Pelan-pelan, Industri K-Pop Melek Isu Lingkungan
Industri K-Pop mulai mencari solusi atas jejak karbon. Namun, penggemar perlu mewaspadai "greenwashing".
Laju pertumbuhan K-Pop ikut dibayangi oleh masalah lingkungan. Petinggi-petinggi di industri hiburan di Korea Selatan mulai mencari solusi atas jejak karbon sekaligus limbah yang industri ini produksi. Belakangan, album pintar dan merchandise atau dagangan daur ulang terus bermunculan.
Satu faktor yang membuat K-Pop unik di era digital adalah kebiasaan penggemar untuk membeli album fisik. Album-album K-Pop biasa berisi cakram padat (CD), buku foto dan lirik, kartu foto, poster, serta barang-barang menarik, misalnya stiker bahkan tiket untuk fan meeting. Ibarat membeli tas hadiah.
Perusahaan hiburan Korea sedang mengalami perubahan positif akhir-akhir ini dengan merilis album digital atau album pintar, meskipun masih harus dilihat apakah mereka akan melakukan upaya konsisten untuk menjadi ramah lingkungan.
Circle Chart, pencatat rekor musik lokal, menyebutkan, album K-Pop mencatat rekor penjualan tinggi baru pada 2022, yakni sebanyak 80 juta unit. Jumlah ini naik 25 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Grup BTS dari Hybe memimpin penjualan (3,48 juta unit) untuk album Proof (2022) diikuti oleh Stray Kids dari JYP Entertainment (3,17 juta unit) dengan album Maxident (2022).
Baca juga: Kekuatan Album K-Pop dan Produk-produk Turunannya (Bagian 1)
Dampak lingkungan dari album fisik menimbulkan kekhawatiran. Banyak cerita tentang penggemar membeli banyak album untuk mengincar barang tertentu, seperti foto atau tiket. Setelah mendapatkan yang mereka inginkan, album yang biasa terbuat dari plastik itu dibuang begitu saja.
Label YG Entertainment, misalnya, berusaha mengatasi masalah itu dengan merilis album artisnya dari bahan ramah lingkungan. Sebutlah Mino untuk album To Infinity (2021), Blackpink untuk Born Pink (2022), dan Treasure untuk Reboot (2023) antara lain menggunakan plastik biodegradasi, kertas khusus, dan tinta dari minyak kedelai.
Namun, label-label kini memasang mata pada album digital dan pintar yang memanfaatkan kode QR atau NFC. Grup Victon dari IST Entertainment meluncurkan album versi digital untuk Chronograph (2022), sedangkan Exo dari SM Entertainment merilis versi album pintar untuk Exist (2023). Artis-artis dari label lain turut melakukan hal serupa.
Album pintar Exo, misalnya, berupa kotak CD mini seukuran gantungan kunci berisi sebuah benda bulat menyerupai CD. Bulatan ini berisi NFC yang akan menginstal album dan foto ketika didekatkan pada ponsel pintar yang sudah memiliki aplikasi tertentu.
”Perusahaan hiburan Korea sedang mengalami perubahan positif akhir-akhir ini dengan merilis album digital atau album pintar, meskipun masih harus dilihat apakah mereka akan melakukan upaya konsisten untuk menjadi ramah lingkungan,” kata aktivis Lee Da-yeon dari KPOP4PLANET, dikutip dari The Korea Timesdi Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Berdiri pada 2021, KPOP4PLANET merupakan sebuah gerakan penggemar yang peduli soal krisis iklim. Karena masih banyak perusahaan memproduksi album plastik, KPOP4PLANET terus mengampanyekan agar lebih banyak pilihan ramah lingkungan bagi penggemar saat membeli album.
Daur ulang
Selain album, masalah lain yang hadir di industri K-Pop adalah limbah setelah perhelatan acara luring, termasuk spanduk. Spanduk sering dipakai saat konser, temu penggemar (fan meeting), acara tanda tangan (fansign), dan acara promosi sebelum perilisan sesuatu (showcase).
Pada 2022, contohnya, grup Winner dari YG merilis barang dagangan (merchandise) daur ulang dari spanduk yang mereka gunakan saat konser The Circle. Dari spanduk berbahan kain biru itu, mereka mengolahnya menjadi dompet kartu dalam jumlah terbatas. Penjualannya laris manis dan mendapat respons baik dari warganet.
Baca juga: Kesetiaan Penggemar terhadap K-Pop (Bagian 2)
Artis-artis dari label Hybe, antara lain BTS, Seventeen, TXT, Enhypen, dan Le Sserafim, mengikuti jejak tersebut. Hybe bersama Nukak, sebuah perusahaan daur ulang asal Spanyol, mengumumkan pada tahun ini akan mengolah spanduk dari kelima artis tersebut untuk menjadi dompet kartu dan tas selempang.
”Barang dagangan daur ulang kami akan memungkinkan artis dan penggemar kami berbagi kenangan yang mereka ciptakan bersama. Kami akan terus memproduksi barang yang dapat menghibur dan mengesankan para penggemar kami,” begitu bunyi pernyataan Hybe.
Langkah kecil
Selama ini, penggemar K-Pop lebih lantang menyuarakan dan lebih nyata membuat gerakan terkait isu lingkungan, ketimbang artis atau perusahaan. Yang terbaru, misalnya, sejumlah penggemar K-Pop mengikuti program Visit Harapan demi menghijaukan hutan di Jambi, Februari lalu. Selain bisa menjaga bumi, aktivitas tersebut juga mempromosikan nama artis kesayangan mereka.
Baca juga: Penggemar K-Pop Turut Lestarikan Hutan di Jambi
Kritikus musik, Jung Min-jae, menilai, langkah yang diambil perusahaan K-Pop untuk peduli lingkungan masih kecil. ”Beberapa dari mereka meningkatkan citra ‘ramah lingkungan’, tetapi yang ada di balik kenyataannya adalah ‘mengambil keuntungan’ dari penipuan tersebut,” katanya kepada Korea Herald pada 2022.
Jung berpendapat, agar benar-benar ramah lingkungan, perusahaan sebaiknya hanya merilis album nonfisik atau membuat album hanya dalam satu versi agar penggemar tidak membeli banyak. Super Junior, sebagai contoh, pernah merilis 13 versi untuk album The Renaissance (2021).
Namun, Jung juga menyadari sistem di industri ikut membuat perusahaan terus menggenjot penjualan album fisik. Album fisik merupakan salah satu indikator utama untuk penilaian posisi di tangga lagu bahkan kemenangan di acara penghargaan. Karena itu, Jung menekankan pentingnya pembuatan regulasi atau pedoman untuk memberi label K-Pop insentif dengan cara yang berbeda.
Aktivis dari Korean Federation for Environmental Movement, Baek Na-yoon, mengingatkan tentang potensi greenwashing—strategi pemasaran atau komunikasi untuk membuat sesuatu tampak ramah lingkungan. ”Tetapi, tindakan agensi K-Pop setidaknya adalah sinyal positif,” ujarnya.
Yun Sun-jin, profesor studi lingkungan di Seoul National University, menyarankan agar agensi di K-Pop mengambil tindakan lebih jauh. Misalnya, mereka bisa membangun kantor bertenaga surya atau menggunakan panggung dan dekorasi dari bahan daur ulang.
”(Penggemar, artis, dan agensi K-pop) bisa bekerja sama menciptakan hutan tidak hanya di perkotaan di negara, tetapi juga negara-negara berkembang. Berdonasi untuk mendukung warga dan lingkungan terdampak banjir serta tanah longsor akibat cuaca tidak normal atau membangun fasilitas pembangkit listrik tenaga surya dari sebagian penjualan album adalah cara lainnya,” kata Yun.