Kejar-kejaran Kandahar dan Kesalahan Amerika
Film Kandahar membuat pernyataan tentang kesalahan Amerika Serikat dalam kesulitan yang dihadapi Afganistan saat ini.
Film Kandahar (2023) yang dibintangi oleh aktor Gerard Butler mengingatkan penonton tentang perang yang selama puluhan tahun terjadi di Afganistan, situasi geopolitik Timur Tengah, dan upaya pemenuhan hak asasi manusia. Dibalut dengan adegan tembak-tembakan di gurun pasir, Kandahar memberikan nuansa seru, tegang, sekaligus menyentil emosi.
Tom Harris (Gerard Butler) merupakan agen CIA yang ditugaskan menghancurkan lahan pembangkit nuklir di Iran. Untuk menyelesaikan misinya itu, mantan agen MI-6 ini menyamar sebagai kontraktor telekomunikasi yang sedang memasang jaringan internet.
Hampir saja aksi Tom ketahuan oleh pasukan yang curiga. Tom berhasil menyelesaikan misinya setelah menunjukkan tayangan sepak bola dari telepon genggam. Tentara yang merasa senang bisa menonton, melepaskan Tom pergi.
Setelah itu, ledakan terjadi. Penghancuran reaktor nuklir mengguncang pemerintah Iran. Ledakan itu juga berdampak pada pemerintah India, Pakistan, kelompok ISIS, Taliban, dan beberapa panglima perang di berbagai daerah di Timur Tengah.
Sementara itu, setelah berhasil menyelesaikan misinya, Tom bersiap kembali ke London, Inggris, untuk menghadiri acara wisuda putrinya. Dalam perjalanan ke bandara, ia dihadang oleh atasannya Roman Chalmers (Travis Fimmel). Roman memberikan satu pekerjaan tambahan, yaitu menghancurkan lebih banyak infrastruktur nuklir di Herat, Afganistan.
Mulanya, Tom ragu karena ia ingin segera pulang. Namun, Roman membujuk dengan iming-iming uang besar sebagai biaya putrinya melanjutkan kuliah kedokteran. Roman juga berjanji bahwa tugas ini dapat diselesaikan dalam tiga hari. Akhirnya, Tom setuju.
Di luar rencana, misi di Herat berantakan setelah seorang jurnalis (diperankan oleh Nina Toussaint) membongkar penyamaran Tom setelah ditekan oleh pasukan Iran. Setelah penyamarannya terbongkar, Tom bergegas menyelamatkan diri dengan cara kabur ke markas CIA di Kandahar. Jaraknya, sekitar 400 kilometer dari Herat. Dari Kandahar, ia berencana keluar dari daerah konflik Afganistan dengan menggunakan pesawat Amerika Serikat.
Dalam perjalanan ini, Tom didampingi oleh penerjemah kelahiran Kabul, Aganistan, yang bernama Mohammad "Mo" Doud (Navid Negahban). Mo sendiri sudah meninggalkan Kabul untuk tinggal di Baltimore, Amerika Serikat. Oleh Roman, ia dijanjikan pekerjaan sebagai penerjemah di tanah kelahirannya. Namun, Mo tidak tahu bahwa tugasnya adalah mendampingi agen CIA. Mo menerima pekerjaan itu karena ingin mencari anggota keluarga di Afganistan.
Di padang gurun yang menjadi arena pertempuran pasukan Afganistan, Irak, Taliban, dan ISIS, Tom menunjukkan ketangguhannya menghadapi kawanan musuh. Bersama penerjemah yang juga menjadi pengawalnya, Tom dikejar-kejar beberapa pasukan sekaligus, yaitu pasukan Afganistan, pasukan Iran yang diwakili oleh perwira Quds Farzad (Bahador Foladi), dan pasukan Pakistan yang diwakili oleh Kahil (Ali Fazal) yang ingin menangkap Tom dan menjualnya ke pasar bebas.
Pengalaman nyata
Penggalan cerita dalam film yang disutradarai oleh Ric Roman Waugh bekerja sama dengan Brendon Boyea, Gerard Butler, dan Basil Iwanyk sebagai produsernya, terasa sungguhan karena berdasarkan pengalaman nyata dari sang penulis skenario, Mitchell LaFortune.
Ia adalah mantan perwira di U.S. Army and the U.S. Defense Intelligence Agency. Ia berada di Afganistan ketika terjadi Edward Snowden membocorkan informasi rahasia dari badan keamanan nasional pada 2013.
Dengan pengalamannya itu, tidak mengherankan adegan dan konflik dalam film ini menggambarkan peristiwa sungguhan, seperti bagaimana situasi mencekam yang dialami intelijen saat terjadi kebocoran data yang menyebabkan penyamaran mereka terbongkar di area musuh. Adegan penyusup, pengkhianatan, dan perdagangan manusia juga terasa riil.
Sayangnya, nasib reporter perempuan yang diculik dan ditekan oleh pasukan Iran untuk membocorkan rahasia terasa hanya sebagai tempelan di film ini. Padahal, nasib jurnalis terutama perempuan di medan peran adalah isu penting dunia. Selama menjalankan tugas, jurnalis kerap mengalami tindakan kekerasan bahkan pembunuhan oleh aparat.
Di tengah adegan tembak-tembakan dan kejar-kejaran di padang gurun yang diperankan apik oleh Butler, ada beberapa adegan yang menyentil emosi dan mengingatkan akan peristiwa perang yang puluhan tahun terjadi di Afganistan. Nuansa itu terasa melalui relasi antara Tom dan sang penerjemah, Mo.
Beberapa adegan menunjukkan kedermawanan Tom di tengah aksinya menghancurkan kota. Misalnya, Tom meyakinkan Mo agar tidak meninggalkan dirinya di tengah padang gurun. Ia mengatakan nyawa Mo bisa terancam. Tom berjanji akan menyelamatkan Mo dan membantu pria itu mencari anggota keluarga yang masih terdampar di Afganistan.
Selain itu, Tom memberikan jaketnya untuk dipakai sebagai alas shalat ketika Mo mengeluhkan lututnya sakit. Maklum saja, usia Mo tak muda dan ditambah ia tidak terbiasa berkejar-kejaran dengan pasukan bersenjata. Tom juga memberikan sebagian makanan agar Mo bisa berbuka puasa.
Sebetulnya adegan ini terasa janggal karena mereka baru saja berkenalan, tapi melalui percakapan antara Tom dan Mo dibangun pesan khusus yang hendak disampaikan oleh sutradara dan penulis naskah di film ini.
Produksi film ini membuat pernyataan tentang kesalahan Amerika Serikat dalam kesulitan Afganistan saat ini. Dalam salah satu adegannya, Tom mengatakan bahwa ia sudah menjalani misi penting berulang kali. Dalam setiap misi itu, ia selalu didampingi oleh penerjemah.
Kehadiran penerjemah penting untuk menunjukkan jalan dan berkomunikasi dengan warga lokal, serta membantu saat Tom dikejar-kejar oleh pasukan bersenjata.
“You risk your life for us, and then we tell you exactly what your country should look like and how you should act. Half the time, we don’t even say ‘thank you’.” (Kamu mempertaruhkan hidup untuk kami, dan kemudian kami memberi tahu kalian seperti apa seharusnya negara kalian dan bagaimana kalian harus bertindak. Seringnya, bahkan kami tidak mengucapkan terima kasih).”
Di sini, sang sutradara dan penulis naskah menggunakan metafora hubungan antara agen CIA dan penerjemah menjadi hubungan antara Amerika Serikat dan Afganistan. Melalui Kandahar, Waugh dan LaFortune membuat pernyataan tentang kesalahan Amerika Serikat dalam kesulitan Afganistan saat ini. Mereka juga membawa pesan dalam film, yaitu menuntut akuntabilitas dan permintaan maaf Amerika Serikat terhadap Afganistan.
Pada Agustus 2021, Amerika Serikat menyatakan mundur setelah selama 20 tahun terlibat dalam perang di Afganistan. Puluhan ribu tentara dana gen CIA ditarik dari negeri itu. Lebih dari 75.000 penduduk Afganistan dievakuasi ke Amerika Serikat, dan sebanyak 50.000 penduduk dibawa ke berbagai negara. Perang sudah berakhir, tapi dampaknya masih terasa.
Banyak orang masih berada di Afganistan. Mereka hidup di antara puing-puing bangunan yang sudah hancur terbakar karena perang. Saat ini, masyarakat Afganistan hidup dalam kepemimpinan Taliban yang dikenal kerap menetapkan aturan yang represif dan tidak berpihak kepada masyarakat.
Menjelang akhir cerita, Tom berkata: “No one is coming to rescue us (tidak ada orang yang datang menyelamatkan kita).”