Siapa Saja Boleh Bersenang-senang
Festival musik Joyland mengukuhkan identitas sebagai acara musik yang ramah bagi berbagai usia, dari anak hingga dewasa.
Hadirin konser atau festival musik kerap harus ”pensiun” setelah punya anak. Maklum, tak semua acara dan ruang publik ramah anak. Joyland lantas hadir sebagai pembalik keadaan. Anak-anak bisa bersukacita di festival musik tahunan ini. Orang dewasa apalagi.
Sepekan sudah lewat, lagu ”Rest My Chemistry” dari band Interpol masih terngiang-ngiang. Temponya tak mengentak, bagian untuk bernyanyi bareng pun nyaris tak ada. Tapi jalinan nada dan tempo yang seperti ”menyeret” itu terasa magis, membius.
Band asal New York, AS, ini tampil sebagai band terakhir setelah festival Joyland berlangsung selama tiga hari di Stadion Baseball GBK, Senayan, Jakarta. Lagu ”Rest My Chemistry” dimainkan setelah hari baru saja berganti Senin (27/11/2023). Bulan purnama makin melenakan penonton supaya nikmati saja dulu apa yang ada, urusan Senin dipikirkan kemudian. Istirahatkan kimiawi (dalam tubuhmu) seperti yang dinyanyikan Paul Banks dan kawan-kawan.
Interpol merilis lagu ”Rest My Chemistry” itu dalam album Our Love to Admire keluaran 2007. Di tahun itu, Paul Banks, penulisnya, berusia 29 tahun, umur yang sangat produktif ketika kepala diisi banyak gagasan. Namun, Banks lelah juga. Makanya dia menulis larik ”I haven’t slept for two days/I’ve bathed in nothing but sweat…. Tonight I’m gonna rest my chemistry” yang bisa diterjemahkan ”Aku belum tidur dua hari/Belum mandi kecuali berkeringat…. Malam ini aku rehat.”
Baca juga: Hujan dan Suara dari Selatan
Bisa jadi, saat itu Banks tengah mengalami krisis perempat hidup atau quarter-life crisis. Setidaknya, Nadya (38), penonton dan penggemar Interpol mengimaninya demikian. ”Waktu lagu itu keluar, aku dan tim di kantor lagi ngerjain proyek besar pertamaku. Rasanya capek banget. Lagu itu kuputar kalau lagi capek-capeknya,” kata pekerja di bidang periklanan ini.
Ini adalah konser Interpol pertama dia setelah gagal menonton di Singapura pada 2018 karena alasan pekerjaan. Dia takjub mendapati band idolanya memilih lagu-lagu yang tak terlalu beken, seperti ”Pioneer to the Falls” dan ”My Desire”. Walau begitu, dia mengaku girang juga waktu ”Evil” atau ”Slow Hands” dibawakan. Dua lagu itu ibarat lagu wajib Interpol.
Nadya terkesan dengan penyusunan penampil di festival besutan Plainsong Live ini. ”Atmosfer festival selama tiga hari ini, kan, rasanya joy, riang ya. Tapi, penutupnya Interpol yang agak gloomy (murung) gitu. Ibaratnya abis dikasih yang manis-manis, ujungnya dikasih yang agak pahit. Luculah,” ujarnya.
Baca juga: Keriaan Joyland Dimulai Malam Ini
Arena panggung utama yang sesak ketika Interpol membuka set sekitar pukul 23.40 berangsur lengang saat gerimis merintik di tengah set. Penggemar, yang umumnya berumur 27 tahun ke atas, tak peduli hujan. Sebab, baru kali ini Interpol manggung di dalam negeri. Interpol memimpin hajatan bagi golongan yang beranjak mapan. Lagian, sebagian penonton sudah ”terlatih” berhujan-hujanan dua hari sebelumnya.
Gelar tikar
Festival Joyland yang berlangsung pada 24-26 November 2023 ramai pengunjung beragam usia. Ada orang dewasa yang masih segar-segar, ”setengah segar”, hingga yang berkeriput tipis. Ada lagi anak-anak berusia SD sampai balita yang asyik duduk di stroller—ada penyewaannya. Semua membaur dalam keriaan Joyland walau hujan deras mengguyur di hari pertama dan kedua.
Namun, bagi anak-anak Rahne Putri (37), hujan adalah ”bumbu” konser yang sangat mengasyikkan. Walau sudah diajak berteduh, sang anak lebih memilih nonton konser sambil hujan-hujanan di balik jas hujan warna-warni. Mereka jarang keceh alias main air.
”Anak-anakku itu jarang hujan-hujanan. Pas nonton David Bayu, anak pertamaku mau nonton di dekat panggung dan mereka senang banget hujan-hujanan,” kata Rahne saat dihubungi pada Jumat (1/12/2023). ”Paling siapin minyak telon dan jamu saset biar enggak sakit, ha-ha-ha.”
Rahne memang sudah menyiapkan berbagai hal sebelum berangkat ke Joyland. Ini agar pengalaman menikmati festival musik bersama suami dan anak-anaknya yang berusia 3 tahun dan 7 tahun mulus. Rahne menyiapkan stroller atau kereta dorong, tikar, dan jas hujan.
Ia tak menyiapkan makanan karena tahu ada berbagai macam kios makanan dan minuman di sana. Walau demikian, Rahne dan suami mengajak anak-anaknya makan sebelum bertandang ke Joyland. Perut kenyang adalah kunci agar anak tak lekas rewel.
Jika lelah berdiri, Rahne tinggal menggelar tikar dan duduk di lapangan rumput seperti pengunjung-pengunjung lain. Ini seperti piknik berkedok konser. Beberapa puluh meter dari bibir panggung ada banyak orang menggelar tikar dan ngaso sembari berdendang. Ada pula yang menggelar jas hujan untuk alas duduk atau langsung duduk di atas rumput. Pokoknya, senyaman kamu saja. Bahkan, ada yang tiduran dan tak bergerak sampai beberapa lagu usai. Rupanya ia ketiduran betulan!
Pengunjung yang datang membawa anak pun tak perlu khawatir. Area White Peacock di Joyland menyediakan berbagai aktivitas seru buat anak-anak, seperti membuat mahkota, membawa buku, mewarnai, mendengarkan cerita, dan merias wajah dengan lukisan. Anak di bawah umur 12 tahun masuk gratis.
Wahana itu terbilang jarang ada di festival lain. Beberapa perhelatan menyediakan ruang buat anak, tapi minim aktivitas. Akibatnya, kereta dorong anak berseliweran berebut ruang dengan gerombolan orang dewasa yang bisa merokok di mana saja. Itu tak terjadi di Joyland.
”Aku suka pada attention to details-nya Ferry dan Lintang (pendiri Plainsong Live dan promotor Joyland). Orang-orang enggak merokok. Di sini ada area merokok, jadi yang bawa anak bisa tenang,” kata Rahne yang juga kreator konten.
”Kita juga bisa piknik. Santai banget! Setiap orang bisa menikmati waktu sesukanya. Yang mau bobok silakan, nonton sambil ngobrol boleh, mau workshop sama anak bisa. Buatku yang datang bawa keluarga, ini lengkap banget. Paket komplet!” ujarnya lagi.
Rahne hanya mengajak anak-anaknya menonton Joyland di hari pertama dan ketiga. Hari kedua khusus untuk Rahne dan suami berpacaran dan menonton band kesukaan yang baru manggung jelang tengah malam. Di hari kedua Rahne menantikan The Adams, sementara suaminya Fleet Foxes.
Pengalaman baru
Joyland juga jadi ajang menambah pengalaman baru buat keluarga. Rahne dan suami dulu adalah penggemar konser dan festival musik. Sejak punya anak, hobi ke konser jadi tereduksi. Hadirnya Joyland membuat Rahne bungah. Akhirnya ada festival musik bisa disalurkan kembali.
Anak-anaknya pun senang. Selain menikmati panggung David Bayu, anaknya pun suka dengan Sore. Dalam satu kesempatan, anak sulung Rahne berkata, ”This is the best day of my life!”
Joyland juga jadi ajang baginya dan suami untuk mengenal musisi-musisi yang baru ia tahu, seperti The Marloes dari Surabaya dan Otoboke Beaver dari Jepang. ”Otoboke Beaver itu seru banget energinya! Aku berpikir, wah, siapa perempuan-perempuan gila ini? Senang banget!”
Baca juga: Ferry dan Racikan Kegembiraan
Nicko (33), penonton juga, ”terpaksa” mendekam dulu di area khusus berumur 21 tahun ke atas di sudut arena. Sebabnya, dia baru saja membeli minuman yang semula mau dia minum sambil nonton Bloc Party di hari kedua. ”Ternyata minumnya harus di tempat ini, enggak boleh dibawa keluar,” katanya.
Dia patuh, enggan bikin onar. Setelah gelasnya kosong dan puntung terakhir dia buang, Nicko melangkah buru-buru mengejar sisa lagu band targetnya. Dia terpeleset sedikit, tapi tidak jatuh, lalu mengacungkan jempolnya. Tanda ”sip” itu bisa mewakili kondisinya. Sip juga buat festivalnya.