Merawat Selera dalam Tiga Hari
Ajang Synchronize Fest 2023 di awal September lalu ibarat muara dari ragam bentuk musik Indonesia. Puluhan ribu orang merayakan keragaman itu. Musik rock, dangdut, lagu berbahasa daerah, punya penyukanya masing-masing.
Sepekan telah lewat, tapi keramaian selama perhelatan Synchronize Fest masih terekam betul. Kepadatan manusia bergerak berduyun-duyun layaknya peziarah mengalap berkah. Ada 167 penampil tersebar di enam panggung yang cuma bisa dinikmati selama 30 jam, dengan perhitungan setiap hari acara berlangsung sekitar 10 jam.
Pada hari terakhir, Minggu (3/9/2023) band The Adams baru menuntaskan lagu andalan “Konservatif” sebagai pungkasan. Band rock alternatif ini tampil di panggung dengan area terbesar, yaitu Dynamic Stage. “Ini orang semua sampai belakang, Boy?” celetuk Saleh Husein, vokalis/gitaris The Adams dari atas panggung.
Ya, penonton The Adams malam itu ramai benar. Band ini berangkat dari kancah musik independen Jakarta, yang dulunya cuma segelintir orang yang tahu. Lagu “Konservatif” itu yang mengerek nama mereka karena dipakai sebagai salah satu lagu di film laris Janji Joni (2005) yang dibintangi Nicholas Saputra dan Mariana Renata besutan Joko Anwar.
The Adams sempat hiatus sekian tahun setelah melepas album kedua mereka V 2.05 (2006). Mereka kembali berpentas sekitar tahun 2014, dan mengeluarkan album ketiga Agterplaas tahun 2019. Lagu-lagu macam “Pelantur”, “Masa-masa”, “Gelap Malam”, dan “Timur” bernasib bagus, diterima khalayak seperti lagu-lagu terdahulu mereka.
Penampilan kelompok Hindia dalam hari kedua Synchronize Festival 2023 di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta, Sabtu (2/9/2023). Pertunjukan tahun ini yang mengusung tema “Bhinneka Tunggal Musik” menghadirkan 169 penampil dari penyanyi dan musisi lintas genre.
Ketika mereka tampil membawakan “Timur” misalnya, tak sedikit pasangan muda-mudi berpelukan, atau berpandang-pandangan lekat menyanyikan larik “Saat aku dan kamu bicara/Tentang harapan dan cita-cita/Semua yang kita damba/Akan terasa seperti amat nyata.” Lirik yang ditulis vokalis/gitaris Ario Hendarwan yang sebenarnya bercerita tentang hubungannya dengan anaknya itu menjadi untaian harapan bagi pasangan merajut masa depan mereka. Manis sekali.
Baca juga : Waspada Yang Palsu-palsu
Vokalis Achmad Albar dan gitaris Ian Antono saat tampil bersama God Bless dalam ajang Synchronize Festival 2023 di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta, Sabtu (2/9/2023). Penampilan band yang beranggotakan Achmad Albar (vokal), Ian Antono (gitar), Donny Fatah (bas), Abadi Soesman (keyboard) dan Fajar Satritama (drum) itu mengusung tema God Bless 50 tahun. Band yang lahir pada 5 Mei 1973 itu pada tahun ini merayakan 50 tahun perjalanan karir mereka di dunia musik Indonesia. Setelah peluncuran album terbaru Anthology 50th Anniversary, God Bless juga akan menggelar konser puncak 50 tahun di Jakarta pada November 2023.
Penampilan The Adams di Synchronize kemarin adalah bukti bahwa mereka telah mentas dari band skala panggung kecil-kecilan menjadi band festival besar. Area lapang Dynamic Stage membuktikan itu. Penonton mereka lebih banyak dibandingkan pertunjukan Iwan Fals X Sawung Jabo pada hari pertama. Di area yang sama, dipanggungkan pula Noah yang namanya sudah besar di kancah arus utama.
Penonton The Adams berbalik kanan ketika “Konservatif” usai. Area itu segera digantikan pendukung Noah yang tak kalah banyaknya. Terjadilah pusaran massa di jalur masuk-keluar Dynamic Stage. Orang-orang berdesakan. Terlihat pasangan yang membawa balita di kereta dorong kebingungan ketika anaknya meraung-raung, mungkin cemas karena saking banyaknya manusia di sekitarnya.
Riuh-rendah di area Dynamic Stage berubah 180 derajat ketika berpindah ke District Stage dengan ukuran panggung lebih kecil. Di sini, tampil grup veteran Bimbo bersama Yanti Bersaudara. Dekorasi panggungnya seperti ruang tengah rumah; deretan sofa, meja, dan lampu-lampu hias bertudung. Hangat, seperti bertamu ke rumah kakek-nenek. Sam Bimbo yang berusia 82 tahun jadi pemimpinnya, atau yang paling banyak bicara.
Mereka membawakan lagu balada andalan yang rata-rata bertempo pelan dan minimalis seperti “Balada Seorang Biduan”, dan “Romantika Kehidupan”. Paduan antara penonton yang tak terlalu ramai dan musik minimalis justru memberi kesan menenangkan dari segala keriuhan festival. Setelah terbebas dari gegap-gempita penonton The Adams dan Noah, di hadapan para nini dan aki inilah ketenangan didapat. Dinamika sebuah festival musik tergambar jelas di sini.
Penonton berjoget bersama Feel Koplo di hari pertama Synchronize Festival 2023 di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta, Jumat (01/09/2023). Festival musik ini berlangsung selama 3 hari hingga 3 September.
Porsi besar
Sebelum Bimbo naik panggung, di arena Lake Stage, bersebelahan dengan District Stage pedangdut Dewi Perssik memanaskan festival selepas rehat Maghrib. Dia bergoyang habis-habisan saat membawakan lagu “Goyang Inul”, “Tego Tenan”, dan “Geboy Mujair”, misalnya. Penontonnya adalah orang-orang yang pakai kaus aneka band, mulai dari Seringai, Komunal, Total Jerks, atau Barasuara. Apa pun kausnya, dikasih goyangan Dewi Perssik bakal luluh juga. Apalagi, biduan itu memakai terusan ketat yang bagian atasnya sewarna kulit. Duh!
Musik dangdut mendapat porsi besar di festival yang khusus memanggungkan musisi dalam negeri ini. Grup Project Pop dengan lagu “Dangdut is the Music of My Country” adalah wakil yang menyuarakan semangat itu ketika membuka festival ini pada Jumat (1/9/2023).
Saban hari, ada penyanyi dangdut yang tampil, seperti Soneta, NDX AKA, OM Monata, Trio Macan, sampai gabungan sepanggung orkes Pengantar Minum Racun, Pemuda Harapan Bangsa, Pancaran Sinar Petromaks, dan Johnny Iskandar. Penyelenggara bahkan membuat panggung khusus untuk musik orkes dangdut bernama Panggung Getar. Penampilnya macam Orkes Taman Bunga dari Padang, dan Orkes Pensil Alis dari Yogyakarta di hari terakhir.
Penonton bergoyang melentur mengikuti pukulan kendang atau tiupan suling. Ada yang berjoget sadar, tak sedikit yang setengah sadar. Ruang bagi selera dan ekspresi mereka dibuka lebar-lebar. Tak ada yang baku hantam di sini. Aman, Bos!
Tema perhelatan tahun ini, Bhinneka Tunggal Musik, atau jika diartikan menjadi “berbeda-beda tetap musik”, mewujud dalam jajaran penampil dan musik yang disuguhkan. Selama tiga hari, pengunjung mendapati ragam corak musik, ragam generasi pemusik, bahkan ragam bahasa yang menjadi lirik lagu.
Band Lhorju’ berasal dari Sumenep, Madura. Mereka tampil pada Minggu sore di XYZ Stage. Para personelnya memakai peci tinggi dan bersarung. Ada suling dan kendang di panggung. Musiknya berbasis gitar bersuara nyaring dengan distorsi fuzz tipis ala indie rock. Lagu-lagu mereka berbahasa Madura, seperti “Abhantal Ombak”, “Fitri” dari album terbaru Parenduan, dan “Can Macanan” dari album pertama.
Saban hari, ada penyanyi dangdut yang tampil, seperti Soneta, NDX AKA, OM Monata, Trio Macan, sampai gabungan sepanggung orkes Pengantar Minum Racun, Pemuda Harapan Bangsa, Pancaran Sinar Petromaks, dan Johnny Iskandar.
Setelah Lhorju’ panggung itu diisi grup Lebah Begantong dari Medan. Semua anggotanya pakai baju adat melayu. Lagu-lagunya pun berbahasa melayu. Di panggung, mereka berbalas pantun, yang diciptakan saat itu juga, seperti “Kain batik kain yang santun/Anak cuci sampai bersih/Kakak yang depan tampak anggun/pakai kaca mata hitam dan putih.” Penonton menyambut “eeaaa…” sambil bergoyang.
Di hari sebelumnya ada band asal Makassar Theory of Discoustic dengan lagu berbahasa Bugis. Band punk Primitive Monkey Noose dari Samarinda bernyanyi dalam bahasa Banjar. Band eksperimental Zoo dari Yogyakarta menciptakan bahasanya sendiri bernama Khawagaka.
Ragam corak dan bahasa itu ditutup dengan manis pada pertunjukan yang didedikasikan untuk band Naif. Musisi dan band seperti Sisitipsi, Perunggu, Sentimental Moods, Endah n Rhesa, Bilal Indrajaya, Kunto Aji bergantian melantunkan lagu-lagu ciptaan Naif di atas panggung yang didekorasi megah dan rumit.
Nomor hits Naif seperti “Benci untuk Mencinta”, “Air dan Api”, “Piknik ‘72”, dan “Di Mana Aku di Sini” dinyanyikan penyanyi yang berbeda-beda. Vokalis Naif David Bayu menyimak dengan mata berkaca-kaca. Pertunjukan yang rasanya terlalu singkat itu ditutup megah pakai lagu “Hidup ini Indah” oleh semua penampil. Konfeti berhamburan. Hari Senin sudah datang, saatnya bersiap kembali mencari uang.