”The Ministry of Ungentlemanly Warfare”, Pasukan Khusus yang Slebor
The Ministry of Ungentlemanly Warfare beranyaman dengan agen rahasia termasyhur di dunia rekaan Ian Fleming, James Bond.
Aksi pasukan khusus asal Inggris yang ulung, tetapi serampangan ditayangkan dalam The Ministry of Ungentlemanly Warfare. Film itu diadaptasi dari berkas-berkas Perdana Menteri Winston Churchill yang tak dirahasiakan lagi pada tahun 2016.
Tahun 1941, Jerman menancapkan kuku di Eropa, termasuk lautannya. Inggris, yang turut terseret Perang Dunia II, limbung lantaran pasokan logistiknya dari Amerika Serikat acapkali dihajar U-boat. Kawanan kapal selam Jerman tersebut tengah mengamuk di Atlantik.
Churchill (Rory Kinnear) meradang. Pimpinan militer mengusulkan untuk menggelar negosiasi perdamaian dengan Nazi, tetapi ia menolaknya mentah-mentah. Kebuasan U-boat harus dihentikan. Mayor Gus March-Phillipps (Henry Cavill) buru-buru digelandang untuk menghadap Brigadir Jenderal Colin Gubbins (Cary Elwes).
March-Phillipps memang prajurit yang andal sekaligus kerap menjengkelkan atasannya gara-gara terus membangkang sampai dipenjara. Ia dipandang pemerintah Inggris tak lebih dari berandal, tetapi Gubbins malah kecantol dengan meyakininya sanggup menuntaskan misi yang mustahil.
Kapal selam Jerman harus dilumpuhkan dengan menghancurkan basis logistiknya. Di Fernando Po, tentara Jerman mendistribusikan torpedo, filter karbondioksida, dan bahan bakar minyak. Bukan perkara mudah mengingat pulau di lepas pantai Afrika bagian barat itu dikuasai Spanyol yang masih netral dalam Perang Dunia II. Negara tersebut jelas murka jika Inggris mengobrak-abrik teritorialnya yang mungkin bakal bersekutu dengan Jerman.
Maka, March-Phillipps mesti mengemban mandat rahasia. Ia melancarkan Operasi Postmaster lalu memilih personel-personelnya, Henry Hayes (Hero Fiennes Tiffin) alias Haysey, Freddy Alvarez (Henry Golding), Anders Lassen (Alan Ritchson), dan Geoffrey Appleyard (Alex Pettyfer).
Mereka berlayar dengan kapal kecil dan menyamar sebagai nelayan Swedia. Duo agen lain, Marjorie Stewart (Eiza Gonzalez) yang jelita dan Richard Heron (Babs Olusanmokun), menanti di Fernando Po. Misi bunuh diri sebenarnya karena mereka dijepit kawan dan lawan.
Bila dicegat kapal perang Inggris pun, March-Phillipps dan rekan-rekannya tentu diciduk karena bergerak tanpa otoritas. Nasib lebih parah bakal mendera mereka kala tertangkap serdadu Jerman yang berniat menyiksanya sampai mati.
March-Phillipps berhadapan dengan komandan Jerman, Heinrich Luhr (Til Schweiger), yang keji dan begundal-begundalnya. Di Inggris, Churchill pun bukan hanya ongkang-ongkang. Ia pasti dilengserkan parlemen jika rencananya berantakan.
Baca juga: Ketika Takdir Tuhan Digugat dan Dipertanyakan
Tak heran, The Ministry of Ungentlemanly Warfare dianggap judul paling pas. Kementerian perang yang tak jentelmen atau terang-terangan kalau diartikan secara bebas. ”Hitler tak mematuhi peraturan perang. Kami pun demikian,” tutur Churchill.
Film itu diangkat berdasarkan kisah nyata. Operasi Postmaster yang digelar Special Operations Executive (SOE) juga sukses melarikan kapal Italia, Duchessa d’Aosta. Organisasi tersebut dibentuk secara diam-diam pada Juli 1940. Dinaungi SOE, Small Scale Raiding Force mengerahkan unit khususnya. Kelak, SOE mewujud satuan kondang Special Air Service (SAS) dengan meletakkan fondasi operasi sembunyi-sembunyi yang modern atau black ops.
Berdasarkan buku Perang Eropa Jilid II karya PK Ojong yang dipublikasikan Penerbit Buku Kompas tahun 2004, kiprah SOE yang termasuk paling awal tercatat dengan mengorganisasi penyelundupan agen-agen rahasia. Mayor Maurice Buckmaster yang lolos dari pengepungan Dunkirk, Perancis, pada tahun 1940 melaksanakan tugas itu dan memimpin seksi Perancis dari SOE.
Diramu fiksi
Sabotase dilakukan sesuai seruan Churchill untuk membiarkan Eropa yang diduduki Hitler tetap berkobar atau menyala-nyala sehingga tak bermanfaat. Kadang, agen-agen Inggris dengan Biro Pusat Intelijen dan Operasi Perancis ternyata diliputi iri hati, persaingan, hingga konflik. Perancis kemudian dibagi-bagi dalam beberapa rayon sehingga mereka tak beroperasi di wilayah yang sama.
Berdurasi sekitar dua jam, The Ministry of Ungentlemanly Warfare mengisahkan pasukan ulung, tetapi slebor. Tontonan tersebut dibumbui komedi dengan March-Phillipps yang terbahak-bahak menyimak lelucon perwira Jerman sebelum memberondongnya dengan pelor, pramusaji termangu-mangu menunggu pesanan Heron, atau wajah semringah Lassen seusai membantai gerombolan musuh.
Bagi penggemar sejarah, The Ministry of Ungentlemanly Warfare layak ditonton meski mereka yang paham betul akan memafhumi faktanya telah diramu dengan fiksi. Hayes, Heron, Luhr, dan Alvarez, misalnya, bukanlah sosok nyata.
March-Phillipps juga ditampilkan menyemburkan peluru dengan enteng. Ia membabi buta tanpa gentar dengan tembakan musuh yang meleset meski menyongsong personel Jerman sampai setangsi. Sepak terjang March-Phillipps dengan musik kekinian yang mengentak lantas mengingatkan penonton akan Inglourious Basterds (2009) karya sutradara kawakan Quentin Tarantino.
Senapan otomatis sama-sama menyalak diselingi belati bersimbah darah yang sesekali menyembur dari tubuh-tubuh sekarat. Sekilas, nuansa senada terpampang pula dalam film-film lawas legendaris macam The Guns of Navarone (1961), The Great Escape (1963), dan The Dirty Dozen (1967).
James Bond
Hiburan itu juga beranyaman dengan mata-mata rekaan paling masyhur di dunia, James Bond, lewat pengarangnya, Ian Fleming (Freddie Fox), yang ikut dipanggungkan. Ia menjabat perwira penghubung Markas Besar SOE dengan March-Phillipps. Belakangan, Fleming terinspirasi sepak terjang regu yang memorak-porandakan batalyon Jerman di Fernando Po untuk menulis Bond. Ditilik lebih jauh, Gubbins juga mengilhami Fleming untuk menciptakan bos Bond yang kerap disapa M.
Produser Jerry Bruckheimer merilis filmnya tak hanya untuk memukau, tetapi juga mengedukasi penonton. Guy Ritchie yang menyimpan visi serupa langsung klop saat diminta menyutradarai The Ministry of Ungentlemanly Warfare. Ia menampik untuk menggunakan layar hijau atau efek visual. Produser lain, Ivan Atkinson, mengutarakan mitranya tersebut yang sudah lama ingin menggarap film tentang Perang Dunia II.
Baca juga: Totto-Chan, Revolusi Pendidikan, Anti Perundungan, dan Anti Perang
Sementara Cavill tak berpikir panjang ketika ditawari untuk memerankan March-Phillipps. Ia sudah akrab dengan gaya Ritchie sewaktu berkolaborasi dalam The Man from U.N.C.L.E. (2015). ”Waktu Ritchie datang, aku bilang, ’Ayolah, segera bikin filmnya.’ Enggak mudah, tapi jadi kreasi yang unik,” katanya.
Berbeda dengan Ritchson yang malah ketakutan saat diminta terlibat dalam The Ministry of Ungentlemanly Warfare sampai-sampai harus bekerja keras, tetapi menikmatinya. ”Aku mengagumi visi Ritchie. Filmnya jadi eskapisme yang menyenangkan dan dikemas dengan cerita nyata,” ucapnya.