Unjuk Konsistensi Efek Rumah Kaca
Konser Rimpang yang digelar enam bulan setelah peluncuran album melengkapi karya dan menjadi penanda warna baru grup musik Efek Rumah Kaca.
Selama ini, grup musik Efek Rumah Kacadikenal dengan simbol pohon kering. Dengan adanya album Rimpang, band yang didirikan sejak 2001 ini menunjukkan eksistensinya yang senantiasa tumbuh menghasilkan tunas, akar, dan batang pohon baru.
Konser Rimpang yang digelar enam bulan setelah peluncuran albumnya pun melengkapi karya dan menjadi penanda warna baru grup musik ini.
Diadakan di Stadion Tennis Indoor, Senayan, Jakarta, Kamis (27/7/2023), Konser Rimpang menandakan dua dekade Efek Rumah Kaca (ERK) berkarya. Dalam konser dua babak ini, ERK yang kini diisi Cholil Mahmud (vokal, gitar), Poppie Airil (bas, vokal latar), Akbar Bagus Sudibyo (drum, vokal latar), dan Reza Ryan (gitar) menyajikan lagu-lagu dari albumRimpang. Mereka juga mengajak penonton bernostalgia dengan karya lama yang memotretkeadaan politik dan kehidupan sosial.
Kegembiraan penonton terlihat dari bagaimana mereka sudah hadir di arena konser sejak sore. Tepat pukul 19.30, saat masih ada sebagian penonton yang antre masuk ke arena konser, lampu di Stadion Tennis Indoor dipadamkan. Gelap memeluk ruangan dengan kapasitas 4.000 penonton. Puluhan penonton langsung berlarian masuk ke dalam stadion.
Di atas panggung, personel ERK muncul dengan memakai kostum berwarna putih yang mengingatkan pada gaya berpakaian anggota sekte. Mereka disorot lampu berwarna biru terang. Begitu lampu panggung menyala, penonton langsung terpukau dengan instalasi panggung yang terbuat dari material berupa benang.
Deretan benang itu menjulur dari atas ke bawah disorot lampu yang menghadirkan obyek-obyek geometris penuh warna dan efek tiga dimensi. Sang pembuat karya, Rubi Roesli, berkolaborasi dengan Arafura Media Design sukses membuat penonton terpukau dan seperti hadir dalam ”ibadah”, meminjam istilah yang diungkapkan oleh Cholil.
Tata panggung ini mengingatkan konser konseptual Sinestesia yang digelar ERK enam tahun lalu di Taman Ismail Marzuki. Konser ”sakral” itu menjadi standar baru penyelenggaraan konser tunggal bagi musisi Indonesia. Memang ERK selalu maksimal dalam menggarap konser dan selalu berhasil meninggalkan kesan.
Di atas panggung, Cholil menyapa penonton. ”Sudah lama kami tidak konser dengan suasana terkonsep seperti malam ini. Tadi, saat gladi resik cakep banget. Semoga semakin malam semakin cakep,” ujarnya.
ERK membuka konser dengan lagu-lagu baru dari album Rimpang. Album yang dikerjakan sejak 2016 itu telah dirilis pada 27 Januari lalu atau tepat enam bulan sebelum konser digelar. Album ini menjadi penanda wajah baru ERK setelah Adrian Yunan tak lagi aktif, serta hadirnya personel baru, Reza Ryan, melengkapi format Cholil, Poppie Airil, dan Akbar Bagus Sudibyo. Kehadiran personel baru memberi nyawa tersendiri dalam spektrum musik ERK yang lebih modern dan kaya.
Lagu pembuka berjudul ”Bergeming” dan ”Heroik” penuh makna. Lirik lagu ”Heroik” diciptakan Cholil. Dilihat dari judulnya, ”Heroik” punya nada positif, tetapi sebenarnya isi lagu itu merupakan kritik tajam terhadap klaim kepahlawanan dari selebritas dan para pejabat.
Dalam banyak kesempatan, pejabat dan tokoh masyarakat kerap menunjukkan diri sebagai penyelamat, padahal aslinya hanya tampil untuk mengisi konten media sosial. Meskipun tergolong lagu baru, banyak penonton yang sudah familiar dengan kedua lagu ini.
Dalam lagu lainnya,”Bersemi Sekebun”, ERK merefleksikan betapa terjalnya jalan perjuangan. Kelompok musik ini mengajak Morgue Vanguard, rapper yang menyumbangkan bagian penting di lagu tersebut. Dalam penampilannya, ia menyampaikan orasi dan menyebutkan beberapa peristiwa penting yang mengusik rasa kemanusiaan dan keadilan, termasuk Tragedi Kanjuruhan dan penanganan kasus dua pembela hak asasi manusia, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Selain Morgue Vanguard, konser Rimpang dimeriahkan oleh sejumlah kolaborator sepertiAngan Senja yang memainkan bagian trompet di lagu ”Manifesto”. Biasanya bagian lagu itu dimainkan Agustinus Panji Mahardika. Terdapat pula penampilan Suraa, Ubiet, Adrian Yunan, The Adams, SIVIA, Anda Perdana, Ghandiee_, dan Gudtings.
Kritik sosial politik
Cholil mengungkapkan rasa gembiranya karena ERK bisa kembali menggelar konser tunggal setelah terakhir kali terjadi pada 2016. Konser ini juga menjadi penanda pertama kalinya Rimpang dimainkan utuh. ”Selama ini kami hanya latihan. Proses rekamannya langsung di studio rekaman, bukan studio latihan,” ujarnya.
Sebanyak sepuluh lagu dari album Rimpang dibawakan, termasuk lagu ”Fun Kaya Fun” yang menjadi pembuka album. Penampilan pada babak pertama ini ditutup dengan lagu berjudul ”Kita yang Purba”. Lagu-lagu di menunjukkan bahwa meskipun ERK diisi oleh format baru, kelompok musik ini tetap menjaga ”ruh” sebagai kelompok musik yang konsisten melontarkan kritik politik dan sosial.
Setelah jeda selama 10 menit, ERK kembali tampil di atas panggung membawakan lagu-lagu dari album sebelumnya, yaitu Efek Rumah Kaca (2007), Kamar Gelap (2008), Sinestesia (2015). Lagu-lagu yang dibawakan, antara lain ”Seperti Rahim Ibu”, ”Jatuh Cinta Itu Biasa Saja”, dan ”Balerina”.
Kerinduan penonton akan format awal ERK dan sosok Adrian Yunan terbayarkan ketika musisi ini tampil di atas panggung membawakan lagu dari album ketiga ERK, Sinestesia, yaitu ”Putih”, ”Jingga”, dan ”Biru”. Sejak 2017, Adrian memutuskan mundur dari band karena alasan kesehatan. Adrian mengalami perubahan fisik dan kehilangan penglihatan. Suatu momen menyentuh melihat para personel ERK menuntun Adrian naik ke atas panggung.
Setiap lagu dibawakan dengan nuansa berbeda membuat penampilan ERK jauh dari kata membosankan. Misalnya, dalam lagu ”Hujan Jangan Marah” yang dibawakan ERK berkolaborasi dengan Ghandiee_ menampilkan rancangan visual berupa ombak yang bergulung-gulung. Ketika Anda Perdana menyanyikan lagu ”Desember” muncul garis-garis di belakang penyanyi yang menyerupai butiran hujan.
Bagian lain yang cukup menarik adalah penampilan penari kontemporer bernama Arif Surahman yang tampil di lagu ”Sondang”. Sang penari merespons lagu dan karya instalasi sehingga menciptakan satu kesatuan pertunjukan, musik, dan visual.
Puncaknya, pada lagu ”Di Udara” muncul wajah pembela hak asasi manusia, Munir, gambar pesawat, dan potongan berita televisi di panggung. Keseluruhan visual yang terwujud berkat bekerja sama dengan Dokumentasi Museum HAM Munir, Ibu Suciwati, dan Keluarga almarhum Munir itu menghidupkan semangat dan tuntutan akan pengusutan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia.
Lihat juga: Konser Rimpang Efek Rumah Kaca
Meski digelar pada hari kerja, konser ini tetap ramai. Sebanyak 4.000 tiket ludes terjual memberikan rezeki pada para pengemudi ojek daring yang kebanjiran order begitu konser berakhir.
Secara keseluruhan, konser yang bergulir selama tiga jam ini menyuguhkan paket lengkap yang memanjakan indera pendengaran melalui kualitas musik dan audio, penglihatan melalui visual, warna, seni rupa, dan pertunjukan, dan juga perasa.
Konser apik yang meninggalkan kesan menunjukkan, bagaimana ERK tetap relevan di tengah perkembangan zaman.