Bertemu Lukisan Dibalik
Ini bermakna seperti perjumpaan lukisan dengan dinding. Selama ini lukisan yang dipamerkan akan selalu membelakangi dinding. Dinding hanyalah sarana untuk mencantolkan lukisan.

Pengunjung mencermati karya lukisan dibalik berjudul Oh, Dear Wall yang dipamerkan Singapore Art Museum di pergudangan pelabuhan peti kemas Tanjong Pagar Distripark, Singapura, Jumat (13/1/2023). Pameran ini dalam rangka Singapore Biennale Ketujuh yang berlangsung 16 Oktober 2022 hingga 19 Maret 2023, sekaligus mengisi rangkaian Singapore Art Week, 6-15 Januari 2023.
Seni rupa kontemporer bisa mengambil bentuk apa saja. Tidak ada batas yang memagarinya. Sampai-sampai ada karya lukisan yang dipajang, tetapi dengan cara dibalik. Hanya kerangka spanram dan kanvas bagian belakang saja yang terlihat.
Spanram kayu itu membentuk bingkai bidang lukisan yang paling besar di antara 14 lukisan yang ada di sebelah kiri dan kanannya. Semuanya dipajang di bidang dinding yang sama.
Satu-satunya lukisan yang dipajang dengan cara dibalik ini banyak mengundang perhatian. Di bagian belakang kanvas ada sedikit tulisan di dekat pojok kanan atas dan berbunyi, ”Natasha – 2022 – Hwan”. Sebanyak 14 lukisan konvensional di dekatnya memiliki berbagai ukuran dengan corak abstrak dan figuratif.
Secara sekilas seperti ada kesan keliru pada lukisan yang dipasang secara terbalik tersebut. Namun, kesan itu segera pupus setelah membaca caption atau penjelasan karya.

Deretan karya seni rupa kontemporer, termasuk lukisan dibalik Oh, Dear Wall dipamerkan Singapore Art Museum di pergudangan pelabuhan peti kemas Tanjong Pagar Distripark, Singapura, Jumat (13/1/2023).
Dari secarik kertas yang ditempelkan di sampingnya, dijelaskan karya itu berjudul ”Oh, Dear Wall”. Ini bermakna seperti perjumpaan lukisan dengan dinding. Selama ini lukisan yang dipamerkan akan selalu membelakangi dinding. Dinding hanyalah sarana untuk mencantolkan lukisan.
Berikutnya, dicantumkan bahwa karya itu dibuat pada tahun 2022 dengan medium kanvas, dinding, alat perekam, dan pelantang suara. Ukuran kanvasnya 162 cm x 129 cm.
Ada sebuah mikrofon dengan tiang penegak diletakkan di depan karya ”Oh, Dear Wall” itu. Di lantai dan berada di antara dinding dan mikrofon ada sebuah alat pelantang suara. Rupanya, setiap penikmat karya diminta menyampaikan pendapat lewat mikrofon. Pendapat itu akan direkam perlengkapan yang sudah disediakan.

Karya seni rupa kontemporer dipamerkan Singapore Art Museum di pergudangan pelabuhan peti kemas Tanjong Pagar Distripark, Singapura, Jumat (13/1/2023). Pameran ini dalam rangka Singapore Biennale Ketujuh yang berlangsung 16 Oktober 2022 hingga 19 Maret 2023, sekaligus mengisi rangkaian Singapore Art Week, 6-15 Januari 2023.
Karya instalasi ini interaktif dan mewakili karya seni rupa kontemporer dengan kejutan-kejutannya. Para penikmat diajak memasuki ruang dialog dan merasakan kontemplasi lewat metafora pertemuan sebuah lukisan dengan dinding yang selama ini dibelakanginya.
Para penikmat kemudian diberi kebebasan untuk mengutarakan pendapat dan ekspresi masing-masing. Tidak sedikit pengunjung terenyak dengan karya instalatif ini. Mereka berhenti sesaat untuk mencerna pesan dan makna karya dari sebuah lukisan yang dibalik ini. Beberapa pengunjung berhenti persis di depan mikrofon. Ada yang mencoba berbicara.
Lukisan yang dibalik seperti ini pernah Kompas jumpai dalam pameran seni rupa kontemporer lainnya. Karya seperti itu pernah ada di Venice Biennale, Italia, pada tahun 2017.

Karya seni rupa kontemporer dipamerkan Singapore Art Museum di pergudangan pelabuhan peti kemas Tanjong Pagar Distripark, Singapura, Jumat (13/1/2023).
Singapore Art Week
Lukisan ”Oh, Dear Wall” ini dijumpai di ruang pamer Singapore Art Museum (SAM) di kompleks pergudangan pelabuhan peti kemas Tanjong Pagar Distripark, Singapura, Jumat (13/1/2023). Keesokan harinya, Kompas menghadiri undangan lelang 33 Auction oleh Linda Gallery.
Lelang lukisan itu masuk ke dalam rangkaian Singapore Art Week yang berlangsung 6-15 Januari 2023. Linda Gallery yang berbasis di Singapura dan Jakarta menggelar lelang 55 lukisan di Hotel Hilton Singapore Orchard.
Baca juga : Mengerek Pamor Indonesia lewat Lelang Lukisan
Lukisan yang dilelang sebagian besar old master atau karya-karya lama oleh para maestro yang sudah meninggal dan pernah menetap di Indonesia. Selebihnya, beberapa karya seniman asal China dan Indonesia yang sekarang masih hidup, seperti Agus Suwage, Agapetoes Agus K, Entang Wiharso, I Nyoman Masriadi, dan Sunaryo. Lukisan-lukisan yang dilelang juga dipamerkan di Tanjong Pagar Distripark.
”Ini lelang 33 Auction yang ke-32 kali di Singapura sejak tahun 2008. Kali ini dipilih karya-karya old master kita untuk menunjukkan kualitas lukisan seniman Indonesia kepada dunia, terutama ketika sekarang di saat seni rupa mulai bangkit kembali setelah pandemi Covid-19,” ujar Ali Kusno Fusin, pemilik dan pengelola Linda Gallery.

Salah satu lukisan old master pelukis Indonesia yang dipamerkan Linda Gallery di Tanjong Pagar Distripark, Singapura. Sebanyak 55 lukisan dan patung yang dipamerkan kemudian dilelang pada Sabtu (14/1/2023) di Hotel Hilton Singapore Orchard.
Tak terelakkan, dunia lukisan old master Indonesia selama beberapa tahun terakhir diterpa isu lukisan palsu. Ini menjatuhkan pasar lukisan. Akan tetapi, pelaku seni rupa Indonesia tidak bisa berpangku tangan.
”Lukisan palsu ini kita lihat sebagai dinamika di dalam seni rupa. Tantangannya, sekarang harus terus disebarkan dan ditingkatkan pengetahuan publik tentang seniman dan karya-karya aslinya,” ujar Ali.
Lukisan palsu ini kita lihat sebagai dinamika di dalam seni rupa. Tantangannya, sekarang harus terus disebarkan dan ditingkatkan pengetahuan publik tentang seniman dan karya-karya aslinya.
Di sisi lain, perdebatan mengenai keaslian karya old master Indonesia justru bisa diselingi dengan memperkenalkan karya-karya seniman terbaru. Termasuk dengan karya-karya seni rupa kontemporer yang bisa melampaui batasan-batasan seni rupa modern, seperti lukisan dibalik yang ditampilkan Singapore Art Museum (SAM).
Pameran SAM dengan karya ”Oh, Dear Wall” itu sebetulnya menjadi bagian dari kegiatan Singapore Biennale Ketujuh. Biennale ini berlangsung 16 Oktober 2022 hingga 19 Maret 2023 dan diberi nama Natasha.

Linda Gallery yang mengelola balai lelang 33 Auction berbasis di Jakarta dan Singapura menggelar pameran seni rupa di Tanjong Pagar Distripark, Singapura. Sebanyak 55 lukisan dan patung yang dipamerkan kemudian dilelang pada Sabtu (14/1/2023) di Hotel Hilton Singapore Orchard.
Bangkit kembali
Hal menarik lainnya dari Singapore Art Week 2023, ketika diselenggarakan juga bazar seni rupa internasional yang diberi tajuk Art SG. Ada sebanyak 160 galeri dari berbagai belahan dunia turut meramaikan bazar yang dibuka untuk publik pada 12-15 Januari 2023 tersebut.
Art Sociates dari Indonesia turut mengikuti Art SG 2023. Andonowati, pemilik dan pengelola Art Sociates, mengatakan, Singapura mulai bangkit kembali setelah mengalami kekosongan bazar seni rupa internasional sejak 2018.
”Pada hari pertama pembukaan, sudah ada lima dari sembilan karya yang dipamerkan itu laku. Ini sudah menutup biaya operasional serta sewa ruang pamernya,” ujar Andonowati di hari ketiga dari lima hari penyelenggaraan Art SG 2023.
Pada hari pertama pembukaan, sudah ada lima dari sembilan karya yang dipamerkan itu laku. Ini sudah menutup biaya operasional serta sewa ruang pamernya.
Art Sociates memilih program Focus Art SG 2023. Program ini dikhususkan bagi galeri yang memamerkan secara tunggal ataupun duo seniman dengan tema terkurasi. Ruang pajang program ini sekitar 45 meter persegi. Art Sociates menampilkan karya duo seniman Eddy Susanto dan Mujahidin Nurrahman.
”Art SG tahun 2023 ini ramai sekali. Sampai-sampai ketika melayani para tamu saya jadi lupa makan,” ujar Andonowati.
Para pembeli karya datang dari Singapura. Menurut Andonowati, sebagian besar di antara mereka belum masuk daftar kolektor yang dimiliki Art Sociates. Hal ini menunjukkan masuknya para kolektor baru asal Singapura mau mengoleksi karya-karya seniman asal Indonesia.

Linda Gallery yang mengelola balai lelang 33 Auction berbasis di Jakarta dan Singapura menggelar pameran seni rupa di Tanjong Pagar Distripark, Singapura. Sebanyak 55 lukisan dan patung yang dipamerkan kemudian dilelang pada Sabtu (14/1/2023) di Hotel Hilton Singapore Orchard.
Selain itu, tawaran kerja komisi seni juga diperoleh dari kolektor Singapura untuk seniman Mujahidin Nurrahman. Beberapa kolektor baru asal Sydney, Australia, dan Belanda juga sempat menawar karya yang dipamerkan. Tetapi, karya-karya yang diincar itu kebetulan sudah terjual.
Wiyu Wahono, kolektor karya seni rupa kontemporer dari Indonesia, mengatakan, Singapura secara mendadak dalam lima tahun terakhir berhasil menciptakan pusaran seni internasional. Ini menguntungkan bagi seniman Indonesia.
”Pernah ada suatu data di Singapura, entah tahun berapa saya lupa, yang menyebutkan persentase konsumsi karya seni rupa di negara itu mencapai 70 persen dari seniman Indonesia. Entah bagaimana dengan data sekarang,” kata Wiyu.
Baca juga : Menancapkan Tanda Keberangkatan
Sepengetahuan Wiyu, persentase kedua saat tertentu itu kemudian disusul Filipina. Akan tetapi, angkanya jauh di bawah Indonesia. Persentase karya seni asal Filipina yang diserap pasar di Singapura hanya 7 persen.
Wiyu tidak mengetahui data persentase seperti itu untuk masa sekarang. Ia sekadar ingin menunjukkan bahwa potensi seniman asal Indonesia memiliki peluang pasar begitu besar di Singapura.

Linda Gallery yang mengelola balai lelang 33 Auction berbasis di Jakarta dan Singapura menggelar pameran seni rupa di Tanjong Pagar Distripark, Singapura. Sebanyak 55 lukisan dan patung yang dipamerkan kemudian dilelang pada Sabtu (14/1/2023) di Hotel Hilton Singapore Orchard.