Ariera tancap gas dengan mengalunkan salah satu nomor andalan Westlife, ”If I Let You Go”. Mereka tentu tak melupakan gita negeri sendiri dengan ”I Heart You” yang dibawakan SM*SH. Penonton difabel pun umumnya semringah.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
Konser bertajuk I Want It This Way di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, tak hanya menghadirkan lagu-lagu ternama sejak tiga dasawarsa lalu. Pertunjukan yang digelar Adia Project itu juga mengembuskan kesetaraan yang amat kuat di kalangan difabel.
Baru di meja registrasi, kesetaraan sudah menguar dengan kuat. Teman tuli, sebutan untuk mereka yang berkomunikasi dengan bahasa isyarat, dilayani dengan baik. Panitia yang menguasai interaksi tersebut tampak senantiasa siaga, tetapi tetap ramah.
Apalagi, layanan edukasi dan pemberdayaan masyarakat tuli, Indonesian Sign Language Academy atau Indosign, turut membuka stan. Mereka yang mengalami gangguan penglihatan hingga tunadaksa bisa masuk bersama penonton lain dengan lancar.
Konser itu dibuka dengan aksi Adhisvara Choir yang menyanyikan dua tembang The Beatles, ”Till There Was You” dan ”Hey Jude”, Sabtu (11/3/2023) sekitar pukul 16.00. Lagi-lagi, inklusivitas dibuktikan dengan Frans Susanto dan Rezki Achyana yang bergiliran berdiri di kanan panggung.
Sepasang juru bahasa isyarat itu tak sekadar mengaplikasikan gerakan-gerakan, tetapi juga ikut bergoyang. Mereka mengikuti irama lagu, memampangkan raut wajah ekspresif, hingga melambai-lambaikan tangan. Duo tersebut bak dirigen saja dengan penonton yang turut terhanyut dan lambat laun menunjukkan aplausnya.
Sekitar 15 menit berselang, bintang-bintang utama yang terdiri dari sembilan pria pun tampil. Ariera, demikian grup penyanyi pria tersebut, menggebrak dengan ”Step by Step” yang dipopulerkan New Kids on the Block (NKOTB).
Latar mereka bersenandung menayangkan klip video band remaja tersebut. Disusul ”This I Promise You” yang dirilis ’N Sync, bisa ditebak kalau konser itu bertemakan lagu-lagu yang populer pada 1990-an hingga 2000-an. Di sayap kanan bangku penonton, keriaan tak lantas luntur. Beberapa penonton ikut bernyanyi dengan bahasa isyarat dengan menggerak-gerakkan tangannya.
Sementara para penonton tunanetra ditemani pendampingnya yang memvisualkan pandangan sehingga hiburan tersebut semakin paripurna. Respons penonton lain tak kalah meriah dengan gemuruh tepuk tangan dan sorak-sorai yang membahana.
Pasangan juru bahasa isyarat pun masih menegaskan nyala antusiasmenya. Saat lagu didendangkan perlahan, wajah mereka meredup. Demikian pula ketika irama merancak, ekspresi yang diketengahkan berubah semringah. Lirik lagu yang dimuat telepromter lalu diterjemahkan dengan bahasa isyarat.
Ariera tancap gas dengan ”Picture of You” yang diluncurkan Boyzone, ”I Want It That Way” dari Backstreet Boys, dan lagu pengiring Meteor Garden, ”Liu Xing Yu”. Oktavio Dwiputra yang bersuara bas kemudian mengungkapkan rekognisinya sejenak.
”Lagu selanjutnya, kita ganti bahasa dulu, ya, dari kampungnya Daoming Si atau F4. Masih ingat Shancai?” ujar Vio, sapaannya, yang disambut histeria penonton. Tak heran jika sebagian besar penonton sudah termasuk paruh baya meski mereka tetap semangat mengacung-acungkan stik yang memancarkan cahaya.
Jika konser tertentu terkesan eksklusif, tidak demikian dengan konser I Want It This Way. Berkali-kali, pranatacara malah meminta penonton merekam dan mengunggah video di media sosialnya. Tak sedikit pula audiens yang berdiri, bahkan berjoget.
Ariera belum kehabisan napas dengan mengalunkan salah satu nomor andalan Westlife, ”If I Let You Go”. Mereka tentu tak melupakan gita negeri sendiri dengan ”I Heart You” yang dibawakan SM*SH. Pekikan penonton yang memanggil personel-personel ensambel tersebut atau mengungkapkan cintanya, sesekali menggaung.
Ariera menutup tontonannya dengan grup-grup kenamaan Korea Selatan, Super Junior dan BTS. Alhasil, ”Sorry, Sorry” dibuntuti dengan ”Dynamite” yang menegaskan atensi mereka terhadap lagu kekinian.
Mereka memungkasi hiburannya dengan mengajak penonton berkaraoke bersama lewat tembang kebangsaan ME, ”Inikah Cinta”. Seusai itu, hampir semua penonton menari-nari, mereka berbaur dengan para penyanyi dan larut dalam kerumunan.
Penonton difabel pun umumnya terlihat semringah seusai menikmati I Want It This Way. Roni AK Harianja (24), umpamanya, sangat senang meski tak bisa menyaksikan rupa para penghibur. ”Sebagai tunanetra, saya bangga masih bisa berekspresi meski hanya mendengar lagu-lagunya. Hati saya tetap gembira,” katanya.
Ia disertai pendamping yang duduk di sebelahnya. Ia menyimak penjelasan sehingga bisa memvisualkan pertunjukan tersebut. ”Diungkapkan personelnya pakai baju apa dan seberapa luas panggungnya. Mereka berjuang agar saya bisa berimajinasi,” kata warga Tangerang Selatan, Banten, itu.
Penglihatan Roni berangsur-angsur terganggu sejak empat tahun lalu hingga tak bisa melihat sama sekali sejak tahun 2020. ”Saya tetap bisa merasakan kebahagiaan menghadiri konser Ariera,” kata mahasiswa semester IV Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Pamulang tersebut.
Ratih Tjendralim (53) malah ikut bergoyang bersama teman-temannya. Warga Cengkareng, Jakarta, yang tuli itu terkendala memahami beberapa lagu berbahasa Inggris, tetapi juru bahasa isyarat sangat membantunya.
”Kalau lagu bahasa Indonesia, aku tahu. Aku berterima kasih kepada Adia Project. Meski sempat sedikit enggak mengerti, tapi keseluruhan lancar,” katanya.
Pendiri Adia Project Koes Adiati mengatakan, I Want It This Way bermula ketika temannya mengucapkan ulang tahun dengan bahasa isyarat, tahun 2020. ”Kok, menarik. Aku jadi berpikir, apa yang bisa dilakukan supaya bisa lebih dinikmati. Akhirnya, dimediakan dengan lagu-lagu yang indah,” ucapnya.
Koes bersama teman-temannya pun sepakat menggelar konser dengan meletakkan semangat inklusivitas. Pertunjukan selama 1,5 jam itu juga digelar pada pukul 19.00. Sekitar 25 tempat duduk per konser disediakan gratis untuk penyandang difabel.
”Ternyata, minat teman-teman sangat tinggi. Kami membuka keran. Saat pertunjukan pertama saja, 75 difabel mendaftar,” katanya. Kapasitas konser itu sekitar 400 penonton yang terbagi atas empat kelas. Tiket VIP dijual seharga Rp 275.000, kelas I Rp 225.000, kelas II Rp 175.000, dan kelas III Rp 125.000.
Koes memilih lagu-lagu hit mulai tahun 1990-an karena model grup vokal pria yang dijadikan patokan hingga saat ini, yaitu NKOTB. ”Kami ingin hiburan yang catchy (mudah diingat) sekaligus menggebrak. Setiap masanya, kami tampilkan grup yang dianggap paling terkenal,” ujarnya.