Reality Club: Melagukan Realita
Kelompok musik Reality Club meluncurkan album ketiganya bertajuk ”Reality Club Presents...” yang berisi 10 lagu dan video musik sinematik untuk tiap lagunya.
Manis dan pahit kenyataan hidup mau tidak mau harus dihadapi. Di balik tiap momen itu, masing-masing individu memiliki pemaknaan personal. Kelompok musik Reality Club pun menyelaminya menjadi komposisi nada dan gambar hidup yang saling berkaitan.
The same song on repeat/ You can call me anything you want/ It's fine by me//.
Sepotong lirik dengan nuansa retro pada aransemen musik dipadu suara mezosopran yang empuk mengalun dari sebuah ruang di Senayan Park, Jakarta, Jumat (26/5/2023). Lagu itu menyeret pendengarnya ke dimensi berbeda ibarat tengah duduk di sebuah kafe bar berlatar waktu 70-an.
”Anything You Want” merupakan judul lagu itu. Singel keempat yang dilempar ke publik sebagai bagian dari album ketiga milik Reality Club bertajuk Reality Club Presents…. Selain lagu ini, ada sembilan lagu lain yang bercerita tentang kehidupan dengan ragam kisah cintanya.
Band yang diawaki Era Patigo (drum), Faiz Novascotia Saripudin (vokal dan gitar), Fathia Izzati (vokal dan kibor), dan Nugi Wicaksono (bass) ini pun bertumbuh lebih dewasa dari sisi musikalitas dan pengolahan lirik pada album barunya ini meski tetap dalam aliran musik awal, yaitu indie rock.
”Album ini memang benar-benar proses pendewasaan sih bagi kami. Waktu itu merasa di album kedua sepertinya udah mature ya, ternyata belum. Justru di album ini, kami merasa jauh lebih dewasa karena kami tahu apa yang kami mau,” ujar Cia, sapaan akrab Fathia, ketika sesi wawancara khusus.
Reality Club yang didirikan pada 2016 ini telah melahirkan dua album sebelumnya, yaitu Never Get Better (2017) dan What Do You Really Know? (2019). Pada kedua album itu, konten dari tiap track terasa nyaris seragam dari aransemen musik. Suasana yang dibangun dari lagu ”Elastic Heart” kemudian berpindah ke ”Is It the Answer” pada album pertama tak jauh berbeda. Begitu pula pada album kedua, mulai dari ”Alexandra” hingga ”2112” terdengar serupa permainan progresi rocknya.
Namun di album ketiga ini, kelompok musik yang dua kali bongkar pasang personel ini meracik dengan pas tiap lagu yang dihadirkan dengan variasi emosi dan aransemen musik sehingga terdengar lebih kaya. Belakangan muncul pula argumentasi mengenai lagu-lagu di album ini yang disebut mirip band mancanegara, seperti Arctic Monkeys, The Strokes,atau The Cure. Bahkan cara menyanyi Faiz juga disebut mirip Alex Turner, vokalis Arctic Monkeys.
Bertumbuh dengan mendengarkan grup musik yang juga beraliran indie rock ini, diakui Faiz membawa pengaruh besar kepadanya dan personel lain dalam meramu musik Reality Club sehingga di beberapa bagian lagu memang mengingatkan pada band indie rock asal Inggris tersebut. Dalam dunia musik, hal ini sah saja sepanjang tidak menyalin mentah pilihan kunci dan permainan nadanya. Terlepas itu, Reality Club cukup matang dalam bermain kata-kata bahasa Inggris untuk lirik lagunya. Diksinya beragam dan mendalam.
Baca juga: Cerita Bersambung Reality Club
Gambar hidup
Sesuai dengan judul album dan desain cover album yang menampilkan bagian depan gedung teater, Reality Club mempersiapkan tiap lagu dengan video klip yang sinematik. ”Album ini digambarkan seolah-olah setiap lagu di dalamnya memiliki filmnya tersendiri. Di semesta ini, Reality Club adalah sutradaranya, dan lagu-lagunya adalah episodenya,” kata Era.
Ini dimulai dari singel pertama pada album ini, yaitu ”I Wish I Was Your Joke” yang dirilis pada 2021 bekerja sama dengan musisi Bilal Indrajaya dan masuk nominasi Anugerah Musik Indonesia untuk kategori Best Alternative Group di tahun yang sama. Dari lagu ini, Reality Club membesut video yang bercerita tentang isi lagunya dengan sudut pengambilan gambar dan alur layaknya film.
Ambisi untuk satu lagu memiliki satu video pun terus diwujudkan. Singel kedua, yaitu ”You Let Her Go Again” juga dibungkus menjadi sebuah video cerita tentang cinta bertepuk sebelah tangan seorang laki-laki kepada sahabat perempuannya dengan latar masa SMA. Selanjutnya, ada ”Tell Me I’m Wrong” yang konsep videonya merujuk pada adegan para spionase berkejar-kejaran dan baku tembak seperti agen 007.
Lalu, ”Anything You Want” dibuat cukup simpel dengan memperlihatkan Reality Club tengah bernyanyi di sebuah panggung besar yang berada di Gedung Kesenian Jakarta. Dua singel setelahnya, yakni ”Dancing In the Breeze Alone” dan ”Desire” dirangkai menjadi cerita bersambung dengan nuansa koboi yang terinspirasi dari sebuah gim bernama Red Dead Redemption.
Kemudian, pengunci keseluruhan lagu dalam album ini adalah ”Love Epiphany” yang bercerita tentang banyaknya kisah cinta dalam hidup ini. Videonya pun dibuat menjadi fragmen cerita dari lima pasangan yang berbeda dengan masing-masing sudut pandang. Di sini, penyanyi Sheryl Sheinafia ikut serta dalam video.
Tersisa tiga lagu yang masih tengah dimatangkan wujudnya dalam bentuk video, yaitu ”Four Summers”, ”Am I Bothering You”, dan ”Arrowhead Man”. ”Sudah ada rencana yang ’Am I Bothering You’ dulu dan ini kami lagi bergerak untuk membuat videonya,” ujar Faiz.
Baca juga: Reality Club Membangun Jaringan
Lagu ”Am I Bothering You” memang layak menjadi singel selanjutnya. Lagu ini paling ringan didengar meski tetap tak lepas dari pengaruh sejumlah band indie rock luar negeri. Lagu ini pun menawarkan narasi jamak yang terjadi ketika seseorang sedang menjajal pedekate dan berbalas pesan singkat tapi kemudian lama tak berbalas dan si pengirim pun menjadi overthinking. Simak liriknya berikut ini:
I've completed all the courses/ I need to understand my loneliness/ I've accepted that maybe we're meant for a different time/ But then out of the blue/ a spark or two/Seems to generate/Now I'm bothering you/it's bothering me/What can I do?/ What should I do?//.
Meski masih berada dalam jalur indie rock, Reality Club berkolaborasi juga dengan orkestra 46-piece dari Budapest Orchestra untuk melengkapi sejumlah lagu di album ketiga ini. ”Kalau biasanya film ada soundtrack-nya, ini justru ada lagunya dulu baru kemudian konsep filmnya atau videonya seperti apa,” ujar Nugi.
Selain serius dalam mewujudkan video musiknya, lagu-lagu yang ada di album ketiga ini sesungguhnya sudah rampung dalam bentuk demo beberapa tahun lalu. Namun proses produksi keseluruhannya baru berjalan pada 2021-2022. ”Kebiasaan kami memang bikin demo dulu, baru nanti dibahas lagi. Ada yang perlu ditambah atau diubah enggak. Ada juga lagu yang akhirnya enggak jadi masuk di album ini,” tutur Faiz.
Cia juga menambahkan mereka terlebih dulu membuat moodboard untuk menggambarkan konsep yang diinginkan dalam album ini sehingga proses pembuatannya pun lebih rapi dan rinci. ”Tadinya enggak pernah bikin begini. Mulai di album kedua saat kerja sama bareng produser kami, Wisnu Ikhsantama, kami diarahkan bikin begini (moodboard) biar idenya jelas dan ternyata memang jadi lebih enak,” ungkap Cia.
Konsep setiap kisah cinta layak mendapatkan filmnya sendiri dengan lagu yang menjadi penggeraknya pun bisa mengalir dengan baik.