Begitu lezat racikan Paul hingga hidung, bibir, dan dagu pelahapnya berlumur liur seraya lidah menari-nari menjilati piring yang demikian seronok. Kepuasan menyantap hidangan atau foodgasm ditayangkan dengan gamblang.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
Bukan semata-mata mengenyangkan raga, bersantap juga merepresentasikan ambisi manusia yang tak pernah padam yang dipaparkan lewat Hunger. Film drama Thailand yang menegangkan itu disambut hangat di berbagai belahan dunia lantaran sarat makna.
Ketegangan sungguh terasa saat koki mumpuni, Paul (Nopachai Jayanama), sudah menapaki dapur. Mulai sous chef alias wakil kepala juru masak, pembuat sup, sampai asisten dapur, semua siap siaga dengan setelan muka kencang. Bukan cita rasa belaka, bos mereka memang punya presisi soal kesimetrisan perantinya yang menakutkan.
Di depan tamu yang mengajaknya berfoto bareng, Paul senantiasa jadi juara, tetapi di dapur, ia monster yang buas. Kepala koki itu bisa dengan santainya melontarkan isyarat untuk mengarahkan konsumen menikmati lobster yang benar, tetapi terlihat pantas-pantas saja.
Prasangka arogansi berangsur luruh dengan senyum pelanggan yang tersungging. Antrean konsumen jetset rela menanti Paul hingga setahun. Pesta paling gila kaum hedonis sekalipun tak afdal tanpa kreasi maestro dengan jenama Hunger tersebut.
Sementara, di kedainya yang kusam, Aoy (Chutimon Chuengcharoensukying) tak punya pilihan. Ia memikul beban anak sulung di pundaknya dengan menggodok mi sepanjang hari. Putaran dadu nasib berbalik dengan kedatangan sous chef yunior Hunger, Tone (Gunn Svasti), yang menyerahkan kartu nama dan menawarinya untuk bergabung dengan Paul.
Aoy bimbang, tetapi kejemuan mendesaknya juga untuk memasuki dapur Paul yang megah. Alur selanjutnya menghamparkan ketegaran hati yang berbenturan dengan intimidasi. Gadis itu setengah mati belajar menguasai teknik mengiris dan memanggang wagyu A5 hingga tangannya melepuh gara-gara terbakar.
Pelajaran pertama semalam suntuk yang menyakitkan telah digenggam. Aoy tersenyum, tetapi segudang perkara lain telah menantinya. Beruntung, ia didampingi Tone yang selalu membuka wawasannya, mulai bahan mentah hingga suguhan papan atas. Demokrasi di dapur hanya utopis lantaran kediktatoran Paul. Di tangan dewa makanan mewah itu, ketangkasannya bukan hanya menggoreng, membakar, melainkan juga merebus.
Berlumur liur
Memasak adalah atraksi meramu karya seni yang bisa dicecap. Tentu saja, estetika gastronomi nan cantik disajikan begitu artistik. Sutradara Hunger, Sitisiri Mongkolsiri, dengan cekatan menggiring benak penonton tentang tata boga yang disentralkan dengan wajar dalam pesta hingga dieluk-elukan sang empunya rumah dan tetamu.
Jamaknya, masak-memasak hanya pelengkap kala mereka bercengkerama. Dome, demikian sapaan sineas yang juga menggagas ide cerita Hunger itu, merekam adegan dengan detail. Sekilas, tampak remeh-temeh, tetapi musiknya bisa menimbulkan kengerian. Visualisasi penyajian saja dibuat mencekam, dilanjutkan dengan kunyahan yang amat dramatis bernuansa surealisme.
Begitu lezat racikan Paul hingga hidung, bibir, dan dagu pelahapnya berlumur liur sembari lidah menari-nari menjilati piring yang terpampang demikian seronok. Kepuasan menelan hidangan yang demikian tinggi atau foodgasm ditayangkan dengan sangat gamblang. Mulut berlepotan saus dan kunyahan yang eksesif menjadi simbol ketamakan manusia tanpa batas.
”Orang miskin makan untuk mengatasi lapar. Kalau bisa membeli lebih, lapar tak berhenti. Lapar akan pengakuan. Sesuatu yang istimewa. Pengalaman eksklusif,” ujarnya. Paul pun menyeringai dengan tatapan puas. Ia memang teramat apatis dengan humanisme sampai-sampai kerap mempersekusi pekerjanya.
Buat Paul yang perfeksionis, prestise di atas segalanya. Film berdurasi hampir 2,5 jam itu mengeksplorasi naluri purba manusia, mulai insting untuk memuaskan kebutuhan badaniah, sampai menancapkan eksistensinya. ”Pemenang sejati adalah mereka yang selalu paling lapar. Karyaku hanya untuk orang-orang kaya,” ucapnya.
Tentu saja, Hunger turut mengusung daya tarik bagi petualang-petualang kuliner. Mereka bisa menyaksikan khazanah sajian ”Negeri Gajah Putih” seperti pad see ew, rad na, dan kaolao, sekaligus menambah wawasan mengenai perjamuan papan atas. ”Perhatikan. Kalau memanggang pakai wajan, jadinya hangus. Sausnya tak perlu sebanyak itu. Dagingnya juga dipijat terlalu kuat,” ujar Tone ketika mengajari Aoy.
Ketimpangan sosial
Dome pun melampiaskan kegelisahan atas ketimpangan sosial di negaranya. Serupa dengan Indonesia, pengusaha diketengahkan mendekati politisi untuk meraih kemudahan perizinan tatkala beranjangsana. ”Larangan parkir cuma buat rakyat jelata,” kata Au (Bhumibhat Thavornsiri), kerabat Aoy, seraya melihat polisi mempersilakan mobil luks menepi di lokasi yang tak semestinya.
Tontonan yang bisa disaksikan lewat Netflix sejak pertengahan April 2023 itu mengingatkan audiens akan Inhuman Kiss (2019) yang mengemukakan penceritaan dengan pendekatan unik. Debut Dome sebagai sutradara tersebut diganjar juara enam kategori Suphannahong National Film Ke-29. Ia juga merebut trofi khusus di sela penyerahan penghargaan film utama di Thailand itu lewat Yesterday.
Dome menyusul pencapaiannya dengan menembus Academy Awards Ke-92 di Los Angeles, Amerika Serikat. Kelihaian mempersembahkan tema sentral dengan membumi juga ia buktikan lewat Midnight Sun (2016) yang menyabet penghargaan terbaik Asia Pasifik dalam Berlin Fashion Film Festival pada 2017. ”Lewat Hunger, tema makanan dipakai untuk membicarakan hasrat manusia. Semua menghadapi masalah yang sama. Kebetulan saja yang memerankan aktor-aktor Thailand,” ujar Dome.
Semula, ia mempertanyakan ekspansi Netflix ke pasar Thailand dengan kemungkinan membantu atau mengganggu industri sinemanya. ”Selama tiga atau empat tahun ini, saya melihat Netflix membantu insan perfilman, khususnya dengan praktik terbaik dalam produksi,” ucapnya.
Ditemui di sela APAC Film Showcase di Seoul, Korea Selatan, pada akhir Maret 2023, Dome mengaku tak kesulitan meyakinkan Netlix untuk menggarap Hunger. ”Filmnya tak melulu menarasikan keinginan tubuh, melainkan kerakusan. Manusia tak akan pernah puas,” kata Dome yang juga mengerjakan iklan itu.
Kepiawaian Dome mengantar Hunger memecahkan rekor film Thailand yang ditayangkan Netflix dengan total durasi 43,58 juta jam pada 10-16 April 2023 di 91 negara. ”Film Thailand masih bagus, tapi kuantitasnya tak memadai. Sekitar satu dasawarsa lalu, peluncurannya lebih gencar,” ujar Dome.
Pandemi ikut menghantam jagat layar lebar negara tersebut. Jumlah itu terus meningkat, termasuk dengan dukungan penyedia layanan hiburan dunia seperti Netflix. ”Sebelum Netflix masuk Thailand, pilihannya hanya membuat film bioskop. Saya meyakini lebih banyak film dirilis ke depannya,” ucapnya.