Lewat album ”72 Seasons”, Metallica mau mengulang kegilaan ”thrash metal” era sebelum album Metallica alias Black Album (1991). Tetapi, bahan bakarnya bukan lagi bir atau vodka, melainkan teh ”earl grey”.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·5 menit baca
Pada Juli 1983, Metallica mengeluarkan album perdana ’Em All. Lagu-lagu di album itu menggambarkan citra mereka sebagai pemuda biang kerok, tukang bikin onar, dan sulit dihentikan. Rentang 40 tahun kemudian, band yang sama merilis album studio kesebelas, 72 Seasons, tentang kerapuhan psikologis. Kecepatannya hanya berkurang sedikit.
Lewat album pertama itu, Metallica meletakkan dasar formula thrash metal mereka. Kuartet asal Bay Area, San Francisco, AS, ini, memadukan kecepatan Venom dan Motorhead yang ugal-ugalan. Hasilnya jelas di lagu ”Whiplash”, yang bikin pendengarnya seperti terpecut.
Nomor ”Whiplash” menggambarkan suasana hura-hura di pentas Metallica. Bagian refrainnya, jika diterjemahkan bebas kira-kira berbunyi, ”Adrenalin menyembur/Kalian berputar-putar/Layaknya orang gila/Cambuk!”. Begitulah kira-kira suasana yang ada di arena panggung thrash metal di awal dekade 1980-an. Ada ”kegilaan” yang meletup, baik dari penampil maupun penonton.
Masih dari album dengan sampul bergambar martil berlumur darah itu, coba simak ”Seek & Destroy”. Dengan gitar pembukanya yang ikonik itu, inilah lagunya para berandalan. Bagaimana tidak, larik kedua bunyinya, jika diterjemahkan, ”Kami mencarimu untuk baku hantam.” Hey, apa masalahmu, Bung?
Pada era itu, Lars Ulrich (drum), James Hetfield (vokal, gitar), Kirk Hammett (gitar), dan mendiang Cliff Burton (bas) tak ubahnya sekelompok berandalan tengik. Umur mereka masih 20-an tahun. Lirik lagu yang penuh amarah adalah cerminan keseharian mereka. Minuman keras adalah cairan utama.
Di album ketiga, Master of Puppets (1986), mereka bahkan berterima kasih pada bir Carlsberg, vodka Absolut, dan obat pereda pengar Alka-Seltzer. Tiga hal itu mereka akui sebagai inspirasi terbesar mereka. Ketergantungan pada alkohol dan substansi lain berlarut-larut seiring kematian Burton ketika bus tur kecelakaan.
Bertahun dan beralbum kemudian, Metallica menggenapi larik ”we’ll never stop, we’ll never quit, ’cause we’re Metallica” di lagu ”Whiplash”. Mereka belum berhenti. Mereka adalah band metal terbesar saat ini. Tipografi ”M” dan ”A” serupa petir menjadi ikon budaya populer, setara logo lidah The Rolling Stones.
Ulrich, Hetfield, dan Hammet kini berusia 60 tahun. Sedangkan pemain bas Robert Trujillo yang masuk band tahun 2003 berumur 58 tahun. Mereka tak lagi bangun tidur berkumur vodka dan bir seperti dulu. Hetfield baru-baru ini menuntaskan rehabilitasi kecanduan alkohol. Ulrich sedang suka menyeruput teh hangat.
”Kesukaanku adalah teh earl grey, dengan sedikit rasa vanila. Paduan itu bukan cuma terasa enak, tapi juga bikin semangat. Orang-orang di sekitarku kadang sampai kewalahan dengan energiku,” kata Ulrich kepada Mark Savage dari BBC lewat sambungan telepon. ”Di depanku ada sepoci teh dan cangkirnya,” ujar Ulrich tertawa-tawa.
Dalam wawancara itu, Ulrich menyebutkan, karakter personel Metallica telah berbeda. ”Hari-hari menjalani kehidupan rocker sepanjang malam sampai pagi sudah kami tinggalkan,” ujar drummer, juru bicara, sekaligus denyut jantung Metallica ini.
Album 72 Seasons yang resmi beredar pada 14 April 2023 adalah rupa perubahan itu, sekaligus menyatakan bahwa umur sekadar angka. Mereka jelas bukan remaja 20-an tahun yang dulu membuat album bengal Kill ’Em All. Meski begitu, 72 Seasons menyuguhkan intensitas serupa.
Penuh kegelapan
Album ini muncul dengan single ”Lux Æterna” yang mengudara pada akhir November 2022. Tak mengeluarkan karya baru sejak album Hardwired… to Self-Destruct (2016) bikin ragu apakah Metalica masih menyenangkan penggemar setianya. Intro ”Lux Æterna” yang bergemuruh meluruhkan kesangsian itu. Makin sip lagi di ujung bait pertama ada bagian rif gitar bernada rendah mengiringi teriakan Hetfield ”full speed or nothin’”.
Lontaran yang berarti ”kecepatan penuh atau tidak sama sekali itu” jadi roh keseluruhan album. Sebanyak 12 nomor dengan durasi total 77 menit kencang semua. Kecepatan tinggi. Tak ada nomor balada berat, seperti ”Nothing Else Matters”, atau ”Until It Sleeps” yang cenderung grunge, maupun sekuel sia-sia ”The Unforgiven II” dari masa lalu. Jelas terasa, Metallica mau mengulang kegilaan thrash metal era sebelum album Metallica alias Black Album (1991). Tapi, bahan bakarnya bukan lagi bir atau vodka, melainkan teh earl grey.
Mengembalikan musikalitas kembali ke akar sejalan dengan judul 72 Seasons, alias 72 musim. Menurut James Hetfield kepada AP, frasa itu bermakna rekaman pengalaman hidup secara fisik dan psikologis yang dialami seseorang sampai umur 18 tahun. Album ini mengeksplorasi kebengalan masa muda dan kecemasan menjadi dewasa. Topik ini diulas dari sudut pandang rocker beruban.
Meski musiknya menyalak-nyalak, lirik yang dinyanyikan Hetfield membuat band ini terasa rapuh, sarat trauma psikologis. Lagu kedua, ”Shadows Follow”, dibuka dengan stakato yang memberi efek menegangkan. Pada bagian refrain, Hetfield menggambarkan kepanikan, yang kira-kira terjemahannya, ”Bergemuruh, bernapas cepat/Mimpi buruk muncul/Kucoba lari tapi bayanganku mengikuti”. Ini seperti simtom kegusaran mental.
Lagu berikutnya, ”Screaming Suicide” seolah jadi lanjutan dari ”Shadows Follow”. Di lagu yang juga jadi single ini, Hetfield menyinggung perihal pikiran mengakhiri hidup. ”Aku pernah punya pikiran itu. Siapa yang tidak pernah? Kalau kamu bilang belum pernah, mungkin kamu agak menipu diri sendiri,” kata Hetfield.
Di lagu ”You Must Burn!” yang menyuguhkan solo gitar Hammett yang relatif panjang, lirik yang dilontarkan Hetfield belum berkurang kadar kegelapannya. Di lagu ini dia menyebut ada ”sosok hitam” yang membisikkan ”hasrat kelam”. Ini bisa dianggap masih bertalian dengan ”Screaming Suicide”.
Gitaris Hammett mengagumi kepiawaian lirik Hetfield, yang katanya justru bisa membantu pendengar memahami diri sendiri. ”Topik-topiknya kelam dan tabu. Tapi, yang dia (Hetfield) sampaikan adalah memberi cahaya pada kegelapan itu. Ini adalah isu nyata yang dihadapi manusia,” ujar Hammett.
Ujaran Hammet itu mewujud di lagu ”Chasing Light” di awal paruh kedua album. Pada bagian refrain lagu, Hetfield memotivasi untuk menghadapi dan mengalahkan kegelapan jiwa. Ujungnya ada kalimat yang cukup keren jadi slogan, ”without darkness, there’s no light” yang mungkin terinspirasi dari ”habis gelap, terbitlah terang” karena bermakna sama.
Kegelapan-kegelapan itu mungkin yang dipendam Hetfield sejak bocah hingga era Kill ’Em All dan berikutnya. Dengan intensitas album sekencang ini, amarah dan kegelapan itu bisa jadi masih menyisa, tapi kini diimbuhi cahaya, seterang warna sampul albumnya yang didominasi kuning menyala. Semoga betah mendengarnya hingga trek terakhir ”Inamorata” yang berdurasi 11 menit lebih, lagu terpanjang yang pernah dibuat Metallica.(HEI)