Warna Abu-abu dari Susu Putih di Hollywood
Susu merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Di layar sinema Hollywood, susu menjadi properti dengan beragam pesan. Makna baik dan buruk tersirat lewat minuman berwarna putih bersih ini.

Petugas koperasi unit desa dan peternak (kiri) menuangkan susu ke drum penampungan di Dusun Watesari, Desa Sruni, Musuk, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (12/6/2019).
Lina McLaidlaw (Joan Fontaine) terbaring lemah di atas ranjang. Di tangga yang remang-remang, Johnnie Aysgarth (Cary Grant) melangkah pasti menuju kamar Lina. Tangannya membawa segelas susu di atas nampan.
Setelah menaruh susu di atas meja samping tempat tidur, Johnnie mengucapkan selamat tidur dan pergi. Namun, Lina menatap curiga pada gelas susu itu. Ia takut ada racun di dalam minuman itu. Demikian cuplikan salah satu adegan dalam film Suspicion(1941) garapan mendiang sutradara kenamaan Alfred Hitchcock.
Hitchcock menggunakan susu guna memicu kebimbangan penonton. Apakah susu itu melambangkan perhatian sang suami pada sang istri? Atau apakah sang suami pengangguran itu akhirnya akan mewarisi kekayaan sang istri? Guna menarik perhatian penonton, Hitchcock menaruh lampu kecil di gelas agar susu itu bersinar dalam gelap.
Siapa yang tidak tahu susu? Dalam buku Milk: A Global History (2010) oleh Hannah Velten, susu adalah cairan yang berasal dari kelenjar susu mamalia betina untuk memberi makan bayi yang baru lahir selama periode tertentu. Sebagai makanan pertama mamalia, susu sering disebut sebagai ”makanan sempurna alam”.

Peternak sapi perah di Kampung Sukalinggih, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, antre menyetorkan susu hasil perahan sapi mereka di pos penjemputan, Minggu (23/2/2014).
Sejak lahir, manusia telah mengonsumsi susu dari ibu sejak lahir. Selanjutnya, manusia adalah satu-satunya spesies yang mengonsumsi susu dan produk turunannya setelah disapih. Susu terdiri dari air (lebih dari 85 persen) dan berbagai kandungan, seperti lemak, gula, serta protein untuk menyediakan asam amino, vitamin, dan mineral.
Konon manusia awalnya mendomestikasi hewan, misalnya domba, kambing, dan sapi, untuk daging, kulit, dan tanduk 9000-7000 SM di kawasan Timur Dekat. Proses domestikasi tersebut membantu keberlangsungan hidup manusia.
Manusia mulai memanfaatkan produk sekunder lainnya, seperti wol dan susu, pada milenium ke-5 SM. Peran susu semakin penting untuk mengantisipasi kelangkaan pangan, air, dan sinar matahari, terutama di wilayah Afrika, Timur Tengah, dan Eropa Utara. Seiring waktu, susu menjadi salah satu minuman favorit di muka bumi selain air putih, teh, kopi, dan bir.
Di Amerika Serikat, anak kecil hingga orang dewasa minum susu. ”Pada tahun 1940-an, rata-rata orang AS minum lebih dari satu liter susu sehari, dua kali lebih banyak dibandingkan tahun 1880-an. Susu menjadi makanan pokok di AS,” tulis E Melanie DuPuis dalam buku Nature’s Perfect Food: How Milk Became America’s Drink (2002).
Susu menjadi bagian kehidupan masyarakat AS. Representasi minuman ini sebagai bagian dari kehidupan pun tak luput muncul dalam berbagai produk budaya populer, termasuk film-film Hollywood.
Baca juga: Keadilan Pro Bono dari Sang Penyetara
Kepolosan anak
Susu merupakan makanan utama bayi yang baru lahir. Banyak orang mengidentifikasi susu sebagai minuman untuk anak-anak untuk tumbuh kembang optimal meskipun orang dewasa juga mengonsumsinya. Dengan demikian, susu lekat dengan beberapa citra, seperti kepolosan, kesucian, dan keibuan.
Anak-anak sering terlihat minum susu dalam film, seperti karakter Kevin McCallister (Home Alone, 1990). Namun, film-film Hollywood juga menunjukkan orang dewasa yang meminum susu dengan pesan tersirat bahwa mereka belum sepenuhnya matang.
Salah satunya adalah film Catch Me If You Can (2002) karya Steven Spielberg. Film biografi ini bercerita tentang Frank Abagnale Jr (Leonardo DiCaprio), seorang remaja penipu ulung yang mampu mengecoh bank dan maskapai penerbangan pada tahun 1960-an.
”Ada sifat menantang dan kekanak-kanakan tertentu dalam judul Catch Me If You Can. Saya pikir itu ada hubungannya dengan ego anak sombong ini yang berpikir dia bisa menentang semua orang, dan kenyataannya memang demikian,” tutur DiCaprio terkait karakter Frank kepada BBC pada 2003.

Salah satu adegan dalam film Catch Me If You Can (2002) karya Steven Spielberg.
Sifat kanak-kanak itu terlihat dalam salah satu adegan, yaitu ketika Frank menyamar sebagai pilot deadhead atau pilot yang tidak sedang bertugas, tetapi ikut dalam penerbangan untuk bertugas dari kota atau bandara lain. Namun, ketika pramugari menanyakan apa yang dia ingin minum, Frank dengan raut wajah kebingungan menjawab susu.
Jawaban singkat itu mengingatkan penonton bahwa di balik kepiawaian Frank menipu bermodalkan rasa percaya diri, dia hanyalah seorang bocah yang belum banyak mengecap asam garam kehidupan di aspek kehidupan lainnya.
Dalam Rebel Without a Cause (1955), susu menjadi simbol peralihan anak-anak menjadi orang dewasa. Karakter remaja Jim Stark (James Dean) yang kerap mabuk-mabukan dan berkelahi terkadang minum susu saat berada di rumah.
Susu juga berperan penting untuk menunjukkan kebaikan dari karakter yang kelam. Penikmat film pasti pernah menonton film Léon: The Professional (1994) besutan Luc Besson. Film ini mengisahkan Léon (Jean Reno) seorang pembunuh profesional yang terpaksa merawat bocah Mathilda Lando (Natalie Portman) setelah keluarga Mathilda tewas dibunuh.
Meskipun tak asing dengan dunia hitam, Léon sebagai anti-hero sering minum susu. Preferensi ini berbeda dengan karakter antihero lain di berbagai film yang kerap terlihat mengonsumsi minuman keras, kopi, atau teh, seperti Kapten Jack Sparrow (waralaba Pirates of the Caribbean), Michael Corleone (trilogi Godfather), dan Bruce Wayne (Batman Begins, 2005).
Adegan minum susu menguatkan sinyal tentang Léon yang secara akal tidak sempurna lantaran dia adalah seorang tunaaksara. Selain itu, susu memberi kesan Léon sebagai karakter yang tidak berbahaya dan kebapakan bagi Mathilda. Mereka berdua sering minum susu bersama.
Minuman penjahat
Dalam beberapa kesempatan, sineas Hollywood kerap menggunakan susu sebagai minuman para penjahat dalam film. Ikhtiar itu terlihat di film A Clockwork Orange (1971), No Country for Old Men (2007), dan Mad Max: Fury Road (2015).
Masih teringat jelas adegan pembukaan film Inglourious Basterds (2009) karya Quentin Tarantino yang membuat napas penonton tercekat. Mengambil latar belakang tahun 1941, pejabat Nazi, Hans Landa (Christoph Waltz), menginterogasi petani Perrier LaPadite (Denis Ménochet) yang tengah menyembunyikan satu keluarga Yahudi.

Salah satu adegan dalam film Inglourious Basterds (2009) karya Quentin Tarantino.
Saat Perrier ingin menjamunya dengan anggur, Hans menolak dengan sopan. Hans justru meminta susu dengan alasan sedang berada di peternakan sapi. Setelah menandaskan susu itu dengan lahap, Hans memulai interogasi yang berakhir dengan pembantaian sadis hampir seluruh keluarga Yahudi tersebut.
Ketika Hans minum susu, dia menjadi karakter yang mengerikan lantaran muncul kesan dia tidak lagi segan pada hal yang sensitif, berharga, dan tak berdaya. Selain itu, susu yang dia minum habis bisa bermakna bahwa sebagai penjahat, Hans berkuasa dan telah mengalahkan kebaikan.
Antagonis minum susu juga terdapat dalam film psikologis horor besutan sutradara Jordan Peele, Get Out (2017). Cerita film ini berfokus pada seorang laki-laki berkulit hitam Chris Washington (Daniel Kaluuya) yang terjebak dalam rahasia gelap keluarga pacar kulit putihnya, Rose Armitage (Allison Williams).
Saat rahasia mulai terkuak, Rose terlihat sedang mengonsumsi sereal seperti robot. Hal yang membuat adegan itu tidak nyaman adalah cara makannya yang aneh. Dia memakan sereal kering satu per satu terlebih dulu lalu minum susu secara terpisah. Semua ini dia lakukan sembari mencari korban laki-laki kulit hitam berikutnya di internet.
”Kami memiliki ide bahwa Rose seperti seorang penderita obsessive compulsive disorder (OCD), memiliki pertumbuhan yang terhambat (secara mental), dan satu dari sekian orang yang memakan camilan masa kecil seperti yang dia lakukan dulu,” kata Peele, mengutip Vanity Fair.
Baca juga: Perang Abadi Melawan Kekuatan Suster Iblis Valak
Terlebih lagi, dalam sejarah perjalanan menuju kesetaraan rasial di AS, susu pada satu titik pernah diklaim sebagai lambang supremasi kulit putih. Menurut ahli biologi dari University of Chicago, John Novembre, orang kulit putih lebih sering ditemukan mampu mencerna laktosa saat dewasa dibandingkan ras lainnya, dikutip dari artikel di The New York Times pada 2018.
Susu menjadi salah satu properti menarik yang digunakan dalam film. Hanya dari segelas susu, sineas dapat memanipulasi emosi penonton sekaligus memberi tahu latar belakang sang karakter.