Gogor meletupkan keinginannya untuk melukis abstrak simetris. Metodenya cukup dikenal banyak orang dengan cara menuangkan cat di atas kanvas, kemudian bagian kosong kanvas itu dikatupkan ke bagian yang terkena cat.
Oleh
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
·5 menit baca
Ornamental simetris pada perangkat gamelan ataupun wayang kulit selalu menggelayuti benak Gogor Purwoko (52), yang kemudian menekuni lukisan abstrak secara otodidak. Ragam seni hias sungging wayang sampai bentuk tiga dimensi seperti naga kembar di atas gawang gantungan gong yang simetris kiri kanan itu memantik Gogor menempuh teknik lipatan kanvas demi ekspresi lukisan abstrak-simetris.
Karya-karya Gogor itu ditampilkan di dalam pameran tunggal bertajuk Tanda pada Lipatan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Pameran berlangsung 2-14 Maret 2023 dengan dikuratori Citra Smara Dewi.
Gogor lahir di Lumajang, Jawa Timur. Ia tumbuh hingga lulus SMA di tengah keluarga besar yang masih menghidupi seni tradisi gamelan dan wayang kulit.
”Saya tinggal di rumah kakek yang masih digunakan untuk berlatih musik gamelan dan tari, selain kakek saya juga sering menanggap wayang kulit. Di situlah saya mulai mengenal bentuk-bentuk ornamental pada gamelan dan wayang kulit yang selalu simetris, hingga akhirnya membayangkan lukisan abstrak yang saya tekuni kemudian supaya bisa simetris pula,” kata Gogor di sela acara pembukaan pameran tunggalnya itu di Galeri Nasional, Rabu (1/3/2023) malam.
Ornamental simetris lain sebenarnya juga terdapat di berbagai candi atau gapura. Ornamen serupa kiri dan kanan itu tidak hanya diwujudkan dalam dua dimensi atau relief, tetapi juga patung.
Naga kembar salah satu contoh bentuk patung. Naga kembar yang ada di gawang gantungan gong dengan kepala ada di ujung kiri dan kanan. Kedua ekor naga bertemu di bagian tengah dan saling melilit.
Patung naga kembar juga sering tampil di kiri dan kanan gapura candi. Ornamental simetris dalam dua dimensi mudah ditemukan pada bentuk wayang kulit gunungan.
Menjelang pandemi Covid- 19 pada awal 2020, Gogor meletupkan keinginannya untuk melukis abstrak simetris. Metodenya cukup dikenal banyak orang dengan cara menuangkan cat di atas kanvas, kemudian bagian kosong kanvas itu dikatupkan ke bagian yang terkena cat.
Kanvas itu menjadi seperti dilipat. Pada akhirnya, cat yang tertuang itu menempel di kedua permukaan kanvas dan jadilah lukisan abstrak simetris.
”Ide ini saya realisasikan ketika awal tahun 2020 saya datang ke studio perupa Setiyoko di Gandul, Cinere, Depok. Saya datang dengan mengendarai sepeda motor sehingga kanvas lukisan yang saya bawa tanpa kayu spanram. Kanvas saya gulung,” ujar Gogor.
Ketika melukis bersama, Gogor mulai menggelar kanvas gulungannya. Segera terlintas keinginannya untuk melaburkan cat di salah satu sisi kanvas. Kemudian ia menangkupkan sisi kanvas lain ke bagian kanvas yang tertoreh cat. Jadilah, lukisan gaya abstraknya yang simetris kiri dan kanan.
”Ini sebuah ekspresi spontan. Pada akhirnya, muncul karya abstrak yang mengandung ketidakterdugaan,” kata Gogor, yang menuntaskan studi Teknik Sipil di Politektik Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, 1990–1993.
Setelah lulus kuliah, Gogor bekerja dan menetap di Jakarta. Antara 1993 dan 1998, Gogor menjadi supervisor perusahaan di bidang konstruksi, PT Total Bangun Persada. Periode 2011- 2015 menjadi project manager di PT Jaya Properti Indonesia. Hingga akhirnya Gogor undur diri dari pekerjaannya dan memasuki dunia seni rupa.
Selama menjalani pekerjaan di bidang properti, ketertarikan Gogor terhadap seni rupa pun terus menggebu. Pameran seni rupa yang ada di sudut-sudut Jakarta selalu ia datangi.
Gogor jauh-jauh hari sudah melukis. Pertama kali ia menyertakan karya lukisannya di sebuah pameran bersama di Jakarta pada 2003. Sejak tahun itu, Gogor mulai aktif mengikuti pameran bersama.
Tidak berselang lama, pada 2006 Gogor sempat menggelar pameran tunggal di Koi Gallery, Kemang, Jakarta Selatan. Sempat pula meraih penghargaan sebagai salah satu finalis untuk kompetisi Painting of The Year UOB 2016.
Abstrak Barat
Gogor menekuni aliran lukisan abstrak. Tanpa disadari, ia terseret aliran seni rupa abstrak Barat. Perjalanan seni abstrak Gogor banyak dipengaruhi gaya pelukis abstrak terkenal dunia, Wasilly Kandinsky.
Gogor gemar membaca buku lukisan abstrak dunia, di antaranya buku Concerning the Spiritual in Art oleh Kandinsky. Ia juga merambah tokoh garda depan lukisan abstrak dunia lainnya seperti Kasimir Malevich dan Piet Mondrian.
Belakangan, Gogor mulai menautkan gaya lukis abstrak dunia dengan gerakan teosofi Helena Blavatsky di Eropa. Gogor juga merambah gerakan seni rupa abstrak di Amerika Serikat pula, yang kemudian dikenal sebagai American Abstract Expressionist.
Gogor tertarik dengan seni rupa abstrak dunia. Akan tetapi, ia selalu merasa terusik dengan memori estetika yang dialami di masa kecil hingga remaja di Lumajang. Hingga akhirnya Gogor mulai menyadari seni rupa abstrak tidak harus mengacu Barat.
”Perspektif seni rupa abstrak dari nilai tradisi Nusantara ternyata juga sangat beragam. Di Batak seperti halnya di Toraja muncul visual ornamen abstrak, begitu pula dari ragam seni tradisi batik di Nusantara yang begitu kaya,” ujar Gogor.
Gogor menjumpai beberapa ragam seni hias Dayak di Kalimantan juga simetris. Ia memadupadankan dengan catatan Leonardo DaVinci yang dituangkan ke dalam gambar Manusia Vitruvian tentang bentuk tubuh manusia yang simetris pula. ”Ada hal yang sejak lama ingin saya lakukan, yaitu membuat lukisan dengan melipat kanvas secara berulang untuk membentuk lukisan abstrak simetris. Ini terwujud pada periode 2019 hingga awal 2020,” kata Gogor.
Pada kisaran waktu memasuki masa pandemi itulah, Gogor mematri niat untuk mengembangkan teknik lipatan kanvas untuk membangun citra lukisan abstraknya. Ia pun menemukan buku karya Yasraf Amir Piliang berjudul Dunia yang Dilipat. Buku tentang wajah dunia dan kehidupan manusia yang seolah dilipat-lipat karena pemadatan ruang-waktu akibat hadirnya teknologi informasi dan digital itu membuat semangat Gogor kian terpompa.
Belakangan, Gogor menyadari sesuatu yang cukup menarik dan bisa interaktif dengan audiensnya. Di beberapa pamerannya, Gogor mengajak audiens menikmati proses melukis abstrak dan melipat kanvasnya. Kemudian bersama-sama membuka kanvas dan menikmati ketidakterdugaan seni abstrak yang muncul.
Makna konotatif
Melipat memiliki makna denotatif atau yang sebenarnya. Akan tetapi, bisa pula memiliki makna konotatif seperti pada padanan kata melipat peristiwa pahit di masa lalu. ”Pameran Tanda pada Lipatan ini ingin menekankan dua makna denotatif dan konotatif dari karya-karya Gogor Purwoko,” ujar kurator Citra Smara Dewi.
Makna konotatif mungkin bisa dikaitkan dengan melipat peristiwa pahit ketika Gogor terpapar Covid-19 varian Delta yang cukup mematikan itu. Selama 20 hari didera infeksi virus Delta tersebut, Gogor mengalami sulit bernapas. Peristiwa itu menyisakan tanda, seperti tanda pada lipatan. Tanda lipatan sekaligus konsep yang menyajikan kejutan.
”Konsep berkarya Gogor tidak dapat lepas dari pengalaman di masa lalu, baik di lingkungan keluarga maupun sosial,” kata Citra.