Cerita Manusiawi Para Penjaga Galaksi
Kisah pemungkas para penjaga galaksi ini kembali bercerita tentang hal-hal yang manusiawi seperti juga dilakukan sutradara James Gunn di dua sekuel sebelumnya
Penantian penggemar kisah petualangan sekelompok makhluk aneh berbeda ras, Guardians of The Galaxy, akhirnya terlampiaskan. Setelah enam tahun, para penjaga galaksi itu hadir di layar lebar.
Kisah petualangan kelompok beranggotakan makhluk-makhluk unik dipimpin ras manusia, Star Lord alias Peter Quill (Chris Pratt), kini bisa ditonton di bioskop. Meski demikian, disayangkan juga sekuel ini sekaligus menjadi yang terakhir digarap sutradara James Gunn.
Sekuel pamungkas Guardians of The Galaxy Vol. 3 (2023) kali ini kembali memasukkan kisah-kisah drama dan komedi selain laga. Hal itulah yang menjadikannya berbeda terutama jika dibandingkan dengan film-film pahlawan super lain di semesta sinematik Marvel (MCU).
Dalam wawancara dengan akun media sosial Screen Slams, yang diunggah di kanal Youtube mereka, Kamis (4/5/2023), Gunn memberi penjelasan bahwa sejak awal menggarapfilm Guardians of The Galaxy dia memang sudah punya gambaran dan rencana. Dia berencana mengangkat cerita dari seluruh karakter utama dalam film.
”Saya selalu terpikir untuk bisa menceritakan dengan lengkap karakter-karakter yang ada di dalam film ini. Tentang Rocket Raccoon, Peter Quill, Nebula, dan juga lainnya. Saya selalu berpikir semua itu akan menjadi cerita-cerita yang jauh lebih besar,” ujarnya.
Hal itu menjadikan kisah-kisah dalam ketigafilm tersebuttak lagi sekadar sebuah cerita laga, tetapi juga kisah yang jauh lebih manusiawi. Cerita di volume ketiga dibuka dengan suasana damai di Knowhere, benda angkasa berukuran sangat besar, yang berasal dari sisa jasad makhluk celestial.
Fosil kepala makhluk celestial itu dulunya dimiliki The Collector dan di kisah ini kemudian dibeli para Guardians untuk kemudian dijadikan tempat tinggal. Selain menjadi tempat tinggal Knowhere, juga menjadi tempat penampungan para pengungsi dan korban peperangan besar yang terjadi melawan Thanos.
Lebih lanjut, walau diwarnai kesedihan mendalam akibat kehilangan kekasihnya, Gamora (Zoe Saldana), Peter Quill (Chris Pratt) mencoba tetap bertahan. Gamora dikisahkan tewas di tangan ayah angkatnya, Thanos, di film Avengers: Infinity War (2018).
Namun, di filmketiga kali ini Gamora ”dikembalikan” lewat sosok yang sama sekali berbeda lantaran berasal dari semesta lain. Gamora sama sekali tak mengenal Peter. Sayangnya, situasi damai tak berlangsung lama ketika Adam Warlock (Will Poulter) tiba-tiba datang menyerang.
Adam merupakanmakhluk Sovereign, yang di sekuel sebelumnya berseteru dengan Peter dan kelompoknya.Namun, kali ini Adam diutus penguasanya, The High Evolutionary (Chukwudi Iwuji), untuk membawa pulang Rocket kembali ke tangannya.
Makhluk jahat (villain) satu ini terbilang punya kekuatan dan kemampuan menciptakan dan merekayasa makhluk hidup demi kesenangannya. Rocket hanyalah salah satu dari makhluk eksperimen, yang dinamai “Subyek 89P13”. The High Evolutionary ingin Rocket kembali dalam kekuasaannya untuk dipelajari.
Dalam catatan produksi film ini, Chukwudi mendeskripsikan karakter yang diperankannya itu dengan gamblang. Menurutnya, The High Evolutionary adalah sosok seorang sosiopat, ilmuwan gila berusia ribuan tahun. Dia sangat narsis sekaligus penjahat jenius.
”Dia ingin menciptakan dunia yang sempurna dan berpikir kalau hanya dialah yang bisa memperbaiki alam semesta,” ujar Chukwudi.
Misi penyelamatan Rocket yang sekarat kemudian berubah menjadi misi yang jauh lebih besar, melawan dan memusnahkanThe High Evolutionary. Selain itu, pihak Peter dan kelompoknya juga merasa harus mengevakuasi makhluk-makhluk hasil eksperimen jahat The High Evolutionary.
Seperti juga diperlakukan kepada Rocket, The High Evolutionary sama sekali tak peduli dan menganggap subyek-subyek eksperimen seolah benda yang tak bernyawa, apalagi berintelejensia dan berperasaan.
Kisah manusiawi
Kisah manusiawi tentang kesetiakawanan, persahabatan, dan persaudaraan tanpa pamrih memang menjadi tema sentral yang kembali diangkat dalam film ini. Hal itu tergambarkan dari bagaimana Peter ngotot mencoba menyelamatkan nyawa Rocket yang tengah di ujung tanduk. Tanpa ragu Peter bahkan mendatangi dan menantang The High Evolutionary.
Pada film ini sang sutradara terbilang sukses menghadirkan satu per satu pemahaman akan karakter-karakter utamanya. Termasuk juga mengisahkan bagaimana antarkarakter tadi kemudian bisa saling memahami di antara mereka.
Cerita Guardians of The Galaxy sendiri berasal dari versi komik berjudul sama yang telah berusia setengah abad. Kisah berasal dari Marvel Comics itu ditulis duet Arnold Drake dan artis (komikus) Gene Colan dan telah menghibur para pembacanya sejak terbit perdana tahun 1969.
Lebih lanjut selain Rocket, Peter juga dalam sekuel terakhir kali ini digambarkan kembali menyusuri kisah dan trauma masa lalunya saat masih kecil di Bumi. Sementara antarkarakter lain juga digambarkan pada akhirnya bisa saling memahami dan menerima sesama rekan setimnya, seperti terjadi antara Nebula (Karen Gillan), Drax (Dave Bautista), dan Mantis (Pom Klementieff).
Gunn memang dipuji mampu menjaga konsistensi dalam menceritakan kompleksitas sebuah kisah layaknya keluarga lewat filmnya satu ini. Setiap karakter utama dalam Guardians of The Galaxy,walau berbeda pandangan dan kerap bertengkar, mereka juga bisa berjuang, berkelahi, dan saling mencintai.
Baca juga: "Hunger" Ketamakan Manusia Tanpa Batas
Pada akhirnya mereka menjadi bagian dari satu keluarga yang tak lagi sekadar disatukan secara keturunan atau darah, melainkan juga melalui sebuah pilihan. Cerita-cerita tentang itu dinilai sangatlah terhubung dengan para penonton dan penggemarnya sehingga menjadikan film ini sangat diterima dan disukai.
Menurut Zoe Saldaña dalam catatan produksi film ini, Gunn menjadi seorang pendongeng yang sangat istimewa lantaran dia mampu menemukan emosi yang asli, universal, dan konflik yang sama. Dari situ, dia kemudian, tambah Zoe, memanfaatkan dan meletakkannya seolah di atas sebuah permadani alam semesta.
”Kita semua masih bisa berhubungan dengan (kisahnya) karena kita semua merasakan kadang seperti underdog (orang yang tak diperhitungkan). Kita semua sama-sama merasa terluka saat diabaikan, ditolak, atau diperlakukan dengan tidak adil. Tapi kita semua mampu merasakan tingkat welas asih yang besar satu sama lain. Dari situ dia (James Gunn) menciptakan kisah indah dengan semua perasaan universal tadi,” ujar Zoe.