Art Jakarta di Rumah Baru
Art Jakarta makin aktif dan tidak kalah menarik menyuguhkan karya seni rupa melalui karya-karya komisi bersama seniman.
Hajatan seni rupa internasional Art Jakarta 17 hingga 19 November 2023 menempati rumah baru di Jakarta International Expo atau JIExpo, Kemayoran, Jakarta. Soal kebaruan isinya, penyelenggara mengklaim di antaranya para mitra atau sponsor makin aktif dan tidak kalah menarik dalam menyuguhkan karya seni rupa melalui karya-karya komisi bersama seniman.
Seniman asal Bandung, Syaiful Aulia Garibaldi (38), misalnya. Ia mengerjakan karya komisi dari mitra perusahaan mobil premium MINI di bawah BMW Group. Sebelumnya, pada Juli 2023 ia didatangi Enin Supriyanto, Direktur Artistik Art Jakarta.
Enin meminta Tepu, panggilan akrab Syaiful, agar merespons mobil yang ditawarkan pihak sponsor untuk ditampilkan di Art Jakarta 2023. Mobilnya, Mini Electric yang diluncurkan di Indonesia pada 2022.
Tepu selama ini menjadi seniman yang dikenal lewat karya-karya artistik dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati. Ia menuntaskan studi seni grafis pada 2004-2010 di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB). Kemudian melanjutkan S-2 Magister Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI) pada 2020-2023.
”Gagasan awal yang kami bahas bersama Enin pada waktu itu, bagaimana merespons medium sebuah mobil elektrik dari pihak sponsor, seperti menumbuhkan suatu jenis tanaman tertentu dan sebagainya,” ujar Tepu, Jumat (17/11/2023), ketika ditemui Kompas di dekat karyanya di JIExpo.
Betapa rumit dan begitu repotnya ketika membayangkan rancangan mobil baru dijadikan medium karya seni sebagai tempat hidup dan tumbuh jenis tanaman tertentu. Tepu segera menemukan ide lain. Ia mengingat ada jenis tanaman tertentu yang hidupnya tidak menggunakan medium tanah. Jenis tanaman itu bisa melayang-layang, menempel di berbagai tempat, dan memiliki habitat alam seperti di Bandung. Itulah jenis tanaman yang dikenal Tepu sejak lama sebagai jenggot musa. Nama latinnya Tillandsia usneoides.
Kemudian disepakatilah untuk merespons mobil Mini Electric dengan jenis tanaman jenggot musa. Tepu mulai menumbuhkan banyak juntaian jenggot musa hingga beberapa meter. Ia menyusun dan menempelkannya di permukaan mobil.
”Jenggot musa ini masih hidup dan akan terus tumbuh di mobil. Ini jenis tanaman yang memang tidak membutuhkan banyak paparan sinar matahari,” ucap Tepu, yang berusaha meyakinkan jenis tanaman jenggot musa di atas mobil Mini Electric itu tidak mati.
Pihak perusahaan Mini menyambut gembira. Karya komisi bersama seniman ini dinilai sejalan dengan visi perusahaan untuk menunjang teknologi yang lebih ramah lingkungan. Ini sejalan dengan visi teknologi yang menggabungkan seni dan lingkungan.
Ketidakpastian
Ada lagi Syagini Ratna Wulan (44), seniman asal Bandung. Cagi, panggilan akrab Syagini, mengerjakan karya komisi dari perusahaan Bibit, penyedia layanan dan aplikasi investasi digital. Syagini menempatkan 178 kabinet kaca transparan yang diisi dengan beraneka macam benda dan di bagian atas kaca diberi tulisan beraneka macam pula.
”Saya ingin mengajak pengunjung untuk membicarakan banyak hal yang selalu memiliki ketidakpastian. Termasuk ketidakpastian pada infrastruktur seni kita,” ujar Syagini, lulusan FSRD ITB pada 1997-2001, dan melanjutkan Pascasarjana Kajian Budaya di Goldsmith College, University of London, Inggris, 2005-2006.
Seni instalasi deretan sebanyak 178 kabinet kaca transparan itu bertajuk ”Memory Mirror Palace”. Sebelum ditampilkan di Art Jakarta, karya ini diberi tajuk ”Lost Verses: Akal Tak Sekali Datang, Runding Tak Sekali Tiba”, ditampilkan di Paviliun Indonesia, Venice Biennale, Italia, pada 2019.
Peribahasa Minang ”akal tak sekali datang, runding tak sekali tiba” memiliki makna bagaimana permasalahan berangsur selesai dan bagaimana berbagai hal menjadi masuk akal pada waktunya melalui proses panjang negosiasi dan percabangan pikiran. Ini mencerminkan akal kita dan diri kita dalam perwujudan-perwujudan ulangnya. Ia berbicara tentang cara mengenali, cara mengidentifikasi di tengah perubahan, sekaligus pada sisi lain ketetapan dari titik paham itu sendiri.
Di tengah dunia masa kini yang saling terhubung dan berubah serba cepat, pemahaman itu juga jadi serba terburu-buru dan jenuh. Ketegasan akal seolah kehilangan pijakan. Subyek diri yang lokal terombang-ambing dalam proses negosiasi dengan apa yang ada di luar dan sekaligus dengan apa yang sesungguhnya sudah ada di dalam.
”Saya mengajak penikmat karya ini untuk masuk dalam suatu dialog dengan tafsir yang bebas. Teks, benda, dan hubungan saling silang di antara kabinet kaca hanyalah pemicunya,” kata Syagini.
Perusahaan Bibit yang menggandeng Syagini merupakan satu di antara tiga mitra utama Art Jakarta 2023. Dua mitra utama lainnya meliputi Julius Baer dan UOB. Julis Baer merupakan perusahaan keuangan asal Swiss yang menampilkan karya-karya dari para pemenang Julius Baer Next Generation Art Prize in Asia 2023.
UOB, sebuah institusi perbankan regional, memajang 25 karya terbaru dari para pemenang UOB Painting of the Year dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Selain itu, UOB menggandeng Farhan Siki, seniman yang menetap di Yogyakarta dan menjadi pemenang UOB Painting of the Year 2022 di Indonesia.
Farhan Siki menampilkan seni interaktif dengan pengunjung, khususnya anak-anak. Ia menggunakan teknik seni cetak dari limbah kertas kardus untuk membuat bentuk elemen pepohonan.
”Karya seperti ini selain untuk mengenalkan seni tentang lingkungan kepada anak-anak, sekaligus memanfaatkan limbah kertas kardus,” ujar Farhan Siki.
Mitra lainnya, seperti Treasury, perusahaan penyedia aplikasi perdagangan emas fisik secara digital, memamerkan karya pemenang Treasury Art Prize 2023, Eldwin Pradipta. Eldwin menyuguhkan karya seni digital yang mengilustrasikan paralelisme antara investasi emas dan dunia seni rupa. Karyanya itu diberi judul, ”Is This Artwork in the Room with Us Right Now?”.
Ada lagi mitra Superlive yang bergerak di bidang multimedia, menyajikan tiga karya pemenang kompetisi Supermusic Superstar. Karya-karya itu disajikan ke dalam instalasi multimedia ”Reconstruction the Deconstruction”.
Berikutnya, mitra iForte yang menyajikan proyeksi visual digital yang digerakkan oleh data, berjudul NOC//Turne karya Jeffi Manzani (Indonesia). Mitra perusahaan Taco yang menghasilkan produk interior menampilkan karya komisi seniman asal Korea Selatan, Park Jihyun. Jihyun memajang Thomson 6.1944 S 106.8229 E, sebuah Edisi Khusus dari Thomson Series, yang menggubah narasi baru tentang barang habis pakai dalam kombinasinya dengan produk-produk Taco.
Mitra Blue Label mengusung karya komisi yang digarap Rebellionik (Indonesia). Karya instalasinya diberi tajuk, IN/TOUNGE/IBLE yang berusaha membangkitkan pengalaman indra kita.
Berinovasi
Art Jakarta 2023 yang pertama kali diselenggarakan di JIExpo ini menempati ruang seluas 10.000 meter persegi, menampung ruang pajang untuk 40 galeri dalam negeri dan 28 galeri luar negeri. Tiket sebesar Rp 150.000 dikenai bagi setiap pengunjung.
”Art Jakarta di tahun sebelumnya bisa menjual sekitar 32.000 tiket. Tahun 2023 ini, ditargetkan bisa terjual 35.000 tiket,” ujar Tom Tandio, Direktur Art Jakarta.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid dalam sambutan pembukaan menyebutkan, Art Jakarta 2023 wujud nyata kreativitas yang tak pernah lelah berinovasi.
Tahun ini, kita akan kembali menyaksikan sebuah perhelatan seni yang menggabungkan tradisi, modernitas, dan teknologi di Jakarta.
”Tahun ini, kita akan kembali menyaksikan sebuah perhelatan seni yang menggabungkan tradisi, modernitas, dan teknologi di Jakarta. Sebagai venue baru yang lebih luas dan strategis, JIEXpo Kemayoran merupakan kanvas sempurna bagi seniman dan galeri dari dalam dan luar negeri untuk menampilkan karya-karya terbaik,” ujar Hilmar.
Penyelenggara Art Jakarta juga mengagendakan peluncuran buku Vice Versa (fotografer Indra Leonardi), Illuminations (Carla Bianpoen), dan Skena 2000> (Farah Wardani). Ada fenomena perubahan sosial disajikan Farah Wardani ke dalam bukunya.
”Saya menyoroti perubahan kegiatan seni rupa di Indonesia sejak tahun 2000 sampai sekarang. Kita dulu mengenal adanya pasar wacana dan wacana pasar untuk setiap kegiatan seni rupa, tetapi saya melihat sekarang ada perubahan menuju pasar wahana,” ujar Farah.
Pasar wahana yang dimaksudkan Farah, menyoroti persoalan tempat atau wahana penyelenggaraan pameran seni rupa yang jauh lebih berkembang. Pada akhirnya, wahana seni rupa seperti tempat rekreasi yang dibutuhkan publik. Publik pun rela membayar tiket untuk mengunjungi wahana seni rupa tersebut.