”Petualangan Sherina 2”, Apa Kabar Sahabat Lama?
Sherina dan Sadam kembali hadir dalam film ”Petualangan Sherina 2”. Bagi generasi milenial, kehadiran mereka adalah nostalgia hangat tentang masa kecil era 2000-an.
Tepat 23 tahun lalu, dua bocah kecil menggemaskan menjadi sahabat generasi milenial Indonesia. Sherina dan Sadam, itulah nama mereka. Entah bagaimana kabar mereka setelah petualangan berbahaya mereka usai. Sekarang mereka tiba-tiba muncul sebagai sosok dewasa yang tidak banyak berubah. Hei, dari mana saja kalian?
Pasca-Reformasi, sinema Indonesia perlahan bangkit. Perilisan film musikal Petualangan Sherina (2000) menjadi salah satu katalis yang mengajak keluarga meramaikan bioskop. Kisah film itu sederhana.
Keluarga Sherina (Sherina Munaf) harus pindah dari Jakarta ke Bandung. Namun, dia sering diganggu oleh Sadam (Derby Romero). Sadam rupanya anak dari atasan ayahnya. Musibah terjadi ketika Sadam diculik. Sherina kemudian berusaha membebaskan Sadam, tetapi menemukan banyak tantangan. Pada akhirnya polisi bisa menangkap para penculik. Sherina dan Sadam berubah dari musuh menjadi sahabat.
Petualangan Sherina menjadi tontonan mengesankan era 2000-an. Dari target penonton 300.000 orang, jumlah penonton Petualangan Sherina mencapai 1,3 juta orang. Jumlah pendapatan kotor dari tiket sudah melewati budget film sebesar Rp 2 miliar (Kompas, 12/11/2000).
Akting menawan kedua pemeran dan karakter mereka yang lucu semakin lengkap dengan lagu-lagu menarik. Siapa sih yang tidak tahu lagu ”Bintang-bintang”, ”Jagoan”, dan ”Persahabatan” yang dinyanyikan Sherina dengan ceria?
Sherina dan Sadam yang telah dewasa kembali menyapa penonton dalam film Petualangan Sherina 2yang diproduksi Miles Films dan Base Entertainment. Sama seperti pendahulunya, Sherina Munaf dan Derby Romero masih membintangi film musikal ini bersama Riri Riza sebagai sutradara.
”Ini perjalanan yang cukup panjang sejak 2019. Sherina, Derby, dan Riri, kami mulai memikirkan dan berharap tahun 2020 sudah bisa tayang, tapi ternyata pandemi menghentikan kita semua. Dan berat sekali untuk memulai lagi, tapi akhirnya kami memutuskan berproduksi di akhir 2022,” kata produser Mira Lesmana dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (25/9/2023).
Hati terasa hangat ketika melihat dua bocah yang dulu suka bertengkar ini tumbuh menjadi sosok yang membanggakan. Sherina menjadi jurnalis pemberani dan ambisius di Jakarta, sedangkan Sadam alias Yayang bekerja sebagai manajer program di sebuah lembaga konservasi orangutan di Kalimantan.
Reuni manis Sherina dan Sadam berakhir ketika Sayu, anak orangutan, dicuri sekelompok penjahat.
Konflik berawal ketika Sherina tiba-tiba harus melakukan peliputan pelepasliaran orangutan di hutan Kalimantan. Walaupun awalnya bersungut-sungut, siapa sangka dia bisa bertemu Sadam di sana. Rindu jelas terlihat. Konon, mereka tetap bersahabat dari SD sampai SMA, tetapi kemudian merenggang setelah kuliah tanpa alasan jelas.
Reuni manis Sherina dan Sadam berakhir ketika Sayu, anak orangutan, dicuri sekelompok penjahat. Kedua karakter utama memiliki pendekatan yang berbeda. Sherina tipe reaktif yang harus segera bertindak, sedangkan Sadam lebih strategis. Alhasil, perbedaan pendapat untuk menyelamatkan Sayu tidak bisa dihindari.
Di tengah perdebatan itu, Sherina dan Sadam harus menghadapi medan yang menantang. Mereka harus berlari, menaiki perahu kelotok, mengemudikan mobil, hingga mengendarai motor.
Tak tanggung-tanggung, keduanya juga terkadang harus berkelahi fisik langsung dengan musuh. Ah, mungkin penculikan masa lalu membuat mereka belajar bela diri. Petualangan Sherina dan Sadam tidak mudah, tetapi mereka tidak menyerah. Upaya mereka memberi petunjuk bahwa selama ini musuh ada di depan mata.
Karakter antagonis
Sama seperti film pertama, film sekuel ini menggunakan formula yang mirip. Sherina pindah ke kota lain, bertemu orang jahat yang melakukan penculikan, dan melakukan penyelidikan. Bedanya, yang diculik kali ini adalah Sayu si orangutan, bukan Sadam.
Yang cukup menjadi catatan adalah para karakter antagonis dalam film. Film pertama memiliki tiga karakter antagonis legendaris dengan pesona masing-masing, yakni Natasya (Henidar Amroe), Kertarajasa (Djaduk Ferianto), dan Pak Raden (Butet Kartaredjasa) yang kocak.
Dalam film kedua, karakter antagonis adalah Ratih (Isyana Sarasvati), Syailendra (Chandra Satria), Dedi (Randy Danistha), dan Pingkan (Kelly Tandiono). Mereka terlibat dalam perburuan liar satwa langka. Ratih dan Syailendra tetap menjadi karakter jetset licik. Namun, mereka lebih nyentrik dari cara berpakaian dan motivasi melakukan kejahatan.
Di sisi lain, Dedi dan Pingkan lebih banyak turun tangan untuk menyukseskan penculikan Sayu. Koreografi perkelahian kedua karakter melawan Sherina dan Sadam sebenarnya cukup seru. Sayangnya, Dedi dan Pingkan tidak punya dialog berkesan sebagai penjahat yang langsung berinteraksi dengan pemeran utama.
”Kesuksesan film Petualangan Sherina memang beban untuk kami semua. Tetapi, kami mencoba memberikan yang terbaik. Saya juga menamakan geng penjahat saya sebagai Abadi alias Anak Buah Dedi. Semoga karakter ini akan abadi di hati,” kata Randy Danistha.
Baca juga :”Sleep Call”, Perempuan Urban yang Kesepian
Terlepas dari hal itu, eksekusi Petualangan Sherina 2 tetap berhasil lewat akting matang Sherina dan Derby yang bisa membuat ciri khas karakter mereka tak pudar termakan waktu. Sulit untuk mengabaikan interaksi mereka yang klop mengingat kedua aktor telah berteman baik di kehidupan nyata sejak usia sembilan tahun di film pertama.
Film ini juga memiliki bumbu komedi ringan berkat celetuk usil Aryo (Ardit Erwandha), kamerawan rekan kerja Sherina. Petualangan Sherina 2 juga tidak melupakan fondasinya sebagai film anak. Representasi anak terlihat lewat kehadiran karakter Sindai (Quinn Salman).
Namun, jiwa Petualangan Sherina tetap kuat dalam sekuelnya lewat lagu-lagu baru dan lama yang dibuat dengan indah. Melodi lagunya tetap lincah terkadang sendu, lirik lagunya penuh nostalgia. Nyanyian indah Sherina dan Derby yang dilengkapi koreografi tari membuat soundtrack film ini tidak kalah dengan lagu-lagu legendaris di film pertama.
Tujuh lagu baru ada di dalam film, di antaranya ”Nostalgia Bersama”, ”Sayu”, ”Hadiah Istimewa”, dan ”Mengenang Bintang”. Sherina turut terlibat sebagai penata musik di film kedua yang didukung oleh Mira Lesmana, Virania Munaf, dan karya Elfa Secioria (alm).
Film Petualangan Sherina 2 tayang di bioskop sejak 28 September 2023. Sejauh ini, respons publik terhadap film ini cukup baik. Pada hari pertama penayangan, film ini disaksikan oleh 256.286 penonton. Sedikit tidak mengherankan, mengingat generasi milenial yang menggemari Sherina dan Sadam saat ini sudah bekerja dan berkeluarga.
Film anak
Kembalinya Sherina dan Sadam di layar lebar sedikit menyentakkan kenyataan. Apa kabar film anak Indonesia? Salah satu titik penting sejarah film anak adalah ketika sutradara Kotot Sukardi merilis Si Pintjang (1951). Ada pula Bintang Ketjil (1963), Chicha (1976),Ira Maya Putri Cinderella (1981), dan Si Badung (1989).
Petualangan Sherina (2000) muncul setelah film anak-anak produksi dalam negeri vakum cukup lama (Kompas, 25/6/2000). Film ini membawa angin segar setelah bangsa ini melewati rezim Orde Baru, Reformasi, dan krisis moneter 1998. Animo penonton terhadap film ini jelas luar biasa.
Tak lama, Miles Films juga merilis film percintaan remaja Ada Apa dengan Cinta? (2002). Petualangan Sherina dan Ada Apa dengan Cinta? menjadi penanda kebangkitan film Tanah Air. Film percintaan, drama, komedi, dan agama, apalagi horor jadi membanjiri layar sampai sekarang. Di sela-sela itu, film anak tetap hadir meskipun jumlahnya kalah jauh.
Film anak kembali mendapat apresiasi lewat kehadiran Laskar Pelangi (2008) yang juga diproduksi Miles Films. Film ini berhasil membangkitkan kesadaran publik tentang anak-anak di daerah terpencil. Selain itu, beberapa film cukup mendapat tempat di hati penonton, misalnya Untuk Rena (2005), Denias, Senandung di Atas Awan (2006), Garuda di Dadaku (2009), Kulari ke Pantai (2018), dan Keluarga Cemara (2019).
”Film anak mestinya lahir karena sebuah proses dan ada pasar yang dibantu dan diciptakan. Yang saya tahu, banyak negara yang punya lembaga dan festival untuk mendukung film anak dan remaja. Kalau di sini, semua sangat berorientasi pada pasar saja,” kata Riri.
Baca juga :Produksi Film Anak-anak Terkendala Biaya
Sebagai pembuat film, Riri termasuk sineas yang banyak menelurkan film anak ataupun menyisipkan karakter anak dalam film lain. ”Itu harus datang dari si filmmaker juga. Kamu punya kepedulian apa dengan isu itu,” ujarnya.
Pasar anak belum cukup digali. Memang, anak-anak bukanlah orang dewasa yang punya uang sendiri untuk membayar tiket. Namun, mereka biasanya datang bersama keluarga. Artinya, satu kali pembelian tiket bisa sebetulnya bisa langsung untuk beberapa orang. Tinggal pintar-pintar distributor film mengatur jadwal perilisan yang cocok bagi keluarga.
Selain itu, film anak adalah ruang menyenangkan untuk memperkuat ikatan dan belajar bersama keluarga. Lewat Petualangan Sherina (2000), misalnya, generasi milenial belajar banyak tentang persahabatan. Bersama Sherina, mereka belajar untuk tidak cepat-cepat menghakimi teman baru. Pelajaran itu lalu terngiang lewat lantunan lagu ”Lihatlah Lebih Dekat”.
Jika dibandingkan, film Petualangan Sherina 2 yang lulus sensor untuk semua umur (SU) sudah fokus pada Sherina dan Sadam sebagai karakter dewasa. Akan tetapi, impian dari para sosok di balik film ini masih sama ketika mereka merilis film pertama. Mereka ingin keluarga kembali ke bioskop untuk menikmati dan bangga pada film Indonesia.
”Ini bisa menjadi film hangat buat keluarga yang selama ini mengajak anak nonton bareng film animasi atau aksi dari luar negeri. Selalu ada nilai dalam film yang kami harapkan bisa jadi pembelajaran bersama, yaitu persahabatan, keluarga, dan memaklumi sifat satu sama lain,” tutur Mira.