Pemutaran ”Noktah Merah Perkawinan” diwarnai isak tangis audiens. Tak hanya keharuan, pengunjung juga mengekspresikan kegemasannya. ”Yaaa, menurut lo...?” celetuk penonton tersebut ketika menyaksikan adegan yang ambigu.
Oleh
DWI BAYU RADIUS, RIANA A IBRAHIM
·4 menit baca
Siapa bilang menikah itu selalu menyenangkan? Siapa juga yang bilang menikah itu menyengsarakan? Kedua hal bertentangan ini bisa dialami siapa pun yang menjalani pernikahan. Ada yang mampu terus menyatu, ada yang memilih berpisah. Karena sejatinya, saat satu pasangan menikah, tidak ada lagi ”aku” dan ”kamu”. Yang ada adalah ”kita”.
Klise memang. Namun, resep pernikahan langgeng memang hanya itu-itu saja. Keberhasilan ada pada usaha setiap pasangan untuk memaknai perjalanan cintanya. Meski pada akhirnya, cinta saja tak akan cukup membuat biduk pernikahan mampu bertahan bertahun lamanya.
Itulah yang diangkat dalam film Noktah Merah Perkawinan besutan sutradara Sabrina Rochelle Kalangie. Berasal dari sinetron populer berjudul sama tahun 1990-an, film yang tayang di bioskop mulai 15 September 2022 ini tetap mempertahankan inti cerita pernikahan nan rapuh. Alih medium dari sinetron ke film disesuaikan dengan zaman.
Cerita rumah tangga Gilang Priambodo (Oka Antara) dan Ambarwati (Marsha Timothy) menjadi pusat film ini. Penyelesaian konflik dengan membangun kesadaran setiap individu turut menampilkan konseling pernikahan yang kini jamak dilakukan pasangan.
Memang ada benarnya curhat kepada orangtua, bahkan sahabat, tentang masalah rumah tangga, kadang seperti buah simalakama. Maksud baik memberikan dukungan bisa berujung memperkeruh problem.
Yang dijual dalam film kali ini bukan sekadar drama ”Tampar, Mas, Tampar!” yang menjadi jargon kisah ini, tetapi resolusi untuk merenungi kembali tentang diri. Meski begitu, adegan dengan dialog ”Tampar, Mas, Tampar!” yang fenomenal ini tetap masuk dalam adegan film dengan eksekusi apik dari Oka dan Marsha.
Namun, kali ini, dialognya riil dan rasanya banyak pasangan yang terhubung dengan perdebatan yang menguras air mata. Tanpa sadar, banyak pasangan diingatkan lagi betapa pentingnya keterbukaan. Pada satu titik mereka akan merasa apa yang dirasakan Ambar dan Gilang yang masing-masing berjuang sendirian. Fatal akibatnya ketika keduanya memendam, menjauh, dan salah-salah bertemu orang ketiga yang memberikan kenyamanan.
”Aku susah payah nyari sumber permasalahan kita. Aku mikirin semuanya. Kamu ngapain?” ujar Ambar yang menangis.
”Kamu bukan satu-satunya orang yang menderita di rumah ini, ya, Ambar. Aku juga cari jalan,” balas Gilang.
Baper
Versi sinema Noktah Merah Perkawinan masih mengandalkan adegan yang mengharukan dan berpotensi bikin penonton geregetan dan baper. Seruan penonton yang geregetan pada kisah yang mereka saksikan terdengar saat penayangan khusus film itu di Jakarta, Kamis (8/9/2022). Pada penayangan di hari lainnya, Jumat (23/9), terdengar suara beberapa penonton yang terisak.
Selama hampir dua jam, Noktah Merah Perkawinan memang menyuguhkan konflik-konflik yang sangat dekat dengan keluarga. Mengharukan, tetapi bukan berarti cengeng. Ayah, ibu, anak, hingga orang ketiga dalam perkawinan direpresentasikan dengan mulus lewat tokoh Gilang, Ambar, Bagas, Ayu, dan Yuli.
Film itu mengusung pesan betapa tak mudahnya menjalin komunikasi yang baik. Rasa yang senantiasa berkecamuk dalam benak orangtua sejatinya bisa diutarakan sejak awal. Gilang sepatutnya tak perlu menunggu untuk ditanya saat dirundung kegalauan. Demikian pula Ambar yang bisa mengajak suaminya bicara baik-baik tanpa menyudutkan.
Mereka meletakkan fondasi skenario yang menyodorkan substansi upaya dua sejoli untuk mempertahankan janji tulusnya. Tekad harus terus dinyalakan sehingga keharmonisan tak lekang ditelan waktu. Jika salah satu saja menyerah, selesai sudah ikatan suci keduanya.
Terhambat pandemi
Penggarapan Noktah Merah Perkawinan bermula saat produser Sunil Samtani mencetuskan gagasannya pada 2020. Ia kemudian mengobrol dengan sutradaranya. ”Sabrina merasa pressure (tertekan) banget bikin filmnya,” ujarnya sambil tersenyum.
Produser lainnya, Gope T Samtani, sebenarnya sudah siap meluncurkan Noktah Merah Perkawinan pada 2021, tetapi terhambat pandemi. ”Sinetronnya yang ditayangkan sekitar 25 tahun lalu dan pernah sangat diminati pemirsa. Jadi, kami buat filmnya,” katanya.
Sabrina yang ikut mengerjakan skrip Noktah Merah Perkawinan bersama Titien Wattimena itu membahas setiap karakter dengan detail. ”Gilang dan Ambar, misalnya, kenapa kita bisa ngomong begitu karena yang mereka lalui pasti beda dengan tokoh-tokoh lain,” ucapnya.
Sementara Marsha memaknai film tersebut dengan perasaan yang diungkapkan Ambar dan keinginan dari pasangannya. Ia mengaku kesulitan berakting karena perempuan itu sudah 11 tahun membangun mahligai rumah tangga. Komunikasi mereka, termasuk percekcokan, pastinya diekspresikan dengan verbalisasi tertentu.
”Beda dengan pasangan yang baru menikah atau pacaran. Kalau ditanya, chemistry (kedekatan) saya dengan Oka, berantem melulu,” katanya seraya tertawa.
Marsha harus meyakinkan penonton dengan problematika suami istri yang tak lagi muda dan dikaruniai dua buah hati.
Sejak persiapan, Marsha pun harus terus berlatih dan menggali kedalaman dialognya hingga menjalani shooting yang berlangsung 19 hari.
”Jadi, kalimat-kalimatnya milik kami. Bukan milik skrip itu lagi. Paling utama, memang menjadikan dialog benar-benar keluar dari Ambar,” ujarnya.