Untuk meluaskan apresiasi, usaha menjaring kolektor baru pun ditempuh.
Oleh
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
·5 menit baca
Belumlah lengkap jika karya seni yang dihadirkan di ruang publik tak pernah dikoleksi para penikmatnya. Untuk meluaskan apresiasi tersebut, usaha menjaring kolektor baru pun ditempuh, di antaranya dengan menghadirkan pameran lukisan di tengah pameran mebel dan kerajinan internasional di Jakarta.
Para pengunjung berpakaian formal terlihat berlalu-lalang di salah satu koridor Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta. Koridor itu digunakan untuk menggelar pameran lukisan. Para pengunjung melintasinya seusai mengikuti acara pembukaan pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2024, Kamis (29/2/2024) siang itu.
Bill Mohdor Studio memprakarsai pameran lukisan yang bertajuk Create Art Make Impact tersebut. Pameran lukisan Creat Art Make Impact mengambil sepotong koridor yang sangat kecil jika dibandingkan area pameran furnitur yang diperkirakan dihadiri 12.000 orang itu.
Bill Mohdor Studio menampilkan sejumlah lukisan dari para seniman yag meliputi Edi Bonetski, Sekartadji Supanto, Sarnadi Adam, Popomangun, Vivian Harliono, Elma Lucyana, Bill Mohdor, Ryan J Trunks, M Yatim, Vincent Prijadi Purwono, dan Apel Hermawan.
”Ini benar-benar sebagai upaya untuk menarik perhatian para penikmat karya furnitur dan kerajinan agar mau menjadi kolektor baru produk seni rupa,” ujar Bill Mohdor, pemilik dan pengelola Bill Mohdor Studio.
”Bill Mohdor Studio berkolaborasi dengan seniman-seniman untuk memajukan seni rupa Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan para senimannya,” ujar Bill, yang kerap membuat konten media sosial dari pameran-pameran seni rupa.
Setiap kali menampilkan konten di media sosial, Bill memiliki slogan khas, ”Ayo, kita ledakkan seni Indonesia.” Bill mengharapkan karya seni rupa sebagai salah satu produk seni memberi ledakan kemajuan.
”Semoga dengan gerakan ini banyak generasi muda lainnya yang berbakat untuk mengharumkan kesenian Indonesia sampai dunia internasional,” ujar Bill, yang mencontohkan gerakan seperti itu pernah diledakkan oleh Raden Saleh.
Bill Mohdor menampilkan lukisan karyanya sendiri berjudul ”The Winner” (2022), dengan media cat akrilik di atas kanvas berukuran 80 cm x 100 cm. Ia melukis spirit kemenangan lewat sosok pemenang pacuan kuda.
Penikmat baru
Tujuan pameran lukisan untuk mendapatkan kolektor baru di kancah pameran mebel dan kerajinan internasional itu mungkin saja tidak serta-merta langsung tercapai. Namun, setidaknya, muncul kedekatan atau penikmat baru karya seni rupa.
”Penikmat baru akan selalu ada. Ketika tadi saya melukis, ada yang menanyakan apakah saya bisa melayani pesanan melukis wajah? Saya menjawab, bisa. Tetapi, lukisan wajahnya sesuai dengan interpretasi saya,” ujar Edi Bonetski, salah satu peserta pameran lukisan itu.
Di hari pertama pameran itu, Edi duduk di lantai persis di bawah lukisan-lukisannya yang tergantung di panel. Ia melukis dengan gaya abstrak yang ditekuninya selama ini. Ada saja pengunjung yang datang dan mendekatinya. Salah satunya, yang datang dan memesan lukisan potret wajah tadi.
Kesempatan itu digunakan Edi untuk makin mendekatkan ragam seni rupa gaya abstrak kepada publik. Banyak orang yang masih awam terhadap lukisan abstrak. Lukisan potret secara realis masih menjadi idola sebagian orang.
”Semestinya, peluang seperti ini bisa dimanfaatkan para seniman lukis potret wajah seperti yang ada di Pasar Baru, Jakarta. Kita bisa membuat sebuah festival melukis wajah,” kata Edi.
Di lokasi pameran, Edi melukis di atas kertas putih. Siapa saja boleh memesan tema lukisan dengan mengungkapkan satu atau dua kata. Edi kemudian akan menyelesaikan lukisan abstraknya sesuai tema yang disampaikan. Ia memperkirakan lukisan dikerjakan selama tujuh menit dan bisa langsung dibawa pulang.
Perupa Popomangun, peserta lainnya, juga menampilkan karya abstrak geometris. Medianya ada yang menggunakan cat akrilik di atas kanvas, tetapi ada pula yang menggunakan karpet.
”Karpet pada umumnya diletakkan di lantai. Saya ingin supaya karpet dinaikkan dan dipajang seperti lukisan, lalu jadilah lukisan ini,” kata Popomangun, seraya menunjukkan lukisannya yang diberi judul ”Live as Lovers” (2023), berukuran 120 cm x 65 cm.
Inovasi
Bagi perupa Sekartadji Supanto, tidak ada pilihan lain selain menempuh inovasi di dalam melahirkan karya-karya seni rupa. Di dalam pameran ini, Sekartadji menampilkan karya-karya dengan media susunan horizontal beberapa pelat nomor kendaraan yang sudah habis masa pakainya.
Susunan pelat nomor kendaraan berbahan aluminium itu membentuk bidang. Dari situlah Sekartadji membuat karya, antara lain ada yang dipotong untuk membentuk telapak tangan. Karya ini menjadi tiga dimensi. Ia memberi judul, ”Keterlibatan” (2023), dengan ukuran 131 cm x 115 cm x 40 cm.
Bidang pelat lainnya ada yang diperlakukan seperti kanvas lukisan. Ada yang dilukisi relief candi, kepala Buddha, dan lukisan abstrak. Permukaan pelat dengan bekas cetakan nomor menjadi kontur lukisan dan menambah keunikan karya tersebut.
Perupa Muhammad Yatim Musfata menampilkan lukisan-lukisan realis. Di antaranya mengambil metafora tentang ikan-ikan di dalam lautan disertai permukaan yang memantulkan sinar matahari. ”Ketika kita ingin menuju sinar terang itu, haruslah menyusuri lorong,” kata Yatim.
Ketidakterdugaan ada di setiap jengkal lorong. Ada misteri, tetapi mau tidak mau itu harus ditempuh. Yatim memvisualisasikan gagasan ini dengan karya yang diberi judul ”Mystery of Luck” (2024), dengan media cat minyak di atas kanvas berukuran 200 cm x 140 cm.
Yatim melukis barisan ikan di dalam lautan seperti menyusuri lorong menuju terang di permukaan, kemudian masuk ke dalam air. Di kedalaman itu Yatim melukiskan barisan ikan merah tadi membentuk angka sembilan, sebagai angka yang terbesar.
Ia membicarakan tentang misteri dari sebuah keberuntungan yang harus dicapai dengan melalui perjalanan berliku. Perjalanan itu seperti menyusuri lorong menuju terang yang diliputi ketidakterdugaan tadi.