Fauzi dan Fauzan meluncurkan albumnya, "Sing Great The Everly Brothers Hits". Sementara, Pohon Tua alias Dadang SH Pranoto merilis lagunya, "Legam". Demikian pula Amrus yang memeriahkan belantika musik dengan "Hoegeng".
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
Belantika musik Tanah Air kian semarak dengan penyanyi- penyanyi yang gencar meluncurkan lagu, bahkan album, secara luring. Genre kekinian hingga retro disajikan solo atau grup seiring melandainya pandemi. Industri musik jadi bergairah.
Fauzi dan Fauzan membuka penampilannya dengan “The Price of Love”. Jam sudah menunjukkan pukul 21.00, tetapi kemeriahan baru dimulai di restoran Rarampa, Jakarta. Selama sekitar 1,5 jam, mereka menyanyikan 26 lagu The Everly Brothers, duet lawas asal Amerika Serikat.
Sambil membawakan karya-karya yang tak lekang ditelan waktu macam “Devoted to You”, Be-Bop-a-Lula”, hingga lagu paling legendarisnya, “All I Have To Do Is Dream”, Fauzi dan Fauzan sesekali berdialog dengan penonton, diselingi melontarkan kelakar.
“Ada yang mau request (meminta dinyanyikan lagu)? Paling penting, kalau lagunya The Everly Brothers, kami ladenin,” kata Fauzi sambil tersenyum, Jumat (23/9/2022). Pengunjung duduk santai dengan meja yang disusun memanjang seraya berdendang dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sekitar 15 tamu bertopi koboi, mengenakan kemeja flanel kotak-kotak, dan bersepatu bot asyik berdansa di depan panggung. Sedikit nuansa country terdengar di sela melodi rock dan pop tersebut. Fauzi dan Fauzan sesekali mengacungkan gitar atau setengah berputar.
Saudara kembar itu beraksi bermandikan lampu sorot berwarna merah, kuning, hijau, ungu, dan biru. Tentunya, mereka turut menambah wawasan penonton. “The Everly Brothers musiknya sangat beragam. Lagu-lagunya mungkin tidak mirip tapi mereka menginspirasi The Beatles,” ujar Fauzan.
Pasangan tersebut tengah meluncurkan albumnya, Sing Great The Everly Brothers Hits yang berisi 12 lagu. Tembang-tembang yang sudah akrab dengan telinga penggila musik di Indonesia tentunya dimasukkan, seperti “Bye Bye Love”, “Wake Up Little Susie”, dan “Let It Be Me”, pastinya dicantumkan.
“Album kami didedikasikan sebagai tribute (penghargaan) kepada The Everly Brothers. Kami dapat support 100 persen,” kata Fauzi. Izin sudah dikantongi. Duo tersebut tinggal melenggang untuk menyanyikan lagu-lagu idola mereka, merekam, dan memasarkannya.
“Lisensi sudah dibayar. Kami disponsori Glenda Newton, penggemar lagu-lagu The Everly Brothers juga dari Amerika Serikat sejak masih remaja,” ujarnya. Perempuan berusia sekitar 70 tahun itu kepincut Fauzi dan Fauzan yang menyaksikan performanya lewat Youtube dan Facebook.
Fauzan dengan mata berbinar-binar lantas menunjukkan legalitasnya dengan membuka situs Everly Brothers International. Ia menjelaskan musisi-musisi yang melestarikan gubahan-gubahan idolanya itu. Inggris, Belanda, Amerika Serikat, dan Australia pastinya tak mengherankan mencetak grup-grup tersebut.
Ternyata, posisi satu-satunya di Asia hanya diisi Indonesia, tentu dengan Fauzi dan Fauzan. Mereka sama sekali tak mengajukan diri. “Kami enggak tahu. Kaget juga waktu dikabari kalau foto kami dipasang. Di akun Youtube kami pun, 90 persen netizen yang komentar orang asing,” kata Fauzi.
Sejak tahun 1996, mereka sudah menggandrungi The Everly Brothers. Fauzi dan Fauzan yang kini berusia 39 tahun lebih dulu wira-wiri di layar kaca hingga merilis album perdananya pada awal tahun 2000. Sempat dipandang sebelah mata saat awal berkarier, keduanya cuek dan tancap gas.
Rekam jejak hingga saat ini bukanlah waktu yang singkat hingga mereka mampu menggarap enam album. Ditambah tiga album kompilasi, penggondol penghargaan Anugerah Musik Indonesia lewat album Love N’ Country (2004) itu membuktikan eksistensi fansnya yang tetap setia.
Mereka mengalir saja seraya meyakini relasi yang hangat dengan pemusik lain bakal terus membuka pintu rezekinya. “Kami pernah diledek, tapi biar saja. Kalau ditanggapi miring, kami, kan, enggak mengganggu. Kami punya pangsa pasar sendiri,” kata Fauzi.
Legam
Dadang SH Pranoto yang berjuluk Pohon Tua, tak ketinggalan meluncurkan karyanya, “Legam”. Kreasi gitaris Navicula dan vokalis Dialog Dini Hari itu dirilis Raindogs Records. “Laguku setelah debut album Kudu Carik (2017),” ujarnya soal kreasi berdurasi hampir delapan menit itu.
Gagasan musikal terbarunya lahir lewat evolusi. Perubahan Pohon Tua berpangkal dari ruang-ruang perenungan dan kontemplasi yang mewujud seruan dari kerongkongan kasarnya. Ia mengistilahkan komposisinya dengan arsitektur organik yang megah diselubungi kebosanan, kekalutan, bahkan kesedihan.
“Ada pertanyaan yang selalu kembali hadir di kepalaku, ‘kamu ingin dikenang seperti apa atau siapa?’ Aku menjawabnya dengan ringan meski tindak lanjutnya sungguh berat,” ujarnya. Ia ingin dikenang sebagai musisi atau manusia yang bermanfaat untuk banyak orang.
Bertolak dari kegelisahan itu, Pohon Tua meramu gagasan tema lagu dengan undak-undakan emosi yang tak henti. Kepiluan digesek dari senar biola ala adagio secara simultan saat intro. Kesedihan lantas menjelma kemarahan yang dibunyikan piano secara elegan selama tiga menit.
Ia dibantu kuartet gesek dan timpani yang dimainkan musisi lokal Bali. Drumer Navicula, Palel, berduet dengan Denny, anggota Dialog Dini Hari yang memainkan instrumen serupa. Vokalis Modjorido, Riko, diiringi personel Soulfood, Lyta, turut memeriahkan “Legam” diiringi aksi basis Indra Gupta.
Tak heran, mereka mampu menghadirkan kompleksitas berbeda yang tak ditemukan dalam Kudu Carik, sekaligus pengantar menuju album selanjutnya. “Lagu itu merupakan puncak kegelisahanku akan situasi diri sebagai bentuk refleksi atas lingkungan dan keadaan sekitar dalam beberapa tahun terakhir,” ujarnya.
Amrus, penyanyi dan pencipta lagu, turut memeriahkan dunia musik dengan “Hoegeng”. Terinspirasi kapolri yang dikenal jujur itu, ia akan tampil di M Bloc Space, Jakarta, pada 27 September 2022. Sebelumnya, musisi dengan spesialisasi steel guitar tersebut juga merilis “You Don’t Need” pada akhir Agustus lalu.
Peluang sama
Pendiri dan pemilik Bestbeat Music Eric Q Faridiansyah menilai semakin maraknya peluncuran lagu atau album didorong situasi yang kian kondusif. “Meski belum hilang, pandemi mereda. Bisa dibilang, saat ini musim seminya rilisan musik,” katanya.
Musik jadul sekalipun tetap punya kans untuk meraih penggemar. The Rolling Stones, Queen, dan Guns N’ Roses, hingga kini fansnya masih membeludak. “Musik yang dimainkan Amrus, Hawaiian dipadu keroncong, juga tetap punya kans karena banyak akses menuju beragam media,” ujarnya.
Situs, aplikasi, hingga toko musik daring siap mengantar aneka lagu ke telinga masyarakat.