Sisi Manusiawi Pembunuh Bayaran
Sejumlah pembunuh bayaran bertemu dalam perjalanan kereta cepat Jepang, dengan masing-masing membawa misi untuk saling bunuh.
Apa jadinya ketika para pembunuh profesional berkumpul di satu tempat, dengan masing-masing menjalankan misi, yang ternyata saling silang sengkarut serta saling menjadikan antarmereka target pembunuhan?
Tentunya sebuah kekacauan yang rumit dan dibumbui banyak aksi baku pukul, tembak, tusuk, dan bunuh. Sebuah keruwetan berdarah-darah, yang terjadi sepanjang perjalanan rangkaian kereta api canggih di Jepang modern, yang menjadi judul cerita film kali ini, Bullet Train (2022).
Sejak awal cerita film ini memang unik lantaran dibumbui persoalan pribadi masing-masing pembunuh bayaran, yang sedikit banyak juga memunculkan sisi manusiawi mereka. Problematika rumah tangga serta keinginan untuk membalas dendam mewarnai perjalanan cerita para tokoh dalam film yang disutradarai David Leitch ini.
Leitch memang pandai meramu aksi thriller laga, komedi, serta efek khusus komputer (CGI) dengan keterlibatan sejumlah pemain bintang. Dia telah membuktikan kepiawaiannya di beberapa film sebelumnya. Keahlian Leitch itulah yang kini juga menjadikan film, yang diadaptasi dari novel Kotaro Isaka berjudul Maria Beetle, ini menjadi lumayan ”renyah” untuk dinikmati dan menghibur.
Film ini awalnya berkisah tentang misi sederhana seorang pembunuh bayaran terkenal, Ladybug (Brad Pitt), yang ditugasi mengambil sebuah koper dalam kereta cepat Jepang. Tak disangka-sangka, penugasan sederhana dari bosnya, Maria Beetle (Sandra Bullock), justru berubah menjadi rumit, penuh bahaya, dan tentu saja sangat mematikan.
Paripurna
Leitch sendiri sudah lama dikenal sebagai seorang pembuat film serba bisa dan paripurna. Kariernya di dunia film terbilang unik lantaran dia juga punya banyak pengalaman sebagai seorang pemeran pengganti adegan berbahaya (stunt) bagi sejumlah aktor terkenal.
Selain itu, dia juga terbukti mampu mengaktori, memproduseri, sekaligus menyutradarai sejumlah film laris lainnya. Sebagai seorang stunt profesional Leitch sedikitnya pernah terlibat dalam 82 judul film, termasuk sebagai koordinator stunt dan juga penata koreografi pertarungan.
Sebut saja dua sekuel The Matrix (2003), dua sekuel agen rahasia Jason Bourne, The Bourne Ultimatum (2007) dan The Bourne Legacy (2012). Film 300 (2006), X-Men Origins: Wolverine (2009), Teenage Mutant Ninja Turtles (2014), dan Hitman: Agent 47 (2015).
Bukan sebuah kebetulan juga jika Leitch memiliki pengalaman panjang bekerja sama dengan banyak bintang besar, tak terkecuali Brad Pitt, yang di filmnya kali ini menjadi pemeran utama. Leitch pernah beberapa kali menjadi pemeran pengganti Pitt di sejumlah film. Mulai dari Fight Club (1999), Ocean's Eleven (2001), Troy (2004), hingga Mr & Mrs Smith (2005).
Aktor Indonesia
Selain Pitt, film ini juga diramaikan sejumlah aktor ternama atau yang sedang naik daun. Ada Sandra Bullock, Hiroyuki Sanada, Joey King, Aaron Taylor-Johnson, Brian Tyree Henry, Andrew Koji, Michael Shannon, dan Benito A Martínez Ocasio. Aktor Ryan Reynolds juga muncul walau hanya beberapa detik.
Selain itu, dari banyak pemain berkaliber dunia tadi, ada terselip seorang aktor asal Indonesia, Yoshi Sudarso. Yoshi di film ini memerankan karakter Elder (tetua) saat masih muda.
Di awal karier beraktingnya di luar negeri, Yoshi terlibat di banyakserial televisi, terutama karakter pahlawan super di beberapa serial waralaba pahlawan super Power Rangers. Dia juga main di sejumlah film Indonesia seperti Milly & Mamet (2018) dan Serigala Langit (2021).
Sementara itu karakter Elder di masa tua dimainkan Hiroyuki Sanada, yang dikenal kerap beradu peran dengan sejumlah nama besar Hollywood di beberapa film.
Sisi manusiawi
Walau melibatkan banyak karakter pembunuh bayaran yang sadis dan tak ragu melakukan apa saja demi keberhasilan misinya, mereka juga digambarkan punya sisi manusiawi. Karakter Ladybug (Brad Pitt) digambarkan selalu resah dan menganggap dirinya pembawa sial, yang menular ke orang di sekitarnya.
Selain itu juga ada pembunuh bayaran kakak beradik kembar namun berbeda ras, Tangerine (Aaron Taylor-Johnson) dan Lemon (Brian Tyree Henry). Seperti layaknya saudara kandung keduanya sering saling berkonflik dan beda pandangan. Namun di balik itu mereka saling menyayangi.
Konflik keluarga rumit juga digambarkan terjadi antara dua pihak. Ayah dan anak, The Elder (Hiroyuki Sanada) dan Kimura (Andrew Koji), serta keluarga musuh bebuyutan mereka, bos mafia White Death (Michael Shannon) dengan kedua anaknya, The Son (Logan Lerman) dan Prince (Joey King).
”Semua karakter (di film) ini menunjukkan (sisi) kemanusiaan mereka. Ladybug ingin menjadi orang yang lebih baik. Sementara kita juga melihat antar-karakter yang diperankan Brian Tyree Henry dan Aaron Taylor-Johnson, mereka jelas saling peduli satu sama lain dalam persaudaraan walau keduanya pembunuh (berdarah dingin). Karakter Joey King adalah seorang sosiopat, tetapi punya dinamika (persoalan) dengan ayahnya,” tutur Leitch.
Dalam catatan produksi film disebutkan, penulis novel yang mendasari film ini, Kotaro Isaka, adalah seorang penulis novel misteri paling populer di Jepang. Sementara dua produser eksekutif Bullet Train, Yuma Terada dan Ryosuke Saegusa, adalah pendiri perusahaan manajemen CTB berbasis di Tokyo, yang memang punya misi membawa cerita-cerita Jepang kontemporer ke industri film Hollywood.
Kisah dan karakter dalam film bergerak dengan cepat, seolah melompat dan berlari dari satu adegan ke adegan lain. Koreografi perkelahiannya pun terbilang unik, lugas, tetapi kerap diselingi bumbu-bumbu kelucuan. Hal itu mengingatkan orang saat menonton adegan-adegan perkelahian di film-film laga komedi Jackie Chan, yang mengalir dan seolah tak pernah putus.
Perkelahian tak hanya dilakukan dengan tangan kosong, senjata tajam dan api, tetapi juga berbagai benda yang ada di sekitar dan mudah dijangkau. Tak terkecuali sebuah tas koper kecil, yang sepanjang cerita diperebutkan terutama oleh Ladybug, kakak beradik Lemon dan Tangerine, serta pembunuh bayaran ahli racun The Hornet (Zazie Beetz).
Kelucuan demi kelucuan seolah mampu sedikit menutupi fakta kalau dalam film ini terdapat sejumlah aksi lumayan sadis. Macam darah muncrat, bagian tubuh terpotong, tertabrak, tertembak, atau meledak.
Jatuh pingsan
Dalam proses pengambilan gambar salah seorang pemain, Aaron Taylor-Johnson terluka lumayan serius di bagian tangan saat beradegan laga bersama Brad Pitt. Taylor-Johnson pingsan di tempat dan dilarikan ke rumah sakit setelah tangannya tertusuk ujung tajam salah satu properti set di lokasi.
Namun, soal penyebab pingsannya, aktor ini berkilah lain. ”Saat itu saya memang sedang menjalani diet keto ketat agar mencapai berat badan ideal untuk shooting. Jadi, kadar gula darah saya saat itu rendah. Saya benar-benar pingsan seusai kejadian. Saat bangun, saya tanya apakah kita akan mengulang lagi adegannya, semua yang ada di lokasi bilang saya harus dijahit dan dirawat di rumah sakit. Jadi, saya menginap semalam di sana,” ujarnya, seperti dikutip dari situs Screenrant.com.
Meski begitu, kecelakaan tadi justru membawa keberuntungan bagi Taylor-Johnson. Para eksekutif di Sony sangat terkesan dengan totalitasnya berakting. Tak lama setelah kejadian, mereka langsung menghubungi Taylor Johnson untuk menawarinya kontrak membintangi sebuah karakter di proyek film Sony selanjutnya, Kraven the Hunter (2023).