Wajah Baru Anugerah Musik Indonesia
Ajang apresiasi Anugerah Musik Indonesia Awards memasuki penyelenggaraan ke-26. Formatnya berubah. Kategori bertambah. Kementerian turun tangan. Siarannya digital. Raim Laode, GAC, Laleilmanino, dan Diskoria moncer.
Kancah musik dalam negeri sangat riuh: produknya terentang dari yang dipoles megah sampai karya yang lahir dari kamar tidur. Tak seperti produk sinema, apresiasi berupa ajang anugerah karya musik minim sekali. Ajang AMI Awards adalah satu dari sedikit itu, dan bertahan hingga penyelenggaraan ke-26 pada tahun ini. Independensinya sedang diperkuat.
Malam penganugerahan Anugerah Musik Indonesia (AMI) Awards ke-26 berlangsung pada Rabu (8/11/2023) di aula JIExpo Convention Center & Theater di Kemayoran, Jakarta. Berbeda dari penyelenggaraan sebelumnya, kali ini ajang itu tak disiarkan oleh stasiun televisi, melainkan kanal Youtube—salah satunya Indonesiana TV yang dikelola Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI.
Runutan acaranya dikelola New Live Entertainment pimpinan Dino Hamid yang berpengalaman menyelenggarakan hajatan berupa konser maupun festival musik. Dino adalah Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia. Ia dan timnya mengemban tanggung jawab membuat konsep acara penyelenggaraan yang lebih segar.
Salah satu upayanya adalah mengubah pola pembacaan nomine dan penyerahan piala. Dari 62 kategori yang dinilai 28 dewan juri, hanya 12 yang pemenangnya diundang naik panggung untuk menerima piala. Sisanya, nama pemenang dibacakan oleh pembawa acara, Jamie Aditya dan Patricia Gouw.
Baca juga: KLa Project Pukau Penggemar di Jakarta
”Pemenang yang disebutkan tolong berdiri dari kursi agar kamera kami bisa menyorot. Pialanya bisa diambil di lantai tiga setelah acara usai,” kata Patricia dari panggung yang terletak di lantai enam gedung tersebut. Sepanjang acara, Jamie dan Patricia berulang kali mengingatkan pemenang agar tak lupa mengambil piala. Lucu juga.
Pembacaan nomine dan pemenang untuk 50 kategori ini berjalan panjang sejak dari sekitar pukul 20.00 sampai hampir pukul 23.00. Selama itu belum ada satu pun pemenang yang mengucap syukur di panggung, hadirin menguap di kursi. Di antara pembacaan pemenang kategori itu, pertunjukan musik digelar. Ada 12 pertunjukan khusus dirancang. Satu pertunjukan kebanyakan berisi dua sampai tiga artis membawakan lagu jagoannya, atau berkolaborasi.
Penampil pertama, Dwiki Dharmawan dan Ivan Nestorman, membawakan nomor ”Benggong Banggong”, lagu klasik Manggarai, NTT, dengan iringan perkusi kendang sunda dan gondang batak. Suguhan itu langsung dirangkai dengan kolaborasi elektronika Alffy Rev dan Novia Bachmid yang memainkan ”Wonderland Indonesia”, rangkaian lagu-lagu daerah. Untaian itu seolah mau menunjukkan inilah ajangnya musisi Indonesia, yang sebenarnya banyak juga yang menulis lagu berbahasa Inggris.
Ditinggal makan
Cara tak lazim pembacaan nomine dan pemenang kategori ini membuat tensi acara tak kunjung panas. Pertunjukan musik di sela-selanya sedikit membantu, meski berasa berat juga. Penampilan GAC dan Teza Sumendra lumayan menyegarkan dan menunjukkan betapa megahnya tata lampu panggung, serta ketajaman tujuh layar digital yang mengitarinya. Namun, warna musik pop/R&B besutan mereka terulang beberapa kali setelahnya.
Lagu dangdut ”Sekali Seumur Hidup” dari Lesti yang memenangi kategori Artis Solo Dangdut Kontemporer Terbaik tak memanaskan suhu ruangan yang dinginnya kebangetan itu. Aksi ”terbang” Lesti di penghujung lagu dengan bantuan tali cukup mengembalikan perhatian ke panggung. Nomor mengentak dari Isyana Sarasvati yang memenangi Album Terbaik Terbaik adalah yang paling panas.
Pemecahan sesi penganugerahan piala ini membuat kagok salah satu pemenangnya. Vicky Prasetyo, pemenang kategori Artis Solo/Group/Kolaborasi Koplo Terbaik untuk lagu ”Rungkad” urung naik panggung. Padahal, dia masuk di sesi pemenang yang langsung menerima piala di panggung. Ketika dipanggil, Vicky tak ada di kursinya. Padahal dia belum pulang.
”Di rundown, saya masuk sesi pertama diumumkan. Begitu masuk sesi kedua, saya turun makan sambil memantau lewat streaming. Eh, malah kategori saya itu masuk ke sesi kedua. Nama saya dipanggil. Saya mengejar naik, tapi ya sudah telat. Akhirnya ambil piala saja di lantai 3,” kata Vicky.
Perubahan konsep ini, kata Anindyo Baskoro, musisi yang akrab dipanggil Nino dari kelompok produser Laleilmanino adalah suatu hal yang baik. ”Tiap tahun justru harapannya formatnya bisa terus berbeda dan menjadi lebih menarik. Apalagi, AMI ini seperti Lebarannya para musisi, jadi momen berkumpul dan memberi apresiasi,” kata Nino yang dapat piala bergengsi Karya Produksi Terbaik Terbaik atas lagu ”Badai Telah Berlalu” gubahan Laleilmanino, Diskoria, dan Bunga Citra Lestari.
Apresiasi juga disampaikan komposer Andi Rianto, yang jadi langganan pemenang AMI Awards sejak 1999. ”Meski belum sempurna, format baru ini pantas diapresiasi. AMI Awards tahun ini terasa lebih independent, lepas dari pertimbangan rating penonton,” ujar pemenang kategori Karya Produksi Re-Aransemen Terbaik untuk lagu ”Sang Dewi” yang dinyanyikan Lyodra ini.
Andi, yang moncer bersama kelompok Magenta Orchestra ini, mengenang ajang AMI Awards membuka kemungkinan bagi pendatang baru meraih pialanya berdasarkan kualitas karya, bukan popularitas. Piala pertama yang ia boyong pada 1999 berasal dari kategori Pencipta Lagu Terbaik Terbaik untuk nomor ”Bahasa Kalbu” bersama Dorie Kalmas dan Titi DJ. ”Itu tahun pertama saya masuk industri musik Indonesia,” kata Andi yang waktu itu baru pulang ke tanah air setelah menempuh studi komposisi musik di Berklee College of Music, AS.
Nilai lagu
Kategori yang diraih Andi 24 tahun lalu itu, kini diteruskan oleh Raim Laode lewat lagu ”Komang” yang viral setahun belakangan. Sebelumnya, pemuda 29 tahun ini lebih dikenal sebagai komika lulusan ajang Stand Up Comedy Academy, dan memainkan ”peran kecil” di sejumlah film. Ketenaran baru dia raih setelah menulis lagu ”Komang”.
Malam itu, dia beraksi bareng grup Soegi Bornean, dan dua kali naik panggung mengambil pialanya; satu untuk kepenulisan lagu pop, satu lagi sebagai Artis Solo Pria Pop Terbaik. Pidato kemenangannya dibuka dengan ucapan ”Innalilahi”, bukannya ”Alhamdulilah”. Kenapa?
”Saya lahir di tempat di mana orang dilarang berkembang jadi besar. Di Wakatobi, tempat kelahiran saya, orang-orang hanya (didorong) untuk jadi PNS. Saya persembahkan (piala ini) untuk orang miskin di Wakatobi. Kalian bisa jadi apa saja. Mimpi itu gratis. Silakan ambil!” kata dia yang mengundang tepuk tangan. Itu adalah sambutan kemenangan paling kuat sepanjang durasi acara.
”Saya salut dengan (kerja keras) Raim,” kata Andi Rianto.
Kemilau piala AMI Awards juga meneguhkan Alda Wiyekedella, penyanyi asal Surabaya berusia 24 tahun. Video musik untuk lagu ”Tertawan Hati” yang dikerjakan secara swadaya bersama tiga temannya diganjar piala Video Musik Favorit. Setahun mengudara di Youtube, video dengan lirik lagu mendayu itu ditonton 92 juta kali. Itu jadi pertimbangan penyelenggara.
Memasuki tahun politik, semangat ini perlu diingatan lagi bahwa penting untuk selalu menghargai dan mensyukuri perbedaan karena hal itu akan melahirkan sintesis yang luar biasa. Terbukti, musik Indonesia luar biasa bermacam jenisnya, tapi dapat menyatu dengan indah.
Awdella, nama panggungnya, terisak haru ketika menerima piala. ”Sama sekali nggak nyangka bisa dapat piala. Saya sempat kepikiran untuk berhenti jadi penyanyi karena sedang down setelah bikin lagu itu,” kata Awdella ketika ditemui usai acara. ”Nanti sampai Surabaya saya ajak tim saya lagi untuk lanjut bikin lagu sampai jadi album,” tekad jebolan ajang Indonesian Idol musim kesepuluh ini dengan muka berseri-seri.
Baca juga: Menjual Gagasan di Busan
Lewat ajang AMI Awards, kita seperti diingatkan bahwa musik punya daya yang kuat bagi pribadi seperti Raim Laode ataupun Awdella. Lebih besar lagi, musik dipercaya menjembatani aneka perbedaan yang menjadi kekhasan Indonesia.
”Memasuki tahun politik, semangat ini perlu diingatan lagi bahwa penting untuk selalu menghargai dan mensyukuri perbedaan karena hal itu akan melahirkan sintesis yang luar biasa. Terbukti, musik Indonesia luar biasa bermacam jenisnya, tapi dapat menyatu dengan indah,” kata Ketua Umum AMI Candra Darusman.
Keberagaman itu tecermin dalam kategorisasi penghargaan. Tahun ini, sebanyak 4.858 lagu rilisan periode 1 Juli 2022 sampai 30 Juni 2023 diseleksi dan dikelompokkan dalam 62 kategori. Tahun sebelumnya 57 kategori. Kategori ini terus berkembang. Pada penyelenggaraan pertama di 1997, ajang ini ”hanya” mengakomodasi 34 kategori.
Syaharani, salah satu juri kategorisasi, bilang, penambahan kategori ini berkaitan dengan pengembangan genre yang mengikuti perkembangan zaman. Bukan tidak mungkin, AMI Awards berikutnya memasukan kategori musik liyan yang berkembang di bawah permukaan, tak melulu urusan laris di pasaran. Apalagi, perkembangan distribusi digital mengacaukan penghitungan konvensional.
”Sukses lagu tidak hanya dari angka. Penilaian menitikberatkan juga pada kualitas dan teknis juga. Setiap lagu punya nilai di luar angka-angka,” kata Nino. Kami sepakat.