Cinta, Pengembaraan, dan Pencarian Jati Diri
Kisah Panji dan Sekartaji yang disuguhkan dalam Hayati adalah kisah yang diambil dari Majapahit, menggabungkan latar belakang Panji yang Jawa dan Sekartaji yang Bali, ditarik ke dalam bahasa Bali dan Jawa Kawi.
Pengembaraan penuh onak duri dalam pencarian cinta sejati tersaji indah dalam pertunjukan opera musikal kontemporer Hayati-Panji Mencari Hakikat Cinta di Katara Opera House, Doha, Qatar, pada Senin (22/5/2023). Namun, ini bukan semata tentang kisah cinta. Pengembaraan mencari cinta sejati Panji adalah cermin pengembaraan manusia mencari kesejatian diri dalam kehidupan.
Laiknya kisah pewayangan yang selalu dibuka dengan gunungan, Hayati-Panji Mencari Hakikat Cinta dibuka dengan kemunculan gunungan besar di panggung Katara Opera House. Gunungan itu dihadirkan melalui permainan multimedia pada lapisan kain putih tipis yang menjuntai di atas panggung. Kain putih itu selanjutnya menyuguhkan latar berupa relief candi Borobudur yang memuat kisah Panji dan Sekartaji.
Seiring lantunan musik yang dimainkan langsung oleh para pemusik, gunungan multimedia berukuran besar itu kemudian bergerak laksana layar tiga dimensi yang membawa penonton memasuki gunungan menuju sebuah rumah yang berada di dalam gunungan. Auranya terasa magis sekaligus memantik imajinasi.
Di sana, tampak sosok Panji (Achmad Dipoyono) yang tengah berduka karena kehilangan sang kekasih, Sekartaji. Panji, memuntahkan kepedihannya melalui ”tembang” bahasa Jawa yang menyayat. Gerakan tubuhnya terlihat gagah, sekaligus rapuh. Vokalnya tetap tersimak penuh tenaga, di saat bersamaan emosi kepedihannya terasa mencengkeram.
Keperihan terasa semakin memuncak seiring gesekan rebab yang menyayat. Di tengah kepedihan, sang guru (Fajar Satriadi) hadir memberi petuah. Cinta sejati sesungguhnya akan selalu bermuara pada hal yang Ilahi.
Sekartaji yang kemudian muncul dalam bayangan, menginsyaratkan agar Panji mencarinya sebagai perwujudan cinta sejati. Mengenakan topeng putih, Panji memulai pengembaraannya.
Sampai di situ, di babak pertama, penonton telah disuguhi racikan seni pertunjukan yang tak hanya indah, namun juga komplet. Permainan multimedia yang apik, musik yang kaya dengan olah vokal berkemampuan tinggi, juga gerak tari yang tegas sekaligus indah. Panji dengan gerakan tarinya yang gagah sekaligus rapuh, guru yang matang dan karismatik, serta Sekartaji yang kuat sekaligus gemulai.
Di layar, teks berbahasa Inggris terpampang untuk membantu para penonton memahami jalan cerita. Lebih detail tentang jalan cerita Hayati juga tertuang di dalam buku program berbahasa Arab dan Inggris.
Babak kedua ditandai dengan kemunculan dua pengawal Panji yang humoris. Sosok keduanya, terinspirasi dari tokoh Cepot di dunia wayang Pasundan, serta tokoh favorit sang sutradara pada tokoh Thomson and Thompson di kisah petualangan Detektif Tintin.
Dengan gerak tari nan jenaka, keduanya seolah memberi jeda dari tekanan kepedihan di babak pertama yang terasa pekat, menjadi ”suguhan” yang segar dan menggelitik. Di dunia pewayangan, sosok mereka ibarat Punakawan yang selalu menghibur.
Kisah pengembaraan Panji terus berlanjut semakin intens. Di tengah keputusasaan, Panji terus diuji berbagai peristiwa hingga membuatnya sangat mudah dikuasai amarah. Topengnya yang semula putih, berubah menjadi merah.
Jiwa yang dilanda gelap menjauhkan Panji dari tujuan sejatinya. Akankah Panji menemukan cinta sejatinya?
Pertunjukan global
Hayati-Panji Mencari Hakikat Cinta besutan sutradara Rama Soeprapto, tuntas dalam suguhan pertunjukan berdurasi 60 menit. Selama itu, penonton disuguhi paket pertunjukan yang tak hanya sarat filosofi dan nilai luhur kehidupan, tetapi juga racikan seni yang menunjukkan keanekaragaman budaya Tanah Air.
Kisahnya terinspirasi dari kisah cinta antara Raden Panji dari Kerajaan Jenggala dan Dewi Sekartaji dari Kerajaan Kediri yang terkenal tak hanya di Tanah Air, tetapi juga di sejumlah negara, seperti Thailand, Vietnam, hingga Myanmar dengan nama berbeda.
Sejak kecil, Panji dan Sekartaji telah diperkenalkan satu sama lain oleh orangtua mereka. Namun dalam berbagai versi cerita, perjodohan mereka menghadapi berbagai tantangan.
Pertunjukan yang disebut Rama sebagai opera musikal kontemporer ala Indonesia tersebut disuguhkan untuk pertama kalinya secara global di Doha, Qatar, sebagai bagian dari program Qatar-Indonesia 2023 Years of Culture. Years of Culture (Tahun Kebudayaan) merupakan kerja sama Pemerintah Qatar melalui Museum Qatar bersama Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, serta Kedutaan Besar Republik Indonesia di Doha, Qatar. Years of Culture merupakan platform diplomasi budaya untuk merayakan keragaman budaya dan memperdalam pemahaman antara Qatar dan Indonesia.
Hadir dalam pertunjukan global perdana tersebut adalah pemimpin Museum Qatar Sheikha Al Mayassa bint Hamad bin Khalifa Al Thani dan sejumlah menteri, Duta Besar Indonesia Ridwan Hassan, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid, Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Komunikasi dan Media, Muhamad Heikal, serta Direktur Perfilman, Musik dan Media Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Ahmand Mahendra. Pertunjukan dibuka untuk publik pada 23-24 Mei dengan metode pembelian tiket.
Merujuk pada penjualan tiket yang laris, respons terhadap Hayati-Panji Mencari Hakikat Cinta terbilang positif. Sebagian besar penonton asing bahkan memberikan pujian terhadap Hayati.
Tidak salah. Selain menyajikan kisah tentang pencarian cinta sejati ala Romeo and Juliet karya Shakespeare yang populer, Hayati juga merupakan paket sajian lengkap, kental nuansa Jawa-Bali. Musiknya kaya, disuguhkan menggunakan berbagai alat musik tradisional Indonesia seperti rebab, gender, kecapi, gendang, saluang dan sintren. Lagunya berganti-ganti menggunakan bahasa Makassar, Bugis, Jawa, Bali, hingga bahasa Indonesia. Ada juga penggalan dangdut koplo.
Di bawah kendali Gunarto, racikan musik Nusantara dan musik popular masa kini berhasil muncul menjadi kekuatan indah saat berperan sebagai kendaraan yang mengantarkan kisah Panji dan Sekartaji sejak awal hingga akhir. Begitu pula dengan olah vokal menggetarkan yang dipertunjukkan para penari, khususnya Achmad Dipoyono, Fajar Satriadi, dan Kadek Dewi.
Sementara gerakan tarinya tersaji tak kalah apik, kaya dengan ragam tarian Nusantara. Beberapa di antaranya diambil dari gerakan tari serimpi dan pakarena. Pun suguhan multimedia yang memukau. Busana yang dikenakan didesain oleh desainer Era Soekamto berdasar riset yang dilakukan pada relief Panji dan Sekartaji di Candi Borobudur, menambah magis suguhan Hayati.
Dalam kemegahan Katara Opera House, Hayati membawa penonton pada pengembaraan pencarian diri yang sublim dalam bingkai keragaman budaya Tanah Air.
Kebinekaan
Menurut Rama, kisah Hayati-Panji Mencari Hakikat Cinta terinspirasi dari tema besar yang ingin diangkat dalam rangkaian Qatar-Indonesia Years of Culture 2023, yaitu kebinekaan atau keragaman yang juga berasal dari zaman Majapahit. Hayati diambil dari pohon hayati yang terdapat di dalam gunungan yang selalu dipakai di setiap pembukaan pagelaran wayang. Hayati juga berarti kehidupan.
”Hayati adalah umbrella yang saya pakai di sini, di mana ceritanya tentang Panji dan Sekartaji. Tagline-nya Panji Searching The Essence of Love, tapi love itu sendiri adalah life, kehidupan yang sebenarnya terjadi dalam diri kita, lalu ditransform ke dalam cerita Panji. Saya memperkenalkan Panji ke dunia untuk pertama kalinya di Doha yang punya kesamaan kebinekaan karena menyatukan banyak tradisi,” ungkap Rama yang sejak lama memang memiliki ketertarikan pada kisah Panji.
Kisah cinta Panji dan Sekartaji, menurutnya sangat menarik untuk digali dan ditampilkan di panggung dunia laiknya kisah cinta Romeo dan Juliet yang populer karena memiliki akhir yang tragis. Melalui pertunjukan di Doha, Qatar, Rama berharap hayati bisa menjadi duta budaya Indonesia ke dunia karena tak semata membicarakan kisah cinta, tetapi juga pencarian jati diri.
Sebelum mulai menggarap Hayati, Rama dibantu Fajar telah berkonsultasi dengan Guru Besar UI Karsono Hardjosaputra terkait pakem-pakem dalam kisah Panji. Naskahnya kemudian ditulis oleh Titien Wattimena dalam lima babak, mengacu pada kitab Wedhatama yang ditulis oleh Mangkunegara IV serta menjadi panduan Bung Karno dan Bung Hatta dalam menulis sila-sila di Pancasila.
”Panji ini membawakan kisah cintanya, pencarian. Lalu saya bicara, saya kayak Panji. Banyak orang kayak Panji dalam dia mencari cintanya, saat dia kehilangan Sekartaji. Dalam prosesnya dia masuk ke sebuah imajinasi dan menemukan jati dirinya,” papar Rama.
Kisah Panji dan Sekartaji yang disuguhkan dalam Hayati adalah story telling yang diambil dari Majapahit, menggabungkan latar belakang Panji yang Jawa dan Sekartaji yang Bali, lalu ditarik ke dalam bahasa Bali dan Jawa Kawi. Musiknya diambil dari Nusantara.
Simbol perempuan kuat untuk menggambarkan Sekartaji, disuguhkan melalui potongan gerakan tari pakarena yang menyimbolkan kekuatan perempuan Bugis. Rama mengambil inspirasi tersebut karena pengalamannya menggarap I La Galigo bersama Robert Wilson.
”Jadi kan ada kontemporernya. Tetapi ada serimpinya 2 menit, pakarena 3 menit. Balinya rande. Sedikit-sedikit tapi dalam satu jam,” kata Rama.
Di akhir cerita, Rama menambahkan suluk milik Sunan Kalijaga, yang biasanya diletakkan sebagai pembuka dalam setiap pertunjukan wayang, yaitu Pangkur Gedhong Kuning berjudul ”Singgah-Singgah”. ”Ini dinyanyikan di akhir karena ini sebenernya doa untuk dunia,” imbuh Rama.
Berikut kutipannya dalam bahasa Indonesia. Menyingkirlah semua gangguan dan godaan, serta semua yang berbuat jahat. Semuanya menyingkirlah, kembalilah ke tempat asalmu.
Pada akhirnya, dalam setiap pengembaraan, manusia selalu berharap agar terhindar dari segala godaan dan menemukan apa yang selalu dicari dalam hidup, cinta juga kesejatian diri. Kisah Hayati-Panji Mencari Hakikat Cinta adalah cermin.