Jaga kesehatan dengan baik, siapkan dana, segera dapatkan vaksin dosis penguat dan, apabila perlu, ajukan cuti. Sebab, musim semi festival musik skala besar sudah di pelupuk mata. Mari berpesta (lagi)!
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·6 menit baca
Empat bulan menjelang akhir tahun 2022, industri panggung musik menggeliat lebih kuat. Selain band atau musisi yang menggelar tur, sejumlah jadwal festival besar yang melibatkan puluhan penampil selama lebih dari satu hari sudah dipastikan. Musisi veteran dan yang baru bisa satu panggung. Penggemar dangdut sampai heavy metal bisa berjumpa lagi di satu arena.
Penyelenggaraan festival berskala besar di masa pandemi Covid-19 dianggap melandai bisa jadi diiisiasi oleh Java Jazz Festival (JJF) yang berlangsung pada 27-29 Mei 2022 di Jakarta International Expo, Kemayoran. Festival tahunan ini sempat absen pada 2021 karena Covid-19 varian delta menggejala.
Ketika wabah itu melandai, JJF digelar lagi meski dengan beberapa penyesuaian. Yang paling terasa adalah berkurangnya kehadiran musisi mancanegara. Meski begitu, selama tiga hari, pengunjungnya tetap ramai dengan sesekali bisa melepas masker. Berdekatan dengan orang lain tak secanggung sebelumnya.
Kesuksesan perhelatan JJF memantik semangat penyelenggara festival lain memastikan jadwal yang telah mereka rancang sebelumnya. Bulan September dan Oktober bisa jadi yang terpadat. Selama dua bulan itu, setidaknya ada enam festival di berbagai kota. Lucunya, tiga festival digelar pada waktu bersamaan.
Akhir pekan kedua September, tepatnya tanggal 17-18, ada Playlist Festival di Kota Bandung, Jabar. Mirip dengan JJF, festival ini absen pada 2021. Hajatan bikinan Djojokarsono Group ini seolah ”membalas dendam” dengan muncul lagi mengusung lebih banyak penampil dibandingkan dua ajang sebelumnya, yakni di tahun 2019 dan awal 2020 yang cuma berlangsung sehari.
Jajaran penampil pada Playlist Festival 2022 adalah musisi atau band yang ngetop di dekade 2000. Itulah era ketika musik pop kemelayu-melayuan sedang merajalela. Sebut saja band Armada, Hijau Daun, Wali, Repvblik, Kangen, Setia Band (dulu ST 12). Nama inilah yang bakal manggung nanti. Di luar band ”melayu” itu ada penampil lainnya, seperti Kotak, D’Masiv, The Virgin, Pinkan Mambo, Kahitna, Jamrud, J-Rocks, dan Kerispatih.
Sepekan setelah acara itu, di Jakarta digelar dua festival besar pada tanggal yang sama, tapi tempatnya beda, tentu saja. Di Kemayoran, ada festival baru bernama PestaPora. Ada seratusan penampil yang bakal menyiram dahaga para penggila festival beragam genre musik. PestaPora akan berlangsung pada 23-25 September, dekat-dekat dengan tanggal gajian karyawan.
Penampilnya antara lain adalah ”kawanan indie”, seperti Efek Rumah Kaca, The Adams, Teenage Death Star, Melancholic Bitch, Komunal, dan Danilla. Selain itu, ada juga penampil dari arus utama, seperti Afgan, Ahmad Dhani, Project Pop, Geisha, Kangen Band, dan Ran. Menariknya, acara ini juga bakal memanggungkan Inul Daratista, Trio Ambisi bersama The Bataks Band, serta pakarnya disko koplo Barakatak.
”PestaPora itu ibarat festival musik yang all you can eat (semua bisa tersedia),” kata Kiki Aulia, Direktur Boss Creator, penyelenggara PestaPora. Meski acaranya baru muncul, Kiki bukan orang baru di kancah festival musik. Tak heran, dia mahir menjalin daftar penampil di acara perdananya.
PestaPora Fest akan ”beradu langsung” dengan festival yang lebih mapan bernama We The Fest. Acara yang sering disingkat jadi WTF itu diadakan di Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat. Jika PestaPora hanya memanggungkan artis dalam negeri, WTF mendatangkan bintang dari mancanegara, seperti Jeremy Zucker, CL, Oh Wonder, Jackson Wang, Bag Raiders, dan Beabadoobee.
Adapun penampil dari dalam negeri di antaranya ada Raisa, Pamungkas, Perunggu, Gangga, Isyana Sarasvati, Lyodra, Bilal Indrajaya, Hondo, Sore, dan Tulus. Kurasi WTF biasanya memang mewakili dengaran para kaum muda masa kini.
Masih di akhir pekan yang sama, Yogyakarta memanas dengan festival musik cadas bernama Jogjarockarta pada 24-25 September di kawasan Tebing Breksi, Sleman. Beberapa rocker lawas ikut tampil di sini, seperti Jamrud, Edane, Grass Rock, dan Death Vomit. Nama tenar di kancah metal juga ada, seperti Seringai, Deadsquad, serta Burgerkill dan Voice of Baceprot yang baru pulang tur Eropa.
Band legenda
Akhir pekan kedua Oktober, tepatnya tanggal 7 sampai 9, dihelat Synchronize Festival di Gambir Expo, Kemayoran, Jakarta. Festival inilah yang enam tahun lalu mengubah peta festival musik besar di Indonesia dengan hanya memanggungkan band lokal, memadukan band arus utama dan pinggiran.
Dua tahun terakhir, selama pandemi, festival ini tak benar-benar hiatus. Ia berpindah medium, dari festival tatap muka, ke media televisi (tahun 2020) dan radio (2021). ”Tahun ini berani bikin festival offline walaupun masih harus beradaptasi. Kami berkaca pada penyelenggaraan Java Jazz yang sukses menggelar acara offline, Mei lalu,” kata David Karto, salah satu penggagas sekaligus Festival Director Synchronize Fest.
Penampil pada tahun ini tak melenceng dari kebiasaan Synchronize Fest; ada musisi legendaris, sedang berkembang, populer, dan pertunjukan khusus yang dirancang bersama band/musisi bersangkutan. Empat karakter ini memudahkan penyelenggara memilih dan memilah penampil. Selama tiga hari, ada sekitar 120 penampil di enam panggung.
Beberapa nama penampil yang diperkirakan menyita perhatian adalah reuni band The Groove, band Cokelat formasi awal, serta pertemuan kembali Payung Teduh dan vokalisnya yang bernama panggung Pusakata. Akan tampil pula Ahmad Band, proyek solo Ahmad Dhani yang sempat beken dengan lagu ”Kuldesak”.
Penampilan khusus bakal disuguhkan Nasida Ria yang musik kasidahnya akan diaransemen ulang oleh Tjut Nyak Deviana. Ada pula Johnny Iskandar ”Si Pengemis Cinta” berkolaborasi dengan Orkes Nunung Cs. Band metal Down for Life akan kembali berbagi pentas dengan kelompok gamelan pimpinan Gondrong Gunarto seperti yang pernah mereka mainkan di ajang Rock in Solo 2021.
Kolaborasi paling menarik, janji David Karto, adalah pertemuan kembali band rock lawas Dara Puspita, yang konon panggung terakhir mereka terjadi pada 1972. Dua personel asli Dara Puspita akan datang dari Belanda bergabung dengan dua lainnya yang tinggal di Indonesia. Kuartet Titiek AR, Lies AR, Titik Hamzah, dan Susy Nander ini akan tampil bareng musisi perempuan masa kini, seperti Fleur, Endah Widiastuti, Bonita, NonaRia, The Dare, dan MMS.
Sesi musik dangdut dan campursari bakal dimeriahkan oleh penampilan Denny Caknan, OM New Palapa, King Nassar, dan Alam ”Mbah Dukun”. Penggemar mereka sangat mungkin bertemu sapa, atau berbagi minuman dengan penyuka musik-musik masa sekarang, seperti BAP, Asylum Uniform, Namoy Budaya, Rub of Rub, The Jansen, The Rang-rangs, Envy, Swellow, dan Tabraklari.
Nuansa susunan penampil di Synchronize Fest bisa jadi mirip dengan PestaPora, yakni ”tabrak-menabrak” genre, lintas generasi, populer, dan masif. Festival seperti ini juga akan disuguhkan di ajang Berdendang Bergoyang pada 28-30 Oktober di Istora Senayan, Jakarta. Beberapa nama yang akan main di sini antara lain Rossa, Agnez Mo, Kahitna, Rizky Febian, Project Pop, The Changcuters, Iwa K, Prontaxan, Skastra, Yovie & Nuno, The Panturas, Saykoji, Fourtwnty, dan Ras Muhammad.
Nah, bingung memilih nonton yang mana? Kami juga. Harga karcisnya rata-rata di atas Rp 300.000 per orang per hari—sebagian sudah terjual habis. Arena festivalnya pun terbilang luas, cukup membakar kalori. Masih ada waktu, sih, untuk bersiap diri... dan dana.