Dualisme Nilai Moral
Kill Boksoon sejatinya menyuguhkan paradoks norma masyarakat modern. Betapa orangtua kerap menanamkan aneka nilai moral pada anak, tetapi tak sungkan sikut-sikutan demi memuluskan ambisinya untuk mengejar keduniawian.
Hanya dua pilihan yang mesti dihadapi dalam medan laga bertajuk Kill Boksoon, membunuh atau dibunuh. Ruwetnya lagi, kemelut itu mengungkungi ibu yang melakoni dua dunia berbeda. Standar ganda demi menerapkan kode etik pembunuh bayaran sekaligus mengemong anak pun tak terelakkan.
Gil Boksoon (Jeon Do-yeon) sungguh lihai. Semua oponen tangguh ia libas tanpa kegagalan. Dedengkot Yakuza jago pedang saja bisa dibuat terkapar bersimbah darah di tengah aspal dingin. Semua order direkam dan diistilahkan show atau pertunjukan.
Tak heran, ia paling disayang Cha Min-kyu (Sul Kyung-gu), bos sindikat MK Ent. Boksoon memang punya naluri teramat tajam untuk menerka manuver-manuver buruannya sehingga selalu saja lolos dari maut. Saking baalnya, acapkali Boksoon malah cengar-cengir di sela meladeni lawan.
Mereka berbincang santai sambil merokok sebelum baku hantam dengan membabi buta. Lain waktu, ia sekadar manggut-manggut sewaktu rekannya tewas dalam misi ke China. “Padahal, baru mau kutraktir makan malam,” ujar Boksoon dengan senyum tipis.
Maka, tatkala MK Ent mencetak begundal-begundal baru, rekam jejak Boksoon wajib diteladani. Sutradara dan penulis naskah Kill Boksoon, Byun Sung-hyun, menyuguhkan diferensiasi film laganya dengan durasi sekitar dua jam itu dengan alur yang kompak dan sinematografi unik.
Pertarungan, umpamanya disajikan dengan sudut pandang di balik kereta yang melesat. Jendela-jendela gerbong membentuk deretan frame atau potongan adegan Boksoon yang tengah menyabung nyawa. Sung-hyun bermain-main pula dengan sapuan kamera lewat teknik pan yang memutar hingga 180 derajat.
Saat Boksoon menggembleng gadis pemagang, pisau yang melayang-layang ditampilkan dengan gerak lambat ditingkahi musik berbasiskan dansa latin, pasodoble, untuk secepat kilat kembali menghamparkan kelincahan mereka. Ia hanya bersenjatakan pena.
Tak urung, Boksoon memvisualkan sintesis, antara John Wick yang bisa mengandalkan pensil sekalipun untuk membunuh buruannya, dengan kecermatan perempuan algojo berkepala batu macam Beatrix Kiddo alias The Bride dalam Kill Bill. Sesekali, Sung-hyun menyelipkan humor yang satir.
“Supermarketnya hampir tutup,” ujar Boksoon yang buru-buru menghabisi musuhnya dengan melancarkan timah panas karena harus belanja. Terlihat amat gamblang jika Sung-hyun meramu Kill Boksoon dengan elemen-elemen yang diperagakan idolanya, Martin Scorsese.
Ia juga mengetengahkan komedi gelap ala Quentin Tarantino, sesama sutradara dari Amerika Serikat. Boksoon bisa saja seketika bertandang ke Timur Tengah untuk menjagal korbannya lantas bertemu sesama orangtua murid di sela menyesap teh hangat seraya terkikik-kikik.
Ia memang punya anak semata wayang, Gil Jae-young (Kim Si-a), remaja yang kerap bikin pusing tujuh keliling dengan kekritisan dan kepuberannya. Mereka tak kurang suatu apa. Boksoon bergaya perlente dengan memacu mobil Eropa mentereng, mengenakan setelan merah marun, dan berkacamata hitam.
Jelas, materi bukan soal, melainkan krisis relasi orangtua dan anak. Jae-young jadi badung lantaran ibunya hilir mudik melanglang buana. “Membunuh orang lebih gampang dibandingkan mengasuh anak. Lebih berat dari yang kukira,” ujarnya dengan senyum kecut ketika menyantap tteokbokki.
Wajar jika Jae-young memendam banyak kekalutan soal sahabat, asmara, dan kemisteriusan profesi ibunya. Sung-hyun yang dikenal mengukir pamornya lewat The Merciless (2017) memang tak semata-mata menggelar adu tembak, tetapi juga drama keluarga.
Ia memampangkan dua sisi mata uang yang sarkastis. Jae-young melukai kawannya, namun Boksoon telah membunuh ratusan, mungkin juga ribuan orang. Lamunan Boksoon lalu melayang ke masa muda saat sang ayah menggebukinya sampai melintir hanya gara-gara kepergok merokok.
Malaikat pencabut nyawa itu sudah beraksi sejak berusia 17 tahun yang senantiasa dirundung kekerasan. Kontradiksi yang menyingkap selaksa pertanyaan dalam benak Boksoon. “Kulihat bayanganku di mata mereka yang meregang nyawa. Waktu pulang, aku takut menatap Jae-young. Layakkah aku jadi ibu?” ucapnya.
Masyarakat sakit
Lebih jauh, Kill Boksoon sejatinya membeberkan dualisme nilai-nilai moral masyarakat modern. Betapa orangtua sering menanamkan segudang kebenaran pada anak dan menggantungkan harapan setinggi langit sementara mereka tak sungkan sikut-sikutan demi memuluskan ambisinya untuk mengejar keduniawian.
Indikasi disfungsi keluarga yang terus saja diapologi baru-baru ini juga membetot perhatian publik ketika anak pejabat menggocoh seterunya tanpa ampun. Polah berandal yang dimanja kemewahan itu pada gilirannya mencengkeram teman, kekasih, bahkan keluarganya sampai lintang pukang.
Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai ketidakpantasan tabiat pejabat, aparat, dan politisi saat ini mengindikasikan sick society atau masyarakat yang sakit. Mereka punya kekayaan yang tak sesuai dengan penghasilannya, berpelesir, dan memamerkan properti mewah.
“Banyak ketidakpatutan seiring berjalannya roda pemerintahan,” ucapnya. Norma-norma yang diajarkan di sekolah sejak dini pun kontradiktif dengan praktik yang dijalankan lembaga-lembaga negara.
“Bukan hanya ujaran yang harus ditunjukkan, tetapi juga contoh sehingga rakyat bisa meneladani pemimpinnya,” kata Hendri. Ia menganggap penting kesadaran para pemangku kepentingan yang tentunya tak tercantum di dalam peraturan-peraturan.
“Ucapan berbeda dengan perbuatan, kan, tidak dijelaskan undang-undang. Kepantasan perlu dikedepankan pemimpin sehingga penuh kewarasan yang sesuai nilai-nilai luhur,” ucapnya. Ia memandang demokrasi saat ini berangsur-angsur dimatikan dengan mekanisme legal atau formal.
Aneka metafora
Sung-hyun tak menyangkal jika Kill Boksoon disisipi dengan aneka metafora dan simbol untuk memotret berbagai fenomena belakangan ini. “Termasuk, soal generasi muda. Filmnya juga menggambarkan ironi. Aku ingin menghadirkan situasi di mana semua serba paradoks,” katanya.
Batas baik dan buruk sekonyong-konyong kabur hingga standar etis sungguh tak jelas. Ia mengonklusikan Kill Boksoon dengan setiap insan yang harus jujur terhadap dirinya. “Memang begitu pesan pertama yang mau kusampaikan. Banyak juga amanat lain yang bisa tersirat,” ujarnya.
Sung-hyun sangat gembira karena Kill Boksoon ditayangkan di Festival Film Internasional Berlin di Jerman, pada Februari 2023. “Diputar di bioskop yang sangat besar dengan 1.800 kursi. Aku lega waktu tahu Kill Boksoon disambut penonton dengan meriah. Mereka merasa dekat dengan filmnya,” ucapnya.