Panggung Megah Malahayati
Dari atas perahu kecil, Malahayati bersama pasukannya merayap naik ke geladak kapal Belanda. Peperangan besar pun terjadi.
Desain replika kapal perang Belanda itu nyaris memenuhi panggung. Ini hanya satu bagian dari panggung megah untuk adegan pertunjukan teater Jalasena Laksamana Malahayati, perempuan pertama di dunia yang meraih pangkat tertinggi untuk perwira angkatan laut dari Kesultanan Aceh.
Keumalahayati atau Malahayati (1550–1615) diperankan Marcella Zalianty. Di adegan itu, Malahayati bersama beberapa prajurit Inong Balee menggunakan perahu kecil bergerak merapat ke kapal Belanda pada 11 September 1599. Di atas kapal Belanda, ada pasukan yang mengawal dua bersaudara Cornelis dan Frederik de Houtman. Kedua saudara itu memimpin armada Belanda dalam usaha mengembangkan koloni dagang pada masanya.
Dari atas perahu kecil, Malahayati bersama pasukannya merayap naik ke geladak kapal Belanda. Replika kapal Belanda ini dirancang penata artistik Jay Subyakto dengan tinggi 3,5 meter dan panjang 10 meter.
Adegan pertempuran pun segera terjadi. Pasukan Inong Balee berhasil mendesak pasukan di atas kapal Belanda. Malahayati terlibat duel satu lawan satu dengan Cornelis de Houtman, hingga ia berhasil menghunjamkan pedang panjangnya ke tubuh Cornelis. Cornelis tewas di tangan Malahayati. Saudara Cornelis, Frederik, beserta pasukan tersisa lainnya ditawan hidup-hidup.
Adegan teatrikal untuk pertempuran ini cukup memukau. Dinding lambung kapal lalu terbuka. Penonton diajak menyaksikan pertempuran di dua panggung, yakni bagian dalam lambung kapal yang terbuka. Ini menjadi panggung bawah. Panggung atas berupa geladak kapal. Inilah bagian dari panggung megah untuk pertunjukan teater Jalasena Laksamana Malahayati.
Masih banyak lagi adegan yang tidak kalah memukau. Seperti pertempuran di atas dua kapal besar dengan dentum meriam dan prajurit yang berlompatan ke atas kapal lain.
Marcella Zalianty, selain menjadi pemeran utama, juga menjadi produser pementasan teater di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, ini. Ia menggandeng TNI Angkatan Laut yang sekaligus merayakan hari ulang tahunnya ke-78 pada 10 September 2023.
Saat gladi bersih pada Kamis (7/9/2023), dipentaskan tiga dari enam babak. Pementasan secara penuh pada Jumat ditujukan untuk tamu undangan, kemudian untuk publik dengan dua kali pementasan pada keesokan harinya, Sabtu.
Pertunjukan teater ini melibatkan 67 pemain, termasuk sembilan anggota Korps Wanita Angkatan laut (Kowal). Selebihnya, Marcella mengajak para pemain dari Teater Koma dan Wayang Orang Bharata.
Dokumen sejarah untuk alur cerita Malahayati terbilang cukup banyak sehingga sutradara Iswandi Pratama tidak kesulitan untuk menyusun naskahnya. Baginya, kesulitannya justru ketika harus membuang bagian-bagian kisah penting untuk drama teater yang berdurasi sekitar satu setengah jam ini.
Kesulitan lain juga dihadapi Jay Subyakto sebagai penata artistik panggung. Hal itu terlihat saat peralihan latar panggung, terutama ketika mempersiapkan tampilan kapal perang di panggung utama yang berukuran lebar 12 meter dan panjang 18 meter. Ada kesan terlampau lama.
”Ini akibat kesalahan infrastruktur panggung yang tidak memiliki ruang cukup di samping kiri dan kanan panggung utama. Saya kesulitan dalam menempatkan perlengkapan untuk penataan artistik panggungnya,” ujar Jay seusai gladi bersih.
Jay menggunakan rangka baja untuk tata artistik kapal perang, yang juga dipakai untuk latar panggung lainnya. Jay, putra dari Kepala Staf Angkatan Laut TNI Laksamana R Soebijakto di era 1948, yang lahir di Ankara, Turki, ini berhasil mengesankan dua panggung, yakni panggung atas dan bawah.
Tidak hanya kisah pertempuran di atas kapal. Seperti di adegan awal, di panggung bawah tampil para perempuan menyambut jenazah-jenazah suami mereka yang tewas karena pertempuran di laut. Kelak, para janda prajurit Kesultanan Aceh ini dihimpun Malahayati sebagai pasukan Inong Balee. Jumlahnya mencapai 2.000 janda prajurit yang bermarkas di perbukitan pesisir Teluk Lamreh, Krueng Raya, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Di sana, prajurit yang semuanya kaum hawa berhasil menyusun benteng pertahanan setinggi sekitar 100 meter.
Adegan awal di panggung bawah itu menampilkan Elly Lutan yang berperan menjadi narator. Kemudian di panggung atas berdiri tegak Malahayati. Malahayati yang sejak remaja digembleng di akademi militer Kesultanan Aceh, Mahad Baitul Maqdis, mengikrarkan tekad ingin membalas kematian para prajurit, termasuk suaminya, Laksamana Tuanku Mahmuddin.
Suaminya yang saat itu menjabat kepala pengawal sultan gugur pada pertempuran melawan pasukan maritim Portugis di Teluk Haru, dekat Selat Malaka, pada 1586. Pada pertempuran itu, pasukan Kesultanan Aceh berhasil menghalau Portugis meski dengan jumlah korban prajurit yang tidak sedikit.
Malahayati yang berdarah biru turut menjadi janda prajurit. Ia cicit Sultan Salahuddin Syah, raja kedua Kesultanan Aceh yang memerintah pada 1530-1539. Malahayati bertekad menggantikan posisi suaminya yang tewas di laga pertempuran hingga mencapai pangkat puncak sebagai laksamana angkatan laut Kesultanan Aceh.
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Muhammad Ali mengharapkan pementasan itu menjadi inspirasi untuk memperkuat kembali pembangunan infrastruktur maritim kita.
Panggung megah seperti mengisyaratkan keinginan KSAL. Kemegahan panggung pementasan teater Malahayati juga mengisyaratkan masa lalu kemegahan dunia maritim kita.
Kesetaraan
Jay Subyakto dalam konferensi pers menjelang gladi bersih pementasan mengutarakan, masalah kesetaraan jender menjadi hal penting dari sosok Malahayati. Malahayati menunjukkan puncak karier tertinggi seorang perempuan perwira angkatan laut yang pernah terjadi sekitar 500 tahun lalu.
”Kesetaraan di puncak karier militer seperti itu belum pernah terjadi lagi,” ucap Jay.
Jay meriset banyak dokumen, termasuk yang tersimpan di Belanda, untuk menampilkan tata artistik kapal perang armada Portugis, Belanda, dan Kesultanan Aceh di abad ke-16. Ia juga berusaha mengetahui riwayat Malahayati dalam mengerahkan pasukan Inong Balee ketika menyergap lawan-lawannya.
Salah satu hal yang menarik bagi Jay adalah ketika Malahayati menggunakan umpan (decoy) untuk menghadang kapal-kapal musuh di lautan. Ini seperti perang gerilya. Kemudian, sergapan demi sergapan ke kapal musuh juga mempertimbangkan pasang naik dan pasang surut yang memengaruhi arus laut.
”Kecanggihan kapal-kapal Kesultanan Aceh pada masa itu tidak kalah dengan kapal-kapal Portugis atau Belanda. Itulah sebabnya, Kesultanan Aceh bisa menjalin hubungan dengan bangsa di belahan bumi lain, seperti Turki,” katanya.
Seorang perempuan yang menjadi pemimpin perang di laut ternyata juga menunjukkan perbedaan strategi. Inilah yang membuat Malahayati sulit ditaklukkan hingga membawa Kesultanan Aceh cukup disegani.
Tidak hanya dalam peperangan, Malahayati piawai pula dalam hal diplomasi. Seperti seusai pertempuran dengan armada yang dipimpin Cornelis dan Frederik de Houtman. Pihak Belanda menghendaki pengembalian para prajuritnya yang menjadi tawanan Kesultanan Aceh. Sejarah mencatat, dalam diplomasinya, Malahayati berhasil mendesak Belanda untuk mengganti rugi dampak peperangan tersebut.
Tercatat pada 5 Juni 1602 Malahayati pernah pula dipercaya menerima saudagar Lancaster sebagai utusan khusus Ratu Inggris Elizabeth I. Diplomasi itu untuk urusan dagang rempah-rempah dari Aceh.
Sosok inspiratif dan kepahlawanan Malahayati mendapat perhatian pemerintah di masa Presiden Joko Widodo. Presiden memberikan Surat Keputusan Presiden Nomor 115/TK/Tahun 2017 untuk penetapan Laksamana Malahayati sebagai pahlawan nasional. Surat ini diberikan kepada keluarga yang berhak pada 9 November 2017 di Istana Negara, Jakarta.