kasus HAM
Komnas HAM akan mempelajari berkas kasus Paniai yang dikembalikan oleh Kejaksaan Agung serta mempelajari petunjuk-petunjuk yang diberikan kejaksaan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia berat seperti kasus Paniai maupun kasus-kasus yang terjadi sebelumnya sangat bergantung pada komitmen Presiden Joko Widodo. Hal ini menyusul dikembalikannya berkas penyelidikan kasus Paniai oleh Kejaksaan Agung ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Pengembalian berkas ini terjadi untuk kesekian kalinya dilakukan Kejagung atas hasil penyelidikan Komnas HAM. Sebelumnya, Kejagung juga mengembalikan berkas penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus Rumah Gedong (Aceh) tahun 1989 serta pembunuhan dukun santet, ninja, dan orang gila di Banyuwangi, Jawa Timur, pada 1998-1999. Begitu pula dengan kasus-kasus pelanggaran HAM lain, seperti peristiwa Trisakti dan Semanggi serta penghilangan aktivis.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, Jumat (20/3/2020), saat dihubungi dari Jakarta mengatakan, pihaknya telah menerima berkas yang dikembalikan beserta petunjuk dari Jaksa Agung. Komnas saat ini masih mempelajari petunjuk-petunjuk yang diberikan tersebut.
Sebelumnya, pada 12 Februari lalu, Komnas HAM telah menyerahkan berkas hasil penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat atas peristiwa yang terjadi di Koramil Eranotali Paniai, Provinsi Papua, pada 7-8 Desember 2014. Berkas hasil penyelidikan diserahkan beserta lampiran berkas-berkas pemeriksaan para saksi dan ahli sebanyak tujuh berkas.
Berdasarkan catatan Kompas, setidaknya lima warga tewas tertembak dalam bentrokan dengan aparat keamanan di Lapangan Karel Gobai, Distrik Madi, Kabupaten Paniai, Papua. Insiden berdarah itu bermula dari penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum aparat terhadap sejumlah pemuda di Kampung Ipakiye, Distrik Paniai Timur. Oknum aparat tersebut tidak terima ditegur karena melewati tempat itu dengan mengendarai mobil tanpa menyalakan lampu (Kompas, 9/12/2014).
Ahmad mengakui, pengembalian berkas penyelidikan bukan hanya terjadi sekali ini saja, tetapi juga untuk beberapa berkas penyelidikan kasus-kasus lainnya. Oleh karena itu, Ahmad berharap agar Presiden mengambil kebijakan langsung untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
Model penyelesaian
Terkait penyelesaian sejumlah kasus pelanggaran HAM berat, Komnas HAM telah beberapa kali berdiskusi dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Jaksa Agung. Presiden Joko Widodo pun telah meminta Menko Polhukam menyusun konsep penyelesaiannya.
Dalam diskusi terbatas dengan Menko Polhukam, kata Ahmad, penyelesaian kasus-kasus tersebut dapat dilakukan, baik secara yudisial atau non-yudisial, berdasarkan pertimbangan setiap kasus. ”Khusus kasus Paniai, Bapak Presiden sudah pernah menyatakan akan menyelesaikan. Itu yang kini juga ditunggu rakyat Papua,” kata Ahmad.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab, mengatakan, sesuai dengan Pasal 20 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komnas HAM memiliki waktu 30 hari untuk melengkapi kekurangan tersebut. ”Jadi dalam 30 hari akan kami jawab,” kata Amiruddin.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono dalam keterangan tertulis mengatakan, berkas hasil penyelidikan Komnas HAM dikembalikan karena dinilai belum memenuhi kelengkapan atau persyaratan agar suatu peristiwa dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan pelanggaran HAM berat, baik pada syarat-syarat formil maupun materiil. Oleh karena itu, berkas hasil penyelidikan tersebut dinyatakan belum cukup bukti memenuhi unsur pelanggaran HAM berat.
Kekurangan yang cukup signifikan terdapat pada kelengkapan materiil karena belum memenuhi seluruh unsur pasal yang akan disangkakan, yaitu Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Oleh karena itu, Jaksa Agung telah memberikan petunjuk untuk memenuhi kekurangan berkas hasil penyelidikan tersebut.
”Komnas HAM mempunyai waktu 30 hari untuk melengkapi kekurangan berkas hasil penyelidikan dan kemudian mengembalikannya kepada Jaksa Agung selaku penyidik pelanggaran HAM berat,” kata Hari.
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Choirul Anam, menilai, hal yang dipersoalkan oleh kejaksaan selalu sama, yang sebenarnya merupakan kewenangan penyidik Jaksa Agung. ”Bukan Komnas HAM. Kalau kewenangan ini dijalankan oleh Kejaksaan Agung, pastilah akan kelar dan bisa segera dikirim ke pengadilan,” ujar Anam.
Pihaknya menyayangkan sikap kejaksaan tersebut, apalagi rentang peristiwa kasus Paniai belum lama. Apabila penyidik kejaksaan bergerak cepat, hal itu akan memberikan dampak luas dan dalam pada tuntasnya kasus tersebut. ”Sayang sekali, Jaksa Agung tidak memberikan sinyal ke arah sana,” ujar Anam.
Komnas berharap ada terobosan yang serius terkait penuntasan kasus pelanggaran HAM berat. Apabila hal ini tidak dilakukan, narasi yang sama akan terus berulang, penyelidikan kasus selalu mandek. Anam berharap Komnas HAM diberi kewenangan melakukan penyidikan.