Perlu Siasat Kala Aturan Mengetat
Eforia festival musik tak terbendung di tahun 2022, sampai-sampai ada insiden. Dampaknya, aturan dan pengawasan acara makin ketat. Namun, hal ini diprediksi tak menyurutkan keriaan di tahun depan, asal dibikin cermat.
Prediksi bahwa festival musik akan gegap-gempita pada 2022 benar-benar menjadi kenyataan. Musik kembali dirayakan dengan suka cita. Nyaris setiap akhir pekan, khususnya sejak kuartal ketiga, ada saja sumber keriaan itu. Insiden keramaian yang terjadi pada Oktober 2022, sedikit banyak akan berpengaruh pada penyelenggaraan festival pada 2023 nanti.
Arena Ecopark di kawasan Ancol, Jakarta Utara pada Sabtu (26/11/2022) terasa meriah. Matahari sedang bersinar terik. Tapi ribuan anak muda tertib memasuki arena festival musik Soundrenaline. Ini adalah kembalinya festival musik tertua di Indonesia saat ini setelah dua tahun absen selama pandemi Covid-19.
Di siang bolong itu, band rock Seringai tampil di panggung utama. Mereka naik panggung pukul 12.30. Mereka menyatakan, selama lebih dari 20 tahun berdiri, baru kali itu Seringai tampil sebagai pembuka festival musik berskala besar. Biasanya, mereka baru menggebrak panggung ketika hari beranjak gelap.
Benar-benar tak umum menonton kuartet rock asal Jakarta ini main ketika hari masih terang. Meski begitu, penonton cukup ramai menikmati lagu-lagu mereka di atas lapangan berumput itu. Bandnya pun tak kalah “panas”. Senar gitar Ricky sampai putus waktu dia bermain solo.
Susunan jadwal (rundown) panggung sekitar 70 penampil di ajang Soundrenaline ini baru keluar empat hari sebelum pelaksanaan. Di jadwal itu, terlihat festival dimulai tengah hari, dan dipungkasi sebelum tengah malam. Pada hari pertama, band rock asal California, AS, Weezer jadi penutup. Kuartet ini main tepat pukul 21.00, dan turun panggung sekitar 22.15.
Jam berlangsungnya Soundrenaline kali ini jauh berbeda dibandingkan perhelatan sebelum pandemi. Pada Soundrenaline 2019, misalnya, musik baru berkumandang sekitar pukul 15.00 waktu Bali, tempat berlangsungnya acara. Musik masih berdentum sampai sekitar pukul 2.00 keesokan harinya.
Jam bubar acara yang masih terbilang “kesorean” pada Soundrenaline tahun ini menimbulkan reaksi pengunjung, rata-rata justru suka. “Enak juga, kok, jam segini sudah beres. Masih bisa kumpul sama teman-teman. Sampai rumah juga nggak kepagian,” kata Welly (25), warga Depok, Jabar.
Weezer sebagai penutup hari pertama juga tampil sangat menghibur. Grup yang pernah main di Jakarta pada 2013 lalu ini membawakan lagu-lagu terkenalnya seperti “Say It Ain’t So”, “Buddy Holly”, “Beverly Hills”, dan “Hash Pipe” yang telah lama bersemayam di benak penggemarnya. Ditambah lagi, mereka juga memainkan lagu pop Indonesia tahun 1980-an “Anak Sekolah”, juga celetukan-celetukan bahasa gaul masa kini oleh Rivers Cuomo, vokalisnya.
Alhasil, pertunjukan Weezer itu meninggalkan jejak rasa yang menyenangkan bagi pengunjung. Sebagai penutup festival, Weezer menunaikan tugasnya dengan baik. Hujan deras dan lapangan rumput yang becek akibat guyuran hujan deras pada sore hari bisa diabaikan dengan mudah. Meski festival kelar lebih awal, penonton pulang dengan senang.
Festival Soundrenaline yang kali ini dikelola Ravel Entertainment berjalan lancar tanpa insiden berarti. Petugas penjaga keramaian (crowd control) berjaga-jaga di beberapa jalur lalu-lalang penonton dengan kaus kuning mencolok. Meski petugas ini terlihat tak terlalu aktif mengurai kepadatan, tak ada insiden desak-desakan. Aparat polisi juga tampak mengawasi kelancaran acara.
Semakin diawasi
Isu pengaturan kepadatan penonton mengemuka setelah kejadian di beberapa acara, khususnya festival Berdendang Bergoyang pada Oktober, dan sebelumnya tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang di pertandingan sepak bola. Perhelatan yang mendatangkan massa, termasuk festival musik jadi sorotan.
Setelah insiden itu, perijinan festival musik jadi semakin ketat. Aparat lebih cermat mengawasi. Imbasnya, beberapa festival musik dibatalkan. Perhelatan festival musik MSKLG yang seharusnya berlangsung pada 25-27 November di ICE BSD, Tangerang, urung terjadi. Sehari sebelum pelaksanaan, lewat akun Instagram resminya, penyelenggara mengumumkan, “…acara MSKLG Vol 3 akan berubah jadwal dikarenakan perizinan yang ditinjau ulang, dan belum terbit kembali hingga hari ini.” Jadwal baru belum menentu.
Ferry Dermawan, dari Plainsong Live yang menghelat Joyland Festival di arena Gelora Bung Karno pada 4-6 November lalu juga merasakan problematika perijinan. “Seminggu sebelum acara, kami dipanggil lagi oleh kepolisian mulai dari tingkat Polsek sampai Polda. Mereka menanyakan lagi lebih detil pengaturan acaranya,” kata Ferry.
Acara yang dikerjakan Ferry berlangsung mulus. Pengunjungnya tidak padat-padat amat, cenderung leluasa bergerak. Bahkan, banyak pengunjung yang membawa anak kecilnya. Suasananya hangat, jauh dari kesan mencekam.
Ferry tidak memungkiri, pihaknya diminta untuk memungkasi acara sebelum jam 22.00. Tapi dengan berbagai pertimbangan dan negosiasi, acara yang dijaga kesatuan Brimob itu bisa berlangsung sampai jam 24.00. Ferry juga diminta untuk mengurangi jumlah penonton. Untuk yang satu ini, Ferry menyepakati. Dia juga enggan acaranya terlalu sesak, menyimpang dari konsep yang sudah ia susun. Selama tiga hari, Joyland mengumpulkan 15.000 orang.
Joyland pada November lalu adalah yang kedua dalam tahun ini. Sebelumnya, Ferry membikin Joyland di Nusa Dua, Bali, pada Maret. Acara di Bali itu merupakan salah satu festival musik besar pertama yang diselenggarakan secara langsung setelah dua tahun sepi acara.
Setelah Joyland di Bali pada Maret itu, acara-acara musik dan konser dilangsungkan di banyak tempat. Beberapa yang berhasil mengumpulkan massa besar adalah Java Jazz Festival pada Mei, konser tunggal Isyana Sarasvati di beberapa kota pada Juni, Jazz Gunung Bromo pada Juli, PestaPora dan We The Fest pada September, dan Synchronize Fest pada Oktober. Asosiasi Promotor Musik Indonesia mencatat, setidaknya ada 50 festival besar sepanjang 2022.
Euforia pada perhelatan musik benar-benar meletup. Tensinya terasa betul di dua festival teramai, yakni PestaPora dan Synchronize Fest, yang sama-sama digelar di Gambir Expo, Kemayoran Jakarta, berselang dua pekan. PestaPora didatangi 85.000 orang, sementara Synchronize Fest 75.000 orang selama tiga hari.
Masih antusias
Keriaan itu bakal dilanjutkan tahun depan. Joyland sudah mengumumkan jadwal untuk acara di Bali pada 17-19 Maret 2023. Bintang tamunya, dan satu-satunya penampil yang baru diumumkan adalah band Phoenix asal Perancis. Sejak dibuka pada 21 November lalu, sudah 3.000 tiket terjual.
Mencermati penjualan tiket itu, Ferry optimistis antusiasme publik pada festival musik tetap tinggi di tahun depan, namun lebih berhati-hati. “Orang-orang sepertinya akan melihat rekam jejak penyelenggaraan festival sebelumnya seperti apa. Mereka akan lebih selektif memilih festival mana yang bakal didatangi,” kata dia.
PestaPora yang dikelola Boss Creator juga sudah menjual tiket untuk penyelenggaraan tahun 2023. “Nggak sampai satu menit sudah habis, padahal belum ada line-up (penampilnya), dan acaranya masih sepuluh bulan lagi,” kata Kiki Aulia, pendiri Boss Creator. Harga tiket tahap pertama (early bird) itu Rp 450.000 untuk tiga hari.
Ucup, nama beken Kiki, juga sepakat bahwa orang masih bakal mendatangi festival musik di tahun depan. Penjualan tiket yang berlangsung kilat itu salah satu indikasinya. Hasrat publik pada festival musik tetap terjaga meski di tahun ini terjadi beberapa insiden yang merugikan penonton.
Ucup dan timnya semangat membuat acara musik meski pengurusan ijin dan regulasi acara sedang ketat-ketatnya. Sebelum PestaPora yang dicanangkan berlangsung September, dia bakal membuat acara-acara pemanasan.
“Kebijakan seperti apa pun akan gue ikutin. Kami justru makin tertantang, misalnya bagaimana menghibur penonton meskipun acara harus kelar jam 10 malam. Kalau pun ada larangan minuman beralkohol, ya ikutin aja. Pinter-pinterlah menghibur orang,” kata Ucup.
Kalimat terakhir itu rasanya perlu mendapat garis bawah. Promotor wajib mengutamakan kebahagiaan penonton yang sudah rela menyisihkan uang menikmati musik musisi idolanya. Perencanaan matang dalam mengelola acara adalah keniscayaan.
“Bikin festival itu tentang hal-hal mendetil, mulai dari perijinan, modal, menjaga arus uang (cashflow), menetapkan target penonton, menghitung luasan arena menyesuaikan jumlah penonton, sampai menjaga arus penonton di arena. Ini harus dipertimbangkan demi kenyamanan dan keamanan penonton,” kata Ucup.