Parodi, Menjadi Diri Sendiri
Kartun strip Timun memasuki usia 38 tahun. Timun menjadi parodi kelucuan negeri ini.

Rahmat Riyadi, komikus dan pencipta karakter Timun.
Kartun strip atau baris yang singkat dan padat berisi kelucuan sekaligus kritik ironi menjadi penjangkit tawa yang murah dan menyehatkan. Begitu pula tujuan yang ingin dicapai melalui kartun strip Timun karya Rahmat Riyadi (75) yang selalu terbit di harian Kompas edisi hari Minggu.
Saat ini kartun strip Timun memasuki usia 38 tahun sejak kehadiran pertama kali pada 27 Januari 1985. Timun menjadi parodi kelucuan di negeri ini sekaligus mengingatkan kita untuk setia menjadi diri sendiri.
Dalam perbincangan Selasa (14/2/2023) siang di Bentara Budaya Jakarta, Rahmat Riyadi menunjukkan kartun strip Timun yang dimuat Kompas untuk pertama kalinya. Ada tiga kolom dalam satu baris gambar. Setiap kolom menyajikan gambar satu sosok laki-laki tambun berwajah ceria sedang melangkah. Dialah Timun.
Kolom pertama, disertai kutipan dari Timun, ”Menghadapi segala perkara…”. Kolom kedua, ”Kita harus tetap ceria!!!”. Pada kolom terakhir tertulis, ”Dokter Gigi”. Gambar sosok Timun pun tampak membuang topeng bahagia dan raut mukanya ternyata masam, tak bahagia. Itu mungkin juga karena Timun sedang sakit gigi.
Untuk pertama kalinya di harian Kompas, Rahmat menyajikan sebuah kritik ironi dari keadaan wajah bahagia dan tidak bahagia. Ternyata wajah bahagia sekadar topeng.
Latar peristiwa kartun baris pertama itu bukan dari siapa-siapa atau dari peristiwa politik apa pun yang terjadi di saat itu. Rahmat hanya ingin menyampaikan keinginan dirinya untuk menjadi diri sendiri. Ia tidak mau mengenakan topeng. Ia tidak mau berpura-pura dalam menjalani hidup dan pekerjaannya. Ia ingin lugas apa adanya. Lugas pula dalam memegang prinsip.

Sejumlah komik strip dan komik tunggal karakter kartun Timun karya Rahmat Riyadi dipamerkan dengan judul Parodi Negeri Kami di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (16/2/2023).
”Seperti inilah saya. Saya ingin hidup dengan memegang prinsip seperti Kumbakarna ini,” ujar Rahmat seraya menunjukkan salah satu lukisan yang akan dipamerkan.
Rahmat menggelar Pameran Kartun Strip Timun untuk peringatan 38 tahun hadir menemani pembaca harian Kompas. Pameran bertajuk ”Parodi Negeri Kami” berlangsung di Bentara Budaya Jakarta, 16-22 Februari 2023.
Pembukaan pemeran tersebut dihadiri antara lain Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo, Direktur Komunikasi Korporat Kompas Gramedia Glory Oyong, General Manager Bentara Budaya & Communication Management Kompas Gramedia Ilham Khoiri, Redaktur Pelaksana Harian Kompas Adi Prinantyo, dan kurator Bentara Budaya, Efix Mulyadi.
Selain menampilkan ratusan dokumen kartun strip, pameran ini juga menghadirkan puluhan lukisan yang dibuat Rahmat sejak 2020. Dia melukis untuk mengisi kesendirian setelah istrinya, Darmuji Ningsih, wafat pada 7 Juli 2020.

Sejumlah komik strip dan komik tunggal karakter kartun Timun karya Rahmat Riyadi dipamerkan dengan judul Parodi Negeri Kami di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Kepergian istrinya mengingatkan masa-masa kecil Rahmat di Pekalongan, Jawa Tengah. Ketika itu ia begitu dekat dengan bacaan komik, terutama komik wayang karya RA Kosasih. Dari sinilah Rahmat teringat tokoh pujaannya, Kumbakarna.
Kumbakarna memegang prinsip setia dan patriot terhadap negara dalam keadaan apa pun, termasuk negara dalam keadaan benar atau salah. Rahmat mengingat kemiripan prinsip ini dalam istilah right or wrong, it’s my country sebagai ucapan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson tatkala menyemangati warganya menjelang Perang Dunia I.
Rahmat lahir di Pekalongan, Jateng, 20 Oktober 1947, sebagai anak kedua dari lima bersaudara. Ia adalah adik Kartono Riyadi, fotografer ternama di harian Kompas.

Sejumlah komik strip dan komik tunggal karakter kartun Timun karya Rahmat Riyadi dipamerkan dengan judul Parodi Negeri Kami di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Domestifikasi
Parodi dengan kritik ironi kartun strip Timun lebih condong berkarakter humor. Kekuatannya terletak pada domestifikasi persoalan di pusat kekuasaan politik menjadi selayaknya persoalan rumah tangga.
”Rahmat meringkus masalah gawat menjadi layaknya ’remeh-temeh’ dapur dengan seketika menyembulkan ironi,” ujar Efix.
Ia melihat sosok Timun mewakili kearifan rakyat biasa. Selain menciptakan karakter Timun, Rahmat juga menghadirkan Delima sebagai istri Timun. Kemudian karakter Terong sebagai anak laki-laki dari pasangan Timun dan Delima.
Menurut mantan editor Kompas Minggu, Ninuk Mardiana Pambudy, yang pernah menangani kartun strip Timun, Rahmat kadang menyertakan sosok lain, terutama laki-laki. Jarang ada sosok perempuan selain Delima.

Sejumlah komik strip dan komik tunggal karakter kartun Timun karya Rahmat Riyadi dipamerkan dengan judul Parodi Negeri Kami di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Delima tidak ditampilkan sebagai konco wingking dalam pengertian perempuan Jawa yang hanya menangani masalah domestik. Delima bahkan sering memberi kata akhir yang mewakili sikap kartunisnya.
Salah satu contoh ada di kartun strip yang terbit pada 26 Januari 2003, yang terdiri atas empat panel. Pada panel pertama hingga ketiga, Timun dan Terong mengkritik masakan lodeh dan ayam goreng yang dibuat Delima. Timun mengkritik, lodeh itu terasa hambar dan encer. Terong mengkritik, ayam goreng yang masih alot.
Pada panel terakhir, Delima menyahut, ”Ingat!! Jangan samakan istrimu, ibumu, dengan wanita lain! Setuju???”
Delima menyatakan sikap: tidak mau dibanding-bandingkan.
”Timun” dan imun
Ilham Khoiri memberikan catatan, ”Kartun Timun yang Meningkatkan Imun”. Ia mencuplik kartun Timun satu panel yang terbit pada 1 Agustus 2021. Ketika itu masih berada di masa pandemi Covid-19.
Rahmat membuat satu kolom kartun dengan tiga karakter yang sedang terbaring di ranjang. Mereka adalah karakter Batman, Superman, dan Timun.
Kutipan tulisannya berturut-turut, ”Saya, Batman”. Kemudian, ”Saya, Superman!” Kutipan yang terakhir pada giliran Timun berbicara, ”Kami semua, Isoman!!!”
Ilham melihat kartun strip Timun sebagai parodi yang merespons berbagai kenyataan sakit, pahit, atau menggemaskan. Lantas, adakah manfaat parodi ini?
Menurut Ilham, parodi Timun menjaga akal sehat dalam menghadapi berbagai kenyataan. Lewat parodi, kita juga diajak mengambil jarak dan memikirkan ulang tentang hal yang terjadi, lalu memaknai dengan perspektif yang lebih produktif.
Tema dominan kartun Timun, menurut penulis Seno Gumira Ajidarma, adalah korupsi. Rahmat tidak menyorot sistematika, tetapi mentalitas para koruptor dan di sanalah humornya.

Direktur Bentara Budaya Ilham Khoiri saat memberi sambutan saat pembukaan pameran karakter kartun Timun karya Rahmat Riyadi yang dipamerkan dengan judul Parodi Negeri Kami di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (16/2/2023).
”Koruptor tidak seperti jahat, tetapi lucu dan mampu mengejek diri serta mampu memperhitungkan risiko jika tertangkap, masih untung atau tidak,” ujar Seno.
Selain koruptor, politikus juga menjadi bulan-bulanan. Terutama politikus yang menimbulkan kemarahan publik sehingga komik Timun bisa berfungsi sebagai katarsis.
”Kemarahan tersalur dan memang dengan cara itulah kartun bekerja,” kata Seno.
Dalam pameran Parodi Negeri Kami, Rahmat pun menuangkan pengalamannya sebagai kartunis selama ini. Ketika duduk di bangku SMA, Rahmat mulai menyukai kartun dan mulai membikinnya.
Sejak itu pula muncul kesadaran terselip di benaknya bahwa menjadi kartunis di dalam kesenian Indonesia ibarat remah-remah dari sepotong roti. Remah-remah ibarat potongan kecil dan diabaikan atau dibuang. Meski demikian, Rahmat terus bertahan sampai kapan pun.
Kumpulan remah-remah di sepanjang 38 tahun di harian Kompas itu sekarang sudah kembali memberi bentuk roti untuk dinikmati.

Kurator Bentara Budaya Jakarta, Efix Mulyadi, saat memberi sambutan pada pembukaan pameran komik strip dan komik tunggal karakter kartun Timun karya Rahmat Riyadi dengan judul Parodi Negeri Kami di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (16/2/2023).