Segala Cerita di Balik Panggung Pensi
Pensi kembali hidup setelah pandemi usai. Masih seperti dulu, pensi adalah tempat untuk unjuk bakat, belajar organisasi, dan adu gengsi sekolah. Pensi belakangan berubah seperti festival besar.
Masa sekolah rasanya tak lengkap tanpa acara pentas seni alias pensi. Seiring waktu, acara ini merangkap sebagai ajang unjuk bakat, asah keterampilan berorganisasi, hingga adu gengsi sekolah. Belakangan, pensi tak kalah gegap gempitanya dengan festival yang menghadirkan bintang-bintang hiburan.
Istora Senayan dipenuhi gemuruh ribuan orang yang sebagian besar adalah anak-anak usia SMA, Sabtu (26/8/2023). Malam itu, mereka hanyut dalam acara pensi yang digelar SMA Labschool Kebayoran yang bertajuk SKYAVENUE 2023.
Bintang tamu yang hadir memang tidak main-main. Mereka adalah penyanyi dan band papan atas di negeri ini, yakni Kahitna, HiVi!, RAN, Afgan, dan Dewa 19 ft Virzha. Yang menandakan ajang itu pensi adalah hadirnya penampil-penampil perwakilan dari SMA Labschool Kebayoran.
Selain anak-anak SMA, penonton ajang ini terdiri dari guru dan orangtua murid. Penonton beda generasi ini senang-senang dan nyanyi bersama lagu-lagu para penampil seperti Kahitna dan HiVi! yang dikenal generasi anak sekarang ataupun generasi orangtua atau om-tante mereka.
”Aku dan teman-temanku masih sering dengerin lagu-lagu Kahitna dan Dewa, jadi familier. Di radio juga sering diputar walau mereka sudah band tua, tapi tetap familier di kalangan anak muda,” ujar Angelika Faith Ayu Putri (17), penonton dari SMA Mawar Saron Cambridge School.
Sejak siang, semangat penonton terbakar oleh Kahitna. Adapun HiVi! memberi kesan ketika vokalisnya, Nadhia Aleida, yang juga alumnus SMA Labschool Kebayoran, menyanyikan lagu mars sekolah ini. Selanjutnya, penonton dibuat jingkrak-jingkrakan dihibur RAN dan Dewa 19.
Tidak hanya di Jakarta, di Cibinong, Kabupaten Bogor, anak-anak SMAN 2 Cibinong menggelar pensi yang meriah dengan tajuk SMAVO In Action 8.0: Caramels 2023. Acara digelar di halaman Stadion Pakansari dari pagi hingga sore pada Sabtu (12/8/2023), ditonton lebih dari 2.000 orang. Selain menyodorkan penampil dari kalangan sendiri, mereka juga mendatangkan grup HiVi!.
”Tahun ini, acara bertemakan Fantasy Journey yang bermakna tempat anak muda keluar dari zona nyaman untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan minat dan bakat,” kata M Daud Difa Amin Putra (17), Ketua Pelaksana Pensi SMAVO In Action 8.0.
Cari duit
Ini merupakan kali kedua pelajar SMAN 2 Cibinong menggelar acara di luar sekolah. Persiapan pensi tahun ini telah dimulai sejak Februari lalu dengan perekrutan 108 orang panitia. Setelah itu, Daud Difa dan kawan-kawan mulai putar otak untuk merancang proposal dan mencari dana tambahan di luar bantuan donatur. Mereka membutuhkan dana setidaknya Rp 600 juta untuk menggelar pensi tahun ini.
Agar dana terkumpul, mereka mesti jualan cendera mata, makanan dan tiket, serta baju bekas layak pakai sumbangan panitia dan sivitas sekolah di jalanan sekitar Stadion Pakansari. ”Pernah kami jualan hari Minggu di bulan Juni dengan niat ingin menggaet warga yang sedang olahraga. Ternyata ada satpol PP yang lewat dan ingin mengangkut jualan kami. Akhirnya kami enggak jadi jualan hari itu,” kenang Daud sembari tersenyum tipis.
Upaya mereka tidak sia-sia. Acara mereka terwujud dan HiVi! hadir di panggung. Para penonton senang. Ketika HiVi! tampil, mulut mereka sibuk komat-kamit menyanyikan lirik lagu ”Pelangi”, ”Remaja”, dan ”Siapkah Kau tuk Jatuh Cinta Lagi” dari HiVi!. Beberapa bahkan menggandeng tangan teman-teman sembari mengayunkan kaki ke kiri dan ke kanan bersama-sama.
Euforia semakin terasa dengan penampilan penutup dari Vierratale. Ratusan pelajar lancar melantunkan lagu-lagu yang beberapa bahkan dirilis saat mereka masih bayi, misalnya ”Curhat” dan ”Perih”. Penonton ramai berteriak setiap kali sang vokalis, Widy, menyapa.
Seperti festival
Setelah pandemi usai, pensi bersemi lagi. Sekolah-sekolah yang menggelar pensi pun tampak makin jorjoran menampilkan band-band papan atas Indonesia. Bahkan, pernah ada pensi yang mendatangkan band Secondhand Serenade dari Amerika Serikat.
Esensi pensi memang sudah berubah. Jika dulu sebagai ajang anak-anak SMA mengekspresikan diri, kini pensi berubah jadi semacam festival dengan band-band ternama sebagai bintangnya. ”Anggaran, artis yang tampil, produksi, dan lokasi yang digunakan enggak main-main. Bisa dibilang esensi pensi sudah bergeser karena hype, takut kehilangan momen, dan gengsi,” ujar Andhika Galuh Basworo, Head of Creative and Production PT Konsersium Anak Nusantara.
Baca juga: Jadilah mobil itu prasasti kehidupan
Dalam merencanakan pensi, ada sekolah yang menggunakan jasa penyelenggara acara (event organizer/EO), ada juga yang tidak. SMAN 2 Cibinong, misalnya, tak menggunakan EO dan memilih berkonsultasi ke alumni, guru, dan Infopensi, media penyedia informasi tentang pensi.
Apa pun langkah yang diambil, lewat pensi para pelajar mendapat kesempatan belajar tentang industri hiburan. Mereka membuat proposal sponsor, menentukan konsep, mengatur anggaran, mencari dana, memilih artis, lokasi, dan vendor, serta membuat promosi. Mereka juga belajar tentang pajak dan royalti lagu.
Anggaran pensi skala besar juga tidak main-main. Andhika menyebutkan, pensi dengan kapasitas 5.000 penonton membutuhkan dana Rp 1,5 miliar sampai Rp 2 miliar. Dana pensi biasa berasal dari iuran, donatur, sponsor, penjualan tiket, atau anggaran sisa acara lalu, atau dana dari usaha seperti yang dikumpulkan oleh anak-anak SMA 2 Cibinong.
Andhika menambahkan, harga tiket tak bisa dipatok tinggi karena menyasar pasar anak sekolah. Idealnya, tiket untuk kantong SMA di bawah Rp 100.000. Akan tetapi, jika acaranya berskala besar, harga tiket di bawah Rp 200.000 masih masuk akal.
Orangtua pelajar SMA Labschool Cirendeu, Rachmawati, termasuk orangtua yang membeli tiket pensi karena anaknya sebagai panitia. Ia membayar tiket acara Rendezvous 2023, Juli lalu, sebesar Rp 220.000 per orang. Beruntung, ia sekeluarga tetap bisa menikmati acara karena sejumlah grup musik legenda yang diundang, seperti Noah dan Kahitna.
Mulai ulang
Infopensi mencatat, pensi, khususnya di area Jabodetabek, mulai populer pada tahun 2000-an. Pensi sempat mati suri karena kerusuhan di sejumlah acara sekitar tahun 2006 dan beberapa tahun setelahnya.
Perhelatan pensi berangsur pulih pada 2010-an meski harus menghadapi tantangan dari kehadiran hiburan alternatif, seperti kedai kopi, klub, dan platform digital. ”Pensi itu wadah untuk regenerasi budaya, seni, dan musik lokal Indonesia ke anak muda supaya tetap mengenal Indonesia,” tutur Ardian Eka Putra, pendiri Infopensi.
Pensi mencapai masa puncak pada tahun 2017-2019 karena banyak acara berskala besar digelar. Saat pandemi, gaung pensi menciut walau sekolah-sekolah menggelar pensi virtual. Tahun ini, pensi berangsur hidup kembali.
”Tahun 2023 ini pensi dan penonton masuk masa restart, mulai dari nol. Apalagi setelah pandemi, semangat anak muda menjadi lebih individual. Nah, pensi bisa membantu mereka lebih kompak dan melakukan kegiatan bermanfaat,” kata Ardian yang mencatat setidaknya 15 sekolah sudah konsultasi dan promosi acara di Infopensi.
Ardian sebagai salah satu pelaku bisnis pensi melihat bisnis pensi sulit untuk berorientasi komersial. Hanya saja, pensi ada potensi menarik, yakni data pasar. Ia mengategorikan pensi menjadi tiga ukuran pensi, yakni skala kecil yang kurang dari 1.000 pengunjung, skala medium dengan 1.000-5.000 pengunjung, dan skala besar yang lebih dari 5.000 pengunjung. Data itu bisa memberikan gambaran tentang tren gaya hidup, selera musik, dan daya beli anak sekolah sekaligus pengunjung di suatu kawasan tertentu. ”Data kebiasaan itu kami tambang untuk disalurkan ke pihak yang ingin membuat acara,” tutur Ardian.
Secara terpisah, Andhika menambahkan, EO tak selalu untung jika terlibat dalam pensi sekolah. Konsersium mematok biaya manajemen sebesar 10 persen yang masih bisa dinegosiasi dari anggaran produksi dan operasional. ”Dibilang untung enggak, kita lebih kayak profit investment karena mereka ini calon penonton di masa depan dan untuk basis data juga,” katanya.
Andhika tetap menekankan pentingnya keberadaan pensi dalam membantu anak muda melek akan cara kerja industri hiburan. Pengetahuan itu akan memberi mereka pengalaman dalam membuat acara musik berkualitas sejak usia muda.
”Hal itu akan memacu kompetisi di industri showbiz antarpromotor atau penyelenggara acara. Saya yakin dalam lima tahun ke depan perkembangan industri ini, seperti festival musik, akan bagus karena di sekolah saja standarnya sudah tinggi. Sponsor pun tak menutup mata melihat potensi pensi,” kata Andhika.
Pensi boleh jadi acara anak sekolah, tetapi perkembangannya tak bisa lagi dianggap enteng. Selain bisnis yang cukup memikat di mata industri hiburan, pensi tetap memberikan kenangan komunal manis bagi pelajar. Ah, indahnya masa sekolah.
Kolaborasi dengan Peserta Intern Kompas:
- Aurelia Tamirin, Mahasiswa Jurusan Kriminologi Universitas Indonesia