Pameran QR Art karya seniman multitalenta Doddy ”Mr D” Hernanto di Surabaya, Jawa Timur, mencoba mengenalkan karya seni rupa lukis dan cetak digital.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
”Scan Me” (Pindai Aku), demikian pajangan pertama yang ditemui pengunjung dalam pameran QR Art di lobi Hotel Bisantana Bidakara Surabaya, Jawa Timur, yang berlangsung pada 8-20 Agustus 2022. Tulisan itu menjadi pintu gerbang karena setelah memindai, pengunjung bisa memasuki pameran lukisan lewat dimensi berbeda.
Dalam pameran itu ada 43 lukisan dan gambar digital QR Art karya Doddy ”Mr D” Hernanto, seniman serba bisa yang kini menggeluti QR sebagai sebuah seni.
Mr D, pelukis asal Surabaya, adalah pemegang sertifikat hak kekayaan intelektual (HKI) QR Art pada 2021 dengan nomor pencatatan 000296961 QR Art sebagai jejak rekam digital. Karya ini merupakan inovasi Mr D yang tidak bisa ditiru alias eksklusif.
Jika diartikan secara sederhana, QR Art ialah seni cepat tanggap. Ini berpijak dari QR (Quick Response) Code atau kode batang cepat tanggap. QR Code digunakan dengan memindai melalui telepon seluler sehingga muncul utas atau tautan ke sistem dalam jaringan (online), misalnya laman hingga metode pembayaran.
Demikian pula QR Art yang akan terasa ”berbeda” jika dinikmati melalui media bantu, yakni pemindaian pada telepon seluler. Misalnya, QR Art Soekarno (Proklamator) yang saat dipindai kemudian membawa pengguna ke laman berisi kumpulan informasi tak terbatas tentang ”Sang Putra Fajar” tersebut. Artinya, QR Art merupakan gerbang menuju dunia informasi seputar rekam jejak digital dari subyek atau obyek yang dipindai.
Dwitunggal
Dalam pameran yang berlangsung hingga 20 Agustus ini, Mr D membuat QR Art dengan melukis dan cetak digital. Lukisan mewakili gaya tradisional, sedangkan cetak digital representasi gaya modern. Kemiripannya ialah sosok yang dibentuk dari sebaran batang-batang atau bentuk bangun ruang dua dimensi (kurva persegi) yang rumit. Bentuk kode batang itu spesifik berikut posisinya sehingga merupakan coding atau penulisan kode dalam program komputer untuk menuju belantara informasi atau rekam jejak digital.
Seperti halnya di spanduk panjang pada pintu masuk lobi hotel Bidakara yang menjadi tempat pameran, Mr D mencantumkan kalimat ”QR Art is the queen, content is the king”. QR Art ditahbiskan sebagai ratu, sedangkan konten ialah raja. Raja dan ratu pasangan tak terpisahkan, dwitunggal, ibarat dua sisi dari sekeping uang logam.
Lukisan atau cetak digital ialah ratu yang berdaya tarik atau cantik. Konten atau rekam jejak digital yang notabene informasi tak terbatas ialah raja. ”Raja dan ratu selalu berpasangan,” ujar Mr D, yang pernah menjadi pemain kibor grup Boomerang dan mengembangkan gitar gawai yang kaya teknologi informasi.
Di pameran itu, pengunjung dapat melihat lukisan atau gambar cetak digital dari pejabat tinggi negara, kampus, politikus, seniman. Misalnya, Proklamator Soekarno dan Mohammad Hatta, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Ashari, Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, Ketua DPR Puan Maharani, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Pariwisata Sandiaga Uno, kurator senior Jim Supangkat, ataupun Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Selain itu, ada pula burung garuda, rangkong, Candi Borobudur, dan bintang jasa. Dimensi karya tidak terlalu besar, yakni panjang dan lebar maksimal 40 sentimeter.
Setiap gambar yang dipindai akan membawa pengguna ke rekam jejak digital. Secara sederhana, misalnya, pemindaian terhadap Ketua DPR Puan Maharani akan menuju mesin pencari atau peramban tentang sosok ini. Ketika ditekan di kanal berita akan muncul beragam informasi dari yang terkini tentang anak dari mantan Presiden dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri itu.
Pindailah gambar Presiden, pengguna juga akan dibawa ke situasi yang sama. Berita terkini tentang Presiden bahkan seluruh artikel tentang RI 1 akan dapat dijumpai di belantara jagat maya alias internet. ”Ini bisa dikaitkan dengan pengembangan lainnya, misalnya teknologi augmented reality (realitas tertambah),” ujar Mr D.
Jika dilihat, hampir keseluruhan karya Mr D dalam QR Art ialah sosok atau tokoh. Mengapa demikian? Menurut Mr D yang juga gitaris satu jari, dalam internet, sosoklah yang lebih banyak memiliki rekam jejak digital. Selain itu, QR Art sosok lebih personal.
Seni lahir dari manusia dan tidak berlebihan jika segalanya berihwal tentang manusia. Singkatnya, dari, oleh, untuk manusia. Rekam jejak digital dalam jagat maya atau internet ibarat semesta yang tak terukur, tanpa batas. Kendati demikian, hampir seluruh aspek terkait dengan manusia termasuk karyanya dan karsanya.
Di hari kemerdekaan ini, MR D menunjukkan bahwa semesta seni kini telah melangkah lanjut ke dimensi yang lebih modern dengan konten yang berwarna lewat QR.