Ganjaran dari Para Pencuri
Kekuatan anak muda memang bukan untuk diremehkan. Kadang terkesan tak punya kuasa atau sibuk hura-hura. Namun, siapa sangka jika perubahan yang dirasakan justru bermula dari langkah berani nekat anak muda.
Kekuatan anak muda memang bukan untuk diremehkan. Kadang terkesan tak punya kuasa atau sibuk hura-hura, tetapi banyak perubahan yang dirasakan orang hingga saat ini justru bermula dari langkah berani mereka. ”Retaliate”, katanya.
Ya, kata retaliate yang bermakna pembalasan dengan bentuk melawan ini keluar lantang dari mulut Piko yang diperankan Iqbaal Ramadhan. Kata perlawanan keluar setelah menyadari ia dan rekannya dipecundangi oleh orang yang punya kuasa. Bahkan, ia dan rekannya hanya menjadi pengalih perhatian agar yang berkuasa memperoleh tujuannya.
Terdengar familier. Namun, itulah sekelumit cerita dari film Mencuri Raden Saleh yang berdurasi 154 menit. Karya sutradara dan penulis Angga Dwimas Sasongko yang bisa disaksikan sejak Kamis (25/8/2022) di bioskop ini dilandasi perlawanan para anak muda dengan cara menarik.
Dari judul hingga pola promosi mengenai pencurian terbesar abad ini, bisa ditebak para anak muda ini akan terlibat dalam aksi pencurian. Ketika trailer filmnya rilis, tebakan jelas tidak meleset. Walakin, pikiran justru diajak melayang pada sepak terjang Danny Ocean dan Rusty Ryan dalam Ocean’s Eleven (2001).
Hal ini juga yang ditunjukkan dari hubungan Piko dan Ucup (Angga Yunanda) dalam film ini. Piko yang memiliki keahlian melukis dan mampu meniru karya maestro lukisan di Indonesia bersahabat karib dengan Ucup, seorang peretas.
Meski tak disebutkan di film, hubungan keduanya terjalin lama hingga mereka saling berbagi rahasia keluarga dan saling membantu untuk bertahan hidup. Kata keluarga ini pula yang kelak menjadi kunci untuk kembalinya ”komplotan raden saleh” dalam film selanjutnya yang direncanakan Angga.
Tak hanya hubungan Piko dan Ucup, relasi Gofar (Umay Shahab) dan Tuktuk (Ari Irham) yang merupakan kakak beradik dengan kemampuan sebagai mekanik dan sopir ini mengingatkan dua bersaudara Turk Malloy dan Virgil Malloy yang piawai urusan mesin dan menyetir dalam trilogi Ocean.
Selain itu, kemiripan dengan babakan trilogi dari Ocean terlihat pula pada sasaran pencurian karya seni. Ocean’s Twelve (2004) juga mengincar telur emas milik kerajaan Rusia yang hendak dipamerkan di museum di Roma, Italia. Dalam Mencuri Raden Saleh, lukisan legendaris milik Raden Saleh ”Penangkapan Diponegoro” di Istana Negara dan akan dipamerkan di Galeri Nasional secara temporerlah yang menjadi incaran.
Ditambah lagi, musik latar yang makin membangkitkan ingatan kepada gerombolan Ocean yang terampil merampok, tetapi penuh tawa. Ini pula yang diadopsi Piko, Ucup, dan rekannya yang lain, yaitu Gofar, Tuktuk, Sarah (Aghniny Haque), dan Fella (Rachel Amanda) yang saling melengkapi satu sama lain tanpa ada yang terlihat paling menonjol. Mereka tetap penuh canda dalam beraksi. Bedanya, komedi yang muncul karena kepolosan mereka yang memang sebenarnya tidak terampil mencuri, tapi terasah dengan sendirinya.
Alur bolak-balik untuk menjelaskan trik pencurian juga mirip dengan Ocean. Namun, ada film lain juga seperti Now You See Me (2013) yang juga mengambil alur bolak-balik untuk mengungkap taktik. Kendati demikian, Angga tak menampik jika filmnya ini memiliki kemiripan dengan sejumlah film bertema pencurian yang diproduksi Hollywood.
”Ngomongin genre itu pasti punya formula. Untuk film heist, formulanya semuanya sama. Pasti akan ada momen perekrutan orang karena heist itu tidak akan dilakukan seorang diri. Tahapannya juga sama. Enggak cuma Ocean. Ada Inception, Inside Man, atau Way Down itu juga seperti itu pola formulanya,” ujar Angga ketika berbincang di Jakarta, Jumat (26/8/2022).
Merujuk pada dokumenter di balik layar film ini yang bertajuk ”Blueprint: Making of Mencuri Raden Saleh”, tahapan dalam film pencurian bermula dari ide besar, perekrutan orang, perencanaan, simulasi, hari eksekusi, hingga hasilnya. Bahkan, rencana cadangan yang disiapkan jika ada kejadian di luar perkiraan juga menjadi ramuan klasik yang ada di berbagai film heist.
Di sini, Angga cukup cerdik meraciknya. Seperti adegan tabrakan truk yang membutuhkan 15 mobil untuk sengaja dihancurkan atau koreografi silat Sarah yang memukau. Bukan hanya mengalihkan atensi orang-orang di area pencurian, tetapi juga berhasil membuat penonton berdecak girang.
Pernyataan
Dari rangkaian pakem pola itu, yang membedakan satu pencurian dengan pencurian lainnya, adalah motivasi yang melandasi aksi itu. Inilah yang membuat Mencuri Raden Saleh patut disimak. Pemilihan enam anak muda sebagai penggerak utama cerita di sini juga bukan tanpa alasan.
”Tiap film yang saya buat itu, saya ingin buat statement (pernyataan). Kali ini, ceritanya bisa pencurian, kenapa Raden Saleh, kenapa anak muda itu ada alasannya. Ini universal truth yang merefleksikan hari ini. Seperti penguasa yang selalu menganggap remeh rakyat kecil. Anak muda yang dianggap ingusan. Padahal, sebetulnya, when it comes for retaliate, yang kecil bisa menggulingkan yang berkuasa,” kata Angga.
Berkaca dari sejarah bangsa, tanpa anak muda bisa jadi nama Indonesia hingga kemerdekaannya jauh dari angan. Jejak dari 1928 dengan Sumpah Pemuda. Kemudian, peristiwa Rengasdengklok pada 1945 yang melatari proklamasi, hingga Reformasi pada 1998 dimulai dari anak muda.
Di sini pun Angga bermain simbol. Tidak tanggung-tanggung, sosok penguasa digambarkan langsung lewat tokoh mantan presiden bernama Permadi (Tyo Pakusadewo) yang lengser karena kasus suap putra mahkotanya, Rama (Muhammad Khan).
Meski berstatus mantan, jaring kuasanya masih menjalar bahkan mampu mempermainkan hukum dan menebar ancaman yang membuat Piko dan Ucup terjebak dalam aksi pencurian. Wajah praktik hukum yang sarat kecurangan dan identik dengan pelicin uang hingga rakyat kecil yang lemah terpaksa tunduk.
Raden Saleh dengan lukisan ”Penangkapan Diponegoro” merupakan simbol untuk perlawanan yang dilakukan Piko dan kawan-kawan terhadap Permadi yang mempermainkan mereka. Sejalan dengan Raden Saleh yang membuat lukisan itu untuk melawan lukisan milik Nicolaas Pieneman, yaitu ”Penyerahan Diponegoro”, dan menempatkan derajat yang tepat. Meski perlawanan yang dilakukan Piko berupa aksi pencurian dengan segala gayanya.
Di sisi lain, film ini juga gugatan terhadap negara yang belum sepenuhnya hadir secara tepat untuk mengapresiasi karya seni dan memberikan ruang yang layak untuk bisa dinikmati, bahkan menjadi wahana edukasi. Simbol yang diperlihatkan adalah aparat yang bahkan tak paham seni dan menganggap enteng pencurian karya seni. Padahal, nilai karya seni dalam tataran global itu masuk kategori barang berharga.
Pesan lain pun terselip dari film dengan anggaran besar yang sudah digagas penulisannya sejak 2016 dan pelan-pelan diwujudkan dari 2018 hingga akhirnya tayang. Mengangkat tema yang belum pernah dikerjakan dengan penggarapan dan teknik pengambilan gambar yang apik dan baru, film ini menjadi bukti industri film Indonesia dan para pelaku di dalamnya pesat berkembang. ”Ini membuktikan tidak ada yang tidak mungkin untuk film Indonesia,” kata Angga.
Memang untuk membuka mata yang punya kuasa ini perlu pembuktian lewat aksi fenomenal. Dari aksi ini pula, gerakan lain untuk berani bertindak akan terus bergulir. Salam perlawanan!