Joyland edisi Bali digelar lagi mulai Jumat (1/3/2024) sore ini. Pasir, angin pantai, rerumputan, musik sendu berpadu.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·5 menit baca
Gelaran festival musik Joyland edisi Bali akan dimulai pada Jumat (1/3/2024) sore ini sekitar pukul 17.00 di The Peninsula Island, Nusa Dua, Bali. Musisi psikadelik kawakan Shintaro Sakamoto akan menggoda pengunjung dengan melodi-melodi yang penuh liukan itu. Bisa jadi hari pertama ini akan menjadi yang paling berasa rock selama tiga hari ke depan.
Shintaro Sakamoto adalah pemusik yang berasal dari Osaka, Jepang yang kini berusia 56 tahun. Sejak lama, dia dikenal sebagai pendiri, dedengkot band psikadelik rock bawah tanah bernama Yura Yura Teikoku. Setelah hampir dua dekade, band ini bubar jalan pada 2010. Sakamoto jalan sendiri dan menghasilkan empat album solo.
Album-album solonya cenderung beda gaya dengan musikalitas band dia terdahulu. Pada debut album solonya How to Live With a Phantom (2012), corak musiknya cenderung funk dengan nuansa lembut, mengayun, dan sendu. Nuansa funk ini masih terasa di album keduanya Let’s Dance Raw (2014), tetapi diracik santai dengan sayatan gitar pangku.
Kepada NPR, Sakamoto berucap, lewat corak musiknya, dia hendak menyuguhkan suasana kota pinggiran yang cenderung kalem. ”Tanpa bermaksud membuatnya terlalu Hawaiian, aku mengadopsi suara dari instrumen tradisional Jepang, untuk menggambarkan suasana pinggiran kota,” katanya.
Pada album perdana itu, Sakamoto menyuguhkan berbagai macam instrumen, seperti terompet untuk mengisi melodi, bongo sebagai pelengkap perkusi; sementara bunyi gitar yang telanjang jadi pelengkap sesi ritem saja. Temponya sedang. Di lagu ”My Memories Fade”, misalnya, yang terbayang di kepala adalah ayunan daun kelapa tertiup angin semilir di tepi pantai.
Suasana lagunya pas dimainkan di arena The Peninsula Island yang telah dipakai sebagai arena sejak festival garapan Plainsong Live mendarat di Bali pada 2022 ketika pandemi Covid-19 agak melandai. Tepi pantai, rerumputan, pasir, angin laut, dan musik-musik pelan sepertinya jadi karakter festival edisi Bali ini.
Sakamoto akan tampil di panggung utama mulai pukul 22.30. Dia dapat jatah main 60 menit. Penampilan Sakamoto menutup perhelatan di hari pertama ini. Sebelum musisi Jepang ini, tampil duo indie pop/elektronika Pearl & The Oysters asal Los Angeles. Sementara pembuka festival di hari pertama adalah band dalam negeri Envy*, dan White Shoes and the Couples Company.
Penampil dalam negeri yang akan main di panggung besar di Jumat ini, antara lain, Nadin Amizah, The SIgit, Stars and Rabbit, dan The Adams. Sementara di panggung yang lebih kecil bernama Lily Pad jadi tempat bermain penampil-penampil tuan rumah Bali. Umumnya, mereka memainkan musik eksperimental.
Keliaran musisi Bali
Para penampil di panggung ini dikurasi oleh musisi eksperimental Gabber Modus Operandi dan Kasimyn. Mereka mengajak sekelompok nama dari kumpulan Kepus Pungsed, yaitu Gangsar, Graung, Gumatat Gumitit Gospell, Kadapat, Putu Septa & Nata Swara, serta Rule Kabatram.
”Bali itu besar sekali. Dan Kepus Pungsed ini adalah usaha untuk mengumpulkan talenta musik eksperimental musik Bali yang liar, mengakar, sambil berdialog dengan teknologi,” kata Kasimyn. Janji Kasimyn akan keliaran teman-teman musisinya itu akan tersaji mulai hari pertama ini. Grup Graung akan main sore hari; sementara Kasimyn, B2B, dan Mairakilla main menjelang malam. Rule Kabatram tampil di antara jadwal The Adams dan Pearl & The Oysters. Musisi Bali yang tampil di panggung utama di luar kancah musik eksperimental adalah band Dialog Dini Hari.
Kehadiran musisi setempat dipercaya memberi dampak besar pada keriuhan kancah musik Pulau Dewata. Pemengaruh musik asal Bali, Rudolf Dethu berucap, gairah berkesenian di Bali tak menyurut. ”Kehadiran tetap Joyland di Bali dampaknya sungguh signifikan bagi kancah musik lokal. Acara ini mengundang musisi nasional dan internasional yang bisa menjadi inspirasi meninggikan standar musikal. Pasti akan menimbulkan efek ekor jas pada gairah bermusik di Bali,” kata Dethu.
Saat merancang program, saya memikirkan apa yang dibutuhkan keluarga, apa yang bisa memantik kebahagiaan dan memicu inspirasi mereka.
Joyland mempertahankan memanggungkan aksi stand-up comedy. Komedian Soleh Solihun yang mengumpulkan talentanya. Pada Jumat ini, yang tampil adalah Nyoman Nanda menjelang marahari terbenam, lalu Rin Hermana selepas senja, disusul komedian ”besar” Mukti Entut dan Mo Sidik di malam hari. Setiap komika tampil selama 15 menit di panggung bernama Shroom Stage.
Suguhan film di ”layar tancap” juga akan berlangsung saban hari. Film-filmnya dipilih oleh kurator dari festival Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF). Ada juga wahana ruang tertutup White Peacock untuk menghibur anak-anak kecil. Ya, festival ini selalu ramah anak. ”Saat merancang program, saya memikirkan apa yang dibutuhkan keluarga, apa yang bisa memantik kebahagiaan dan memicu inspirasi mereka,” kata Lintang Sunarta, Managing Director Joyland Festival.
Meski diimbuhi pertunjukan komedi, film, jajanan, dan aktivitas anak, Joyland adalah festival musik. Suguhan utamanya adalah musik. Selain Shintaro Sakamoto, penampil utama di Joyland kali ini adalah Kings of Convenience dari Norwegia, yang akan main Sabtu pukul 19.00, disjoki dari negara yang sama Todd Terje, Gilles Peterson dari Perancis yang tenar dengan musik disko, serta dua band indie pop dari Chicago, AS, yakni The Walters dan Whitney.
Jadwal pentas mereka terbagi selama tiga hari itu, tapi sama-sama main di panggung utama. Meski mengusung gaya berbeda, rata-rata penampil utama itu menyisipkan nuansa elektronika pada karyanya. Rasanya hanya Kings of Convenience yang bermain akustik dengan lagu-lagu pop baladanya. Pun begitu, rasanya pas saja pop akustik mengalun di tepi pantai, seperti melambatkan hari, dan aliran darah.
Penggemar musik rock, apalagi death metal rasanya salah tempat. Tapi jika tetap harus datang ke Joyland, Anda bisa menghabiskan waktu melipir ke arena bar, berkenalan dengan orang baru, berbagi minuman, mengobrolkan selera musik sambil selonjoran. Siapa tahu keajaiban pantai Bali yang konon menghipnotis itu memperlebar horizon musik Anda. Siapa tahu.