Perempuan di Jalur Penyelundupan
Film ”Smugglers” tidak hanya menyajikan tontonan menarik dengan banyak adegan menegangkan, tetapi juga menyinggung nasib penduduk desa, isu sosial, dan perubahan lingkungan.
Di desa tepi pantai yang damai di Pulau Jeju, Korea Selatan, sekelompok perempuan penyelam tradisional (haenyeo) kehilangan mata pencarian mereka karena keberadaan pabrik kimia yang telah mengganggu ekosistem alam. Bagaimana mereka mengatasi persoalan ini?
Kehidupan para penyelam ini diangkat dalam film action crime berjudul Smugglers. Film yang disutradarai Ryoo Seung-wan itu tak hanya menyajikan banyak adegan menegangkan, tetapi juga menyinggung nasib penduduk desa, isu sosial, dan perubahan lingkungan.
Mengambil latar kehidupan pertengahan tahun 1970-an, Smugglers bercerita tentang kehidupan perempuan penyelam di daerah Guncheon, Pulau Jeju. Tokoh utama dalam film ini adalah dua perempuan penyelam, Jo Choon-ja (diperankan Kim Hye-soo) dan Eom Jin Sook (Yum Jung-ah), yang sama seperti kebanyakan perempuan di Pulau Jeju, menjadi tulang punggung keluarga.
Selama ini, kelompok laki-laki identik sebagai pencari nafkah utama, sedangkan perempuan hanya mengurusi dapur. Di Pulau Jeju, perempuan punya peran lebih penting daripada laki-laki. Di sini, perempuan bekerja sebagai penyelam dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga. Tanpa bantuan peralatan selam apa pun, para haenyeo masuk ke laut sejak pagi hingga matahari terbenam. Modal mereka keterampilan dan pengetahuan tentang laut yang mumpuni.
Selama nyaris dua menit untuk setiap penyelaman, mereka masuk ke air berkedalaman sekitar 15 meter untuk mencari hasil laut, seperti gurita, kerang, dan rumput laut. Para penyelam ini mengeluarkan suara verbal yang unik saat muncul kembali dari dalam laut.
Pembukaan film ini menghadirkan tontonan kaya nuansa nostalgia dengan pemandangan laut menakjubkan. Penonton seolah diajak ikut berlayar, menyelami laut, dan mengumpulkan kerang dan ikan laut. Lagu-lagu tradisional yang dibawakan selama pelayaran, dan juga pakaian para penyelam yang sederhana, memberi gambaran kehidupan masyarakat Korea di era itu. Berangkat dari visual yang indah ini, penonton diajak masuk ke salah satu tema cerita yang menyoroti perubahan lingkungan.
Banyak penelitian menjelaskan, haenyeo sudah menjadi bagian integral dari perekonomian Provinsi Jeju sejak abad ke-17. Namun, keberadaan mereka terancam karena perubahan iklim. Sepanjang 1968-2017, suhu permukaan laut di Korea yang menghangat 1,2 derajat celsius menyebabkan perubahan spesies di daerah tersebut. Spesies baru telah mengusir penduduk asli dan mengubah dasar laut, dengan karang batu menggantikan banyak hutan rumput laut.
Kematian kehidupan laut ini memaksa haenyeo untuk menyelam lebih dalam, menambah tingkat bahaya pada pekerjaan yang sudah berbahaya. Apalagi, kebanyakan haenyeo merupakan warga lansia berusia 60-70 tahun.
Di dalam film digambarkan, seusai menyelam selama berjam-jam, haenyeo kesal mendapati tangkapan mereka sudah mati dan busuk karena tercemar limbah industri. ”Pabrik sialan!” kata seorang penyelam sambil memandang asap hitam yang membubung tinggi dari pabrik kimia di pinggir laut.
Demi bertahan hidup, para penyelam terlibat dalam kegiatan penyelundupan barang impor. Mereka memanfaatkan kemampuan menyelam untuk mengambil barang-barang yang sengaja dibuang ke laut. Barang-barang hasil selundupan itu, mulai dari pakaian, rokok, hingga sembako, kemudian dijual ke pasar bebas. Para penyelam yang awalnya hidup dalam kemiskinan berubah menjadi kaya raya.
Bisnis gelap itu berkembang pesat hingga melibatkan semua penduduk desa. Masalah muncul ketika bisnis gelap ini ketahuan aparat yang berujung pada kematian ayah dan adik laki-laki Jin-sook. Setelah ketahuan, Jin-sook ditangkap dan dijebloskan ke penjara, sedangkan Choon-ja kabur dari kejaran aparat. Ia bersembunyi di Seoul dan menjalani bisnis benda-benda mewah.
Suatu hari, Choon-ja terpaksa kembali ke Guncheon setelah mendapat ancaman dari Kwon Sang-sa (Zo In-sung) yang dikenal sebagai ”raja penyelundup”. Demi bebas dari ancaman Kwon, Choon-ja berjanji akan membantunya masuk ke air dan mengambil selundupan berlian di laut. Kehadiran Choon-ja di Guncheon membuat marah teman lamanya, Jin-sook, yang masih dendam karena merasa telah dikhianati.
Setelah berbagai adegan rekonsiliasi, keduanya kemudian bekerja sama mengambil butiran berlian di bawah laut. Mereka juga punya misi khusus mengalahkan kelompok-kelompok yang sudah merugikan mereka, termasuk Kwon, pemuda desa yang ingin menguasai benda selundupan Jang Do-ri (Park Jung-min) dan pejabat bea cukai Lee Jang-choon (Kim Jong-soo).
Meski menampilkan dua karakter perempuan yang sangat kuat, sutradara Ryoo menyangkal bahwa film ini mengusung tema feminisme atau peran jender dalam masyarakat. Menurut dia, mengingat tokoh utama dalam film adalah perempuan penyelam, maka secara otomatis kisah perempuan yang paling mendominasi.
Sebelum shooting, Ryoo menunjukkan cuplikan video haenyeo di bawah air kepada pemeran utama dalam film ini, Kim Hye-soo. Video itu membuatnya pusing.
”Setelah shooting The Thieves, di mana saya dikunci di dalam mobil yang tenggelam, saya pikir saya mulai takut dengan air. Tetapi, saya sangat senang melihat aksi bawah air fenomenal yang kami lakukan sebagai sebuah tim,” kata Kim, dikutip dari The Korea Herald.
Kim mempersiapkan diri dengan sebanyak mungkin meneliti dan mengumpulkan data tentang kehidupan masyarakat pada tahun 1970-an. Ia terpesona dengan fashion, gaya rambut, dan musik masyarakat dari 1950 hingga 1970-an. Ia bahkan mengusulkan setelan pakaian serasi yang dikenakan oleh karakter Choon-ja dan Jin-sook.
Kritik sosial
Meskipun Smugglers mengusung genre action crime, film ini kental kritik sosial, terutama dilayangkan kepada pejabat bea cukai yang kerap membebani masyarakat dengan pajak tinggi, tetapi di sisi lain mengambil untung dari tindakannya.
Penyelundupan barang impor dan keterlibatan aparat bea cukai sebagai broker ekspor-impor mengingatkan dengan kasus serupa yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Adegan kongkalikong petugas bea cukai dengan para pengusaha, misalnya, mengingatkan pada kasus penerimaan gratifikasi oleh mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono yang pada 7 Juli 2023 resmi ditahan KPK.
Tagar #BeaCukaiHedon yang merujuk pada perilaku mewah berlebihan aparat bea cukai sempat riuh di Twitter. Sejumlah pejabat bea cukai disorot karena kerap membagikan foto yang memamerkan barang-barang mewah. Masyarakat kemudian mempertanyakan laporan harta kekayaan pejabat.
Baca juga : Dekonstruksi Fantasi Barbie
Selain menyinggung fenomena alam dan sosial, film ini juga seru diikuti karena menghadirkan cerita dengan unsur komedi, drama, dan laga berdarah yang menegangkan. Adegan pengeroyokan yang dilakukan Jang Do-ri dan kawan-kawan untuk menyerang Kwon, misalnya, terlihat begitu meyakinkan. Di balik adegan laga, sutradara juga mengajak penonton untuk memahami konflik berlapis di antara pemain.
Tidak ada jeda dalam film ini, setiap adegan rasanya punya muatan penting untuk memahami cerita. Di pengujung film, usaha perempuan penyelam untuk mengelabui Jang Do-ri dan Kwon menampilkan kekompakan perempuan untuk mengalahkan siapa saja yang telah merugikan mereka. Suatu upaya yang tidak hanya membutuhkan kekompakan, tetapi juga keterampilan dan kepercayaan terhadap sesama perempuan.