”Godzilla x Kong: The New Empire”, Dua Kekuatan Besar yang Susah Akur
Godzilla dan Kong sekali lagi bertempur. Namun, pertempuran itu tidak lama sebab mereka menghadapi musuh baru.
Untuk penggemar kaiju atau monster raksasa, Godzilla x Kong: The New Empire (2024) hadir sebagai film kelima dalam saga MonsterVerse. Bedanya, film dengan cerita klise ini bernuansa ringan berkat lawakan khas Hollywood. Terlepas dari itu, Godzilla dan Kong merepresentasikan situasi geopolitik dunia sekarang dengan dua kekuatan besar yang susah akur.
Di Rongga Bumi (Hollow Earth), Kong hidup menjalani rutinitas sehari-hari. Dia sibuk berburu dan makan, tetapi jauh di lubuk hati merasa kesepian. Lain halnya dengan Godzilla yang sibuk tidur seusai bertempur melawan berbagai titan atau monster raksasa lain demi menjaga tatanan di permukaan bumi.
Di masa yang relatif damai itu, organisasi sains Monarch mendeteksi sinyal misterius pada peralatan elektronik saat memantau Kong. Dr Ilene Andrews (Rebecca Hall) penasaran dengan gangguan tersebut. Putri angkatnya, Jia (Kaylee Hottle), sebagai anggota suku Iwi terakhir yang dekat dengan Kong ikut menangkap sinyal itu.
Kemunculan sinyal tersebut membuat Godzilla gelisah. Alhasil, monster reptil ini jadi aktif mencari sumber-sumber radiasi guna menabung kekuatan. Ini adalah kebiasaan Godzilla jika sudah merasakan ancaman.
Sementara itu, Kong tanpa sengaja menemukan kelompok spesiesnya di sisi lain Rongga Bumi. Kelompok itu dipimpin oleh Skar King, sosok monster yang ingin menguasai dunia permukaan. Kong kewalahan melawan Skar King beserta peliharaannya, Shimo. Shimo adalah monster kuno berkekuatan es yang juga merupakan musuh besar Godzilla.
Kong akhirnya kabur mencari perlindungan di wilayah milik suku Iwi yang rupanya masih tersisa. Di sana, Kong bertemu dengan Jia, Ilene, Trapper (Dan Stevens) si dokter hewan, dan Bernie Hayes (Brian Tyree Henry) si pencinta teori konspirasi.
Setelah Kong pulih dari luka-lukanya berkat bantuan mereka, ia pergi ke permukaan bumi guna mengumpan Godzilla masuk ke Rongga Bumi. Kong membutuhkan bantuan Godzilla untuk melawan musuh-musuh barunya. Akan tetapi, Godzilla dan Kong malah bertempur.
Waktu tidak tersisa banyak. Di Rongga Bumi, Skar King dan kroni-kroninya bermunculan di wilayah suku Iwi. Mereka ingin pergi ke dunia permukaan menggunakan portal penghubung dua dunia yang berada di sana. Sekali lagi, tatanan bumi berada dalam ancaman besar.
Godzilla x Kong: The New Empire disutradarai oleh Adam Wingard yang juga menggarap Godzilla vs Kong (2021). Beda dengan film sebelumnya yang menggunakan kata ”versus”, film terbaru kali ini menggunakan simbol X. Simbol ini merujuk pada makna kolaborasi atau kerja sama.
”Saya suka gagasan tentang dua orang yang berada di tim yang sama bertarung karena kesalahpahaman. Godzilla dan Kong tidak akan pernah bisa akur dengan baik. Mereka berdua memiliki ego yang terlalu besar, tidak selalu sejalan, tetapi akan bekerja sama untuk sementara,” kata Wingard lewat keterangan tertulis, dikutip di Jakarta, Senin (1/4/2024).
Produser Alex Garcia senang perilisan film tersebut bersamaan dengan peringatan 10 tahun MonsterVerse. ”Bekerja dengan Godzilla dan Kong yang merupakan karakter sinema klasik, kami menantang diri untuk tak hanya melakukan hal-hal yang menghormati fondasi, asal-usul, dan basis penggemar karakter tersebut, tetapi juga mendorong mereka menjadi sesuatu yang baru secara sinematik, segar, dan berbeda,” ujarnya.
Sebagai antipahlawan
Cerita dalam Godzilla x Kong: The New Empire banyak mengambil perspektif Kong di Rongga Bumi. Di film sebelumnya, porsi cerita kedua monster ini terasa lebih adil dengan pertarungan yang lebih ”menggigit”.
Selain itu, film ini kurang mengeksplorasi kontribusi manusia untuk mengawal pertarungan kedua monster. Hanya Jia yang berperan penting dalam membangkitkan Mothra, monster serangga yang berteman dengan Godzilla, dan Trapper yang merawat luka Kong. Film ini berusaha mengulik dinamika hubungan ibu dan anak lewat Ilene serta Jia, tetapi tanpa konflik berarti.
Setidaknya, Godzilla x Kong: The New Empire kembali menampilkan sosok Godzilla dan Kong sebagai antipahlawan. Dalam buku Crime Uncovered: Antihero (2016), antipahlawan merujuk pada karakter utama dengan cacat moral, tetapi tetap mendorong penonton untuk mendukungnya.
Baca juga: ”Oppenheimer”, Pencipta dan Penghancur Dunia Baru
Film-film dalam MonsterVerse menunjukkan, Godzilla dan Kong adalah karakter alfa yang cukup teritorial. Keduanya beberapa kali berseteru untuk menjaga dominasi dengan cara yang destruktif—yang tidak jarang merugikan manusia. Akan tetapi, dalam beberapa kesempatan, keduanya menyelamatkan umat manusia. Begitu pula ketika mereka melawan Skar King.
”Skar King adalah diktator jahat yang klasik, dan peradaban di seluruh dunia dan sepanjang sejarah memiliki versi mereka sendiri tentang diktator jahat. Menurutku, Skar King adalah representasi dari sisi tergelap umat manusia,” tutur Wingard.
Dalam perkembangannya, Wingard berusaha agar karakter kedua monster ini lebih disayang penonton. Menyukai Kong itu mudah mengingat monster ini mengambil wujud primata yang ekspresif lewat raut wajah hingga bahasa isyarat. Bahkan, ada adegan Kong sakit gigi sehingga harus bertemu dokter.
Penggambaran Godzilla lebih menantang lantaran monster ini menyerupai hewan reptil. Alhasil, karakter Godzilla yang ”humanis” lebih ditonjolkan lewat kelakuannya. Misalnya, monster ini gemar tidur di dalam Koloseum di Italia seusai lelah bertempur melawan monster lain. Serupa dengan hewan peliharaan yang meringkuk di kandangnya.
Barat dan Timur
Kong tampil perdana dalam King Kong (1933). Berasal dari Amerika Serikat, Kong menjadi simbol banyak hal. Buku King Kong is Back! (2005) menjabarkan, Kong di antaranya mewakili manusia primitif, pemberontakan individualisme baru, konsep adimanusia ala Ubermensch, antikolonialisme, hingga penindasan orang kulit hitam di Amerika.
Mengutip NBC News, inspirasi penciptaan Godzilla adalah tragedi bom atom di Hiroshima dan Nagasaki di Jepang oleh AS. Monster ini mengingatkan manusia akan kemampuannya menciptakan kehancuran. Film pertama yang menampilkan monster ini adalah Godzilla (1954). Seiring waktu, makna Godzilla meluas sebagai pelindung dan penjaga keseimbangan dunia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, bisa dibilang Kong mewakili Barat, sementara Godzilla mewakili Timur. Melihat dunia nyata saat ini dari kekuatan politik, budaya, ataupun ekonomi, AS sering dianggap sebagai simbol Barat, sedangkan China adalah kebalikannya.
Premis Godzilla x Kong: The New Empire pun secara simbolik menunjukkan ketegangan geopolitik yang terjadi sekarang. Dua entitas berkekuatan besar susah hidup akur. AS dan China sama-sama ingin menunjukkan siapa yang terkuat.
Adapun tindakan Kong yang menantang pemerintahan Skar King mengingatkan kita pada hegemoni AS. Contoh tergampang hegemoni AS di politik terlihat pada perang Irak 2003 yang menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein.
Sementara itu, fokus Godzilla untuk menjadi kuat dengan menyerang pusat nuklir mencerminkan hegemoni China di bidang ekonomi lewat Prakarsa Sabuk dan Jalan. Proyek ini kerap dituding sebagai ”jebakan utang” kepada negara-negara kecil. Godzilla yang bersikap teritorial saat Kong muncul juga mirip sikap China soal Laut China Selatan.
Baca juga: ”Bob Marley: One Love”, Jalan Reggae Menuju Perdamaian
Alhasil, tokoh-tokoh manusia dalam Godzilla x Kong: The New Empire mau tak mau mencerminkan posisi negara-negara berkembang saat ini. Mereka bertugas menjadi kompas moral agar kedua negara besar tersebut menggunakan kekuatan mereka untuk tujuan tepat sasaran.
Entah kapan kesadaran Godzilla dan Kong untuk berkolaborasi daripada bertengkar bisa menular ke dunia nyata. Godzilla x Kong: The New Empire telah tayang di bioskop sejak 27 Maret 2024.