Idola K-pop, Manusia Versus Sosok Virtual
Industri K-pop semakin ramai dengan kehadiran sejumlah grup virtual yang mungkin bisa menyaingi grup K-pop di dunia nyata.
Giliran industri hiburan di Korea Selatan terseret demam teknologi kecerdasan buatan. Lahirlah grup-grup K-pop virtual dengan sosok idola yang sempurna daripada manusia. Di masa depan, entah bagaimana nasib industri K-pop.
Siu, Zena, Marty, dan Tyra dengan lincah mengayun tangan lalu memutar tubuh ramping mereka. Bibir mereka sibuk melafalkan lirik lagu: ”Pandora/All the feelings, make you rush rush rush/Call me Mave:, catch the wave”.
Begitulah tampilan sekilas keempat sosok cantik dari grup Mave: dalam musik video berjudul ”Pandora”. Debut pada 25 Januari 2023, grup ini cukup mencuri perhatian. Di Youtube, video musik itu telah ditonton 21 juta kali.
Mave: bukanlah grup idola pada umumnya. Mereka adalah grup K-Pop virtual yang hidup di metamesta Idypia. Grup ini merupakan hasil rekaan Metaverse Entertainment, anak perusahaan dari Netmarble Corp sebagai pengembang gim yang bermitra dengan Kakao Entertainment.
”Mave: adalah proyek berkelanjutan untuk mengeksplorasi peluang bisnis baru dan menemukan cara untuk mengatasi tantangan teknologi,” kata Kepala Bisnis Metaverse Entertainment Chu Ji-yeon, dikutip di Jakarta, Kamis (20/4/2021).
Konsep idola virtual tidak baru di Korea Selatan. Pada 1998, penyanyi virtual Adam debut. Grup K/DA yang terinspirasi karakter gim League of Legends ituikut meluncur tahun 2018. Sayang, para ”idola” ini tidak sukses.
Belakangan, teknologi Korsel makin maju. Karakter virtual menarik akhirnya tercipta berkat kehadiran teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), deepfake, dan avatar. Perusahaan bidang hiburan kembali bermain dengan konsep virtual.
Seperti ketika SM Entertainment merilis Aespa dengan empat personelnya memiliki avatar di semesta Kwangya pada 2020. Setahun kemudian, Pulse9 yang bergerak di bidang AI meluncurkan Eternity lengkap dengan 11 anggota virtual.
Lebih natural
Terbaru, Mave: debut pada awal tahun ini yang cukup menjadi perbincangan. Dibandingkan sebelumnya, grup ini terlihat lebih natural. Raut wajah dan detail tubuh karakternya terancang baik sehingga ekspresi emosi tersampaikan.
Suara empat karakter dalam lagu debut ”Pandora” beserta koreografi dalam video dibuat oleh manusia. Gerakan ini diperoleh lewat teknologi penangkap gerak dan rendering tiga dimensi (3D) secara langsung. Sekilas mereka terlihat seperti manusia.
Seakan idola di dunia nyata, anggota Mave: memiliki biodata, kepribadian, keterampilan, bahkan moto hidup. Mereka juga merilis album dan menjawab wawancara. Dalam situs mave-official.com, Siu yang tertulis sebagai pemimpin grup adalah gadis imut, tetapi berpendirian kuat dengan moto ”percaya pada diri sendiri”.
Mave: bukanlah grup idola pada umumnya. Mereka adalah grup K-pop virtual yang hidup di metamesta Idypia. Grup ini merupakan hasil rekaan Metaverse Entertainment, anak perusahaan dari Netmarble Corp sebagai pengembang gim yang bermitra dengan Kakao Entertainment.
”Ketika saya pertama kali melihat Mave:, agak membingungkan apakah mereka manusia atau karakter virtual. Karena saya sering menggunakan platform metamesta dengan teman-teman, saya rasa saya bisa menjadi penggemar mereka,” kata Han Su-min (19), warga Seoul, Korsel.
Pandemi Covid-19 rupanya cukup membantu pertumbuhan grup virtual seperti Mave:. Hal ini karena banyak perusahaan K-pop beralih ke konten daring untuk menjangkau penggemar yang tinggal di rumah.
”Penggemar menjadi lebih terbiasa mengonsumsi konten dan komunikasi non-tatap muka dengan grup idola selama hampir tiga tahun. Tampaknya mereka menjadi lebih menerima konsep bahwa grup idola virtual dan nyata dapat berintegrasi,” ujar Lee Jong-im, kritikus budaya pop dari Seoul National University.
Belum pasti
Lahirnya Mave: dan grup virtual lainnya memunculkan berbagai pertanyaan. Salah satunya ialah bagaimana mereka akan memengaruhi industri K-pop yang telah mendunia?
CEO Pulse9 Park Ji-eun meyakini idola virtual menawarkan berbagai kelebihan. ”Keuntungan artis virtual adalah, sementara bintang K-pop sering bergumul dengan keterbatasan fisik atau tekanan mental karena mereka adalah manusia, artis virtual bisa bebas dari hal-hal tersebut,” ujar sang CEO.
Visual grup Eternity, misalnya, adalah hasil seleksi dari 101 wajah fantasi yang dipilih penggemar. Wajah-wajah tersebut terbagi menjadi empat kategori: imut, seksi, lugu, dan cerdas. Sementara itu, grup Mave: mampu berbicara dalam bahasa Korea, Inggris, Perancis, dan Indonesia berkat bantuan generator suara AI.
Park Ji-eun melanjutkan, keuntungan lainnya adalah grup virtual dapat dikontrol pembuat sehingga bebas skandal dan aman bagi bisnis. ”Teknologi baru ini bisa meminimalkan risiko bagi artis K-pop yang stres dan tertekan akibat tuntutan industri,” tambahnya.
Apabila konsep grup virtual sukses, persaingan grup K-pop yang telah bergulir sengit di dunia nyata dan maya akan merembet ke metamesta. Perusahaan hiburan besar lain, seperti JYP Entertainment, YG Entertainment, dan Hybe Corporation, telah berinvestasi di perusahaan aplikasi avatar Zepeto demi ikut menggaet penggemar secara virtual.
Baca juga: Wajah Boleh Asing, tetapi Rasa Tetap Korea
Namun, masa depan grup virtual masih terlalu dini untuk diprediksi. Profesor Lee Hye-jin dari Annenberg School for Communication and Journalism of the University of Southern California berpendapat, kehadiran idola virtual hanya akan menjadi pelengkap idola manusia, bukan menggantikan, lantaran mereka tidak punya ikatan emosional dengan penggemar.
”Meskipun idola AI diberi kepribadian unik, kepribadian itu dibuat secara artifisial menurut penciptanya sesuai selera penonton. Bagaimana penggemar menyukai atau membina hubungan yang bermakna dengan entitas yang sebenarnya tidak ada?” ucap Lee Hye-jin. (REUTERS/BBC/THE KOREA TIMES)