Rajutan Kebinekaan di Pekan Kebudayaan Nasional
Titik-titik itu tak sekadar ruang pamer, tetapi juga ruang perjumpaan kolektif seni dan berbagai lapisan masyarakat.
Sebanyak 40 titik. Banyak sekali ruang publik yang tersebar di Jabodetabek, digunakan secara serentak untuk acara puncak Pekan Kebudayaan Nasional 2023. Titik-titik itu tidak sekadar menjadi ruang pamer, tetapi sekaligus ruang-ruang perjumpaan kolektif seni dan berbagai lapisan masyarakat.
Kolektif seni atau komunitas seni masyarakat yang bergerak di bidang seni inilah yang dihimpun menjadi para penampil. Direktorat Jenderal Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi selaku penyelenggara Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) mencatat, ada 660 komunitas atau kolektif seni terlibat dari sejumlah daerah. Mereka dilibatkan sejak genta PKN ke-4 ini dibunyikan Juni 2023 dan diawali proses pembuka yang disebut sebagai tahap Rawat.
Tahap Rawat dengan maksud merawat inisiatif warga. Ada 223 lokasi yang dikunjungi penyelenggara, kemudian ditempuh sebanyak 97 lokakarya, 55 pameran, 135 pertunjukan, dan 20 konferensi ilmiah. PKN kali ini juga melibatkan 67 peneliti berbagai disiplin ilmu dan 1.043 pelaku seni lainnya.
Mungkin tidaklah berlebihan ketika puncak PKN sebagai hajatan nasional yang berlangsung pada 20-29 Oktober 2023 itu dikatakan sebagai rajutan kebinekaan budaya bangsa kita. Setidaknya, ini muncul dalam perbincangan Kompas bersama ibu-ibu yang tergabung dalam kolektif seni Rajut Kejut, salah satu penampil di titik Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Utara.
”Sejak tiga bulan lalu, kami diajak untuk tampil di PKN ini. Kami mulai menyebar benang untuk dirajut, setidaknya kepada 138 ibu di sejumlah kota di Jawa yang tergabung komunitas Rajut Kejut,” ujar Harjuni Rochajati yang akrab disapa Ibu Atik, pegiat Komunitas Rajut Kejut, Jumat (20/10/2023), di Stasiun Tanjung Priok.
Komunitas Rajut Kejut diinisiasi pada 2014 di Jakarta. Atik bercerita tentang awal mulanya komunitas ini terbentuk, ketika Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mulai memasang kursi-kursi di sepanjang jalur pedestrian Jalan Jenderal Gatot Subroto.
Ketika itu, Atik bersama sekelompok ibu-ibu berinisiatif menghias kursi-kursi itu dengan rajutan. Rajutan demi rajutan yang sudah dimiliki ibu-ibu dikumpulkan. Kemudian dalam sekejap digunakan untuk menghias kursi-kursi di jalur pedestrian.
”Kami menghias dengan rajutan dalam semalam sehingga keesokan harinya membuat terkejut banyak orang. Mungkin dari situlah kami menjadi Komunitas Rajut Kejut,” ujar Atik.
Dari peristiwa tahun 2014 itu, komunitas ini terus berkembang. Berbagai kegiatan seni rupa seperti bienal di Jakarta juga sering diikuti. Jumlah anggotanya berkembang hingga lintas kota.
Ketika memasuki pintu utama Stasiun Tanjung Priok, terlihat beberapa kursi duduk calon penumpang berhiaskan warna-warni kain rajutan. Tidak semua kursi dibalut rajutan. Pangkal-pangkal tiang baja di stasiun itu juga terbalut kain rajutan warna-warni.
Beberapa rajutan berbentuk melingkar atau mandala ditampilkan secara berjajar. Ada kain rajutan yang dibentuk seperti kuntum-kuntum bunga mawar dan ditata di atas tambir atau anyaman bambu berbentuk lingkaran. Banyak pula rajutan yang dimaksudkan sebagai dream catcher atau penangkap mimpi ditampilkan. Dengan rajutan-rajutan itu, ruang tunggu Stasiun Tanjung Priok menjadi berwarna.
”Tampilan karya rajutan seperti ini bukan sebagai tujuan semata. Kami merasakan proses merajut menjadi metode community development (pengembangan komunitas),” ujar Atik. Merajut, kata Atik, itu melatih berpikiran secara terfokus. Merajut juga bersifat meditatif. Ini seperti zikir atau berdoa secara khusyuk dan berulang-ulang.
Perlumbungan
Puncak hajatan PKN 2023 dibuka di Galeri Nasional Indonesia oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, Jumat malam. Kegiatan ini bertema ”Merawat Bumi, Merawat Kebudayaan”. Berbagai macam bentuk tampilan dari berbagai kolektif seni tumpah ruah di ruang pamer tersebut.
Keramaian sudah mulai tampak dari pelataran Galeri Nasional, misalnya dengan munculnya Orkes Melayu Gerobak Dorong atau OM Gondrong. Di dalam Galeri Nasional beragam ekspresi kolektif seni ditampilkan secara berbaur. Di situ bertemu karya seni rupa, seni musik, seni gerak, dan sebagainya. Di sini agenda PKN memasuki fase Bagi.
”Seperti inilah konsep perlumbungan yang diusung para kurator PKN. Sebelumnya, melalui usaha memanen praktik-praktik kebudayaan yang baik, yang tersebar di berbagai daerah, kemudian dikumpulkan di sini untuk berbagi, bukan berkompetisi,” ujar Ahmad Khairudin atau yang akrab disapa Adin, salah satu penampil di Galeri Nasional. Sejak 2007, Adin mendirikan kolektif seni Hysteria di Semarang. Berbagai riset terhadap aktivitas kampung di Semarang dan kota-kota lainnya di Jawa Tengah ditempuh komunitas ini.
Sebuah instalasi seni yang ditampilkan untuk PKN di Galeri Nasional kali ini berupa ”Konter HP” (telepon genggam) dan patung balon udara yang bisa bergerak melambai-lambai. Secara sekilas tidak mudah memahami makna dan maksud seni instalasi ”Konter HP” ini.
Rupanya, Kolektif Hysteria menyuguhkan sebuah metafora ”konter” yang tidak hanya dalam arti sebagai gerai, tetapi dalam arti melawan. Ketika kita simak Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ”konter” memang memiliki dua makna yaitu gerai dan melawan.
”Kami ingin menyampaikan hasil-hasil riset kami terhadap kampung-kampung yang sesungguhnya terasa berat sehingga kami harus mempresentasikannya secara ringan dan menjadi seni instalasi seni ’Konter HP’ ini,” ujar Adin, yang juga anggota Dewan Kurator PKN 2023.
Riset Kolektif Hysteria antara lain terhadap aktivitas sedekah bumi di kampung-kampung. Pada prinsipnya, konsep sedekah bumi merupakan derma sosial bagi pemulihan ekosistem yang telah menghidupi masyarakat. Di dalam upaya memulihkan ekosistem inilah, menurut mereka, tidak terlihat keterlibatan negara yang cukup memadai.
”Perlawanan yang kami maksudkan tertuju kepada pemerintah atau negara agar terlibat bersama masyarakat dalam memulihkan ekosistem-ekosistem, terutama bagi ekosistem yang sudah rusak,” ujar Adin, selaku Direktur Kolektif Hysteria.
Ada riwayat cukup panjang untuk menciptakan seni instalasi ”Konter HP” di Galeri Nasional tersebut. Adin selama dua tahun terakhir mengunjungi 101 titik di Jawa-Bali dan berkomunikasi dengan jejaring komunitas yang ada. Kemudian Adin menghimpun komunitas untuk menemukan 10 seniman. Para seniman ini menempuh residensi secara tukar-menukar antarkota yang menjadi tempat tinggal mereka.
”Dari situlah mereka merespons hilangnya peran negara dalam usaha-usaha sedekah bumi untuk memulihkan ekosistem lewat seni instalasi ’Konter HP’ tadi,” ujar Adin.
Gerakan Kalcer
PKN 2023 dibagi ke dalam delapan kuratorial yang meliputi Temu Jalar, Jejaring, Rimpang, Rantai Bunyi, Pendidikan yang Berkebudayaan, Berliterasi Alam dan Budaya, Laku Hidup, Gerakan Kalcer, dan Sedekah Bumi. Dewan Kuratornya dipimpin Ade Darmawan dengan para anggota meliputi Enin Supriyanto, Nyak Ina Raseuki, Ibe Karyanto, Heni Wiradimaja, Josh Marcy, Handoko Hendroyono, dan Adin.
Gerakan Kalcer sebagai salah satu kuratorial itu diwujudkan ke dalam kegiatan Kata Kota Kita di M Bloc Space, Blok M, Jakarta Selatan, Rabu (18/10/2023). Peragaan busana batik berpola sederhana dari motif Lasem ditampilkan di runway halaman M Bloc. Ini merupakan kolaborasi seniman Arahmaini dan pegiat batik Lasem, Agni Malagina.
”Gerakan Kalcer dengan kata ’kalcer’ yang berarti tidak sekadar dari warisan kebudayaan yang hidup di masa lalu. Ini sebuah usaha untuk menjadi sebuah gerakan kebudayaan untuk masa kini dan masa depan,” ujar Handoko Hendroyono, yang juga perintis M Bloc ini.
Selain itu, Gerakan Kalcer ditujukan untuk Jenama Berdaya, baik jenama kewilayahan maupun produk lokal. Hal ini pula bertolak dari suatu diskusi tentang Jakarta ketika kelak sudah tidak lagi menjadi ibu kota negara.