Kehadiran mereka di ulang tahun ke-30 Dewa 19, ibarat menggenapi kepingan-kepingan perjalanan Dewa 19 selama 30 tahun di dunia musik Tanah Air, lengkap dengan pergantian formasi yang menyertainya.
Oleh
DWI AS SETIANINGSIH
·6 menit baca
Perjalanan musik band Dewa 19 di dunia musik Tanah Air tersaji di panggung Legends Never Die yang digelar di kompleks Candi Prambanan, Yogyakarta, Sabtu (6/8/2022) malam. Selama hampir 3 jam, Dewa 19 yang hadir lengkap dengan empat vokalis dan dua drummer, menyuguhkan jejak panjang mereka selama 30 tahun di dunia musik, melintasi masa dan generasi.
Kawasan Candi Prambanan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu malam kembali diselimuti magis dari gelora Baladewa dan Baladewi yang siap menyambut kehadiran band favorit mereka, Dewa 19. Di antara keriuhan, Candi Prambanan yang merupakan candi Hindu termegah dan terbesar di Indonesia itu tampak berdiri agung di bawah siraman sinar bulan dan lampu-lampu. Sesuatu tengah menanti untuk segera terjadi.
Beberapa ratus meter dari candi yang juga disebut Candi Roro Jonggrang tersebut, sebuah panggung besar didirikan untuk Dewa 19 yang tengah merayakan ulang tahunnya ke-30. Khusus untuk penampilan mereka itu, para personel Dewa 19 yang telah bergabung sejak band ini berdiri tahun 1986 berkumpul bersama di satu panggung. Pukul 19.30, kilasan-kilasan video Dewa 19 formasi lama terpampang di layar besar.
Band yang kini diawaki oleh Ahmad Dhani (kibor, vokal latar, gitar, vokal), Andra Ramadhan (gitar), Yuke Sampurna (bass) dan Agung Yudha (drum) ini, membawa empat vokalis serta satu penggebuk drum yang pernah mewarnai perjalanan Dewa 19 di dunia musik Tanah Air ke atas panggung. Mereka adalah Ari Lasso, Once Mekel, Virzha, dan Marcello Tahitoe (Ello), serta mantan penggebuk drum Dewa 19, Tyo Nugros.
Kehadiran mereka di ulang tahun ke-30 Dewa 19, ibarat menggenapi kepingan-kepingan perjalanan Dewa 19 selama 30 tahun di dunia musik Tanah Air, lengkap dengan pergantian formasi yang menyertainya.
Panggung menggelap, intro “Resto Boemi” segera mengentak. Penonton bersorak. “Yukeee,” teriakan terdengar dari penonton di sisi festival. Virzha dan Ello, berduet membawakan salah satu lagu dari album Terbaik-Terbaik tersebut.
“Restoe Boemi” lalu disusul “Kita Tidak Sedang Bercinta Lagi” dari album 19 (1992). Penonton semakin histeris.
“Yang di kiri mana haloo,” teriak Virzha. Duet Virzha dan Ello tampak saling melengkapi. Virzha di nada-nada rendah. Ello di nada tinggi.
Namun penonton masih adem hingga lagu ketiga ”Still I’m Sure We Love Again”. Penonton di kelas festival yang biasanya paling antusias, tampak tenang-tenang karena posisi yang jauh dari panggung.
Namun di kelas Silver, Diamond, Gold dan Super VVIP yang didominasi penonton usia senior suasana jauh lebih heboh. Mereka tak sungkan berteriak dan menyanyi bersama mengikuti lagu. Ibarat kerumunan yang bernostalgia melepas kangen yang menumpuk sekian lama.
Tiket konser yang dibanderol mulai Rp 400.000 hingga Rp 2.500.000, sudah ludes sejak dua minggu pertama. Hingga hari H, masih banyak penonton yang berusaha mencari tiket untuk menonton aksi spektakuler Dewa 19. Banyak yang terpaksa gigit jari.
Penampilan Dewa 19 dalam formasi lengkap alias full team tampaknya memang amat dinanti. Tua, muda, laki-laki dan perempuan lintas generasi, tumpah ruah di area konser, berbaur menjadi satu. Bukti Dewa 19 adalah band yang mampu melewati berbagai masa dan era, melintasi berbagai generasi.
Shellom Tariza (16), menjadi penggemar Dewa 19 karena sang ibu kerap memutar lagu-lagu Dewa 19 di rumah. Sejak terpikat oleh Dewa, salah satunya melalui lagu ”Kangen”, Shellom tak pernah absen memutar lagu-lagu Dewa 19 melalui berbagai platform. “Lagu-lagunya bagus. Aku berharap Dewa bisa bertahan lama di dunia musik Indonesia,” kata Shellom. Dia datang ke Prambanan bersama temannya, Puspo Ratu (17), penggemar vokal Once. Mereka tak sungkan berbaur dengan penonton-penonton yang lebih senior. Di panggung, Dhani banyak berkisah tentang latar belakang lagu-lagu Dewa 19. Mencoba membangun komunikasi.
Favorit
Ery Marthantini (42), penonton asal Yogyakarta, sejak awal tak mau melewatkan kesempatan menyaksikan konser tersebut. “Karena ini konser 30 tahun Dewa, band yang udah saya dengar sejak SMP, di kota saya pula dan spesial ada Ari Lasso,” ujarnya.
Dewa 19 dibentuk pada 26 Agustus 1986 di Surabaya, Jawa Timur. Usianya terhitung 30 tahun karena Dewa 19 sempat vakum selama beberapa tahun akibat perubahan formasi. Nama Dewa, merupakan akronim nama personelnya kala itu yaitu Dhani, Erwin Prasetya (bass), Wawan Juniarso (drum) dan Andra.
Vokalis pertama Dewa 19 adalah Ari Lasso, yang bergabung sekitar tahun 1988. Bersama Ari, Dewa 19 menjadi salah satu band yang merajai dunia musik Tanah Air pada dekade 1990-an. Debut album 19 dengan vokalis Ari Lasso yang dirilis tahun 1992 meledak di pasaran.
Lima tahun kemudian, hubungan Dewa dan Ari mulai renggang. Setelah mengeluarkan album keempat Pandawa Lima, Ari mengundurkan diri. Posisinya kemudian digantikan Once. Bersama Once, Dewa 19 berubah nama menjadi Dewa.
Dengan karakteristik vokalnya yang unik, Once berhasil mengembalikan kejayaan Dewa. Namun, tahun 2011 Once memutuskan keluar dari Dewa hingga membuat Dewa terpaksa vakum.
Dewa mulai menunjukkan tanda-tanda kembali meramaikan panggung musik Tanah Air sekitar tahun 2016. Sejumlah konser reuni yang menghadirkan Ari dan Once digelar, tetapi tetap Dewa tak memiliki vokalis tetap.
Hingga kemudian muncul nama Muhammad Devirzha alias Virzha mengisi posisi tersebut. Virzha adalah juara ketiga Indonesian Idol musim kedelapan tahun 2014. Terakhir, Dewa 19 menambahkan nama Ello dalam jajaran vokalis mereka. Meski begitu, hingga kini status Dewa tetap tanpa vokalis tetap.
Sementara sang drummer Tyo, bergabung dengan Dewa di tahun 2000. Tujuh tahun kemudian, Tyo keluar dari Dewa karena sakit di bagian kaki yang membuatnya tak bisa bermain drum dalam waktu yang cukup lama. Posisinya kemudian digantikan oleh Agung hingga saat ini.
Bagi Ery, formasi Dewa 19 dengan vokalis Ari Lasso adalah formasi favoritnya. Salah satu album Dewa 19 favoritnya adalah Format Masa Depan di mana Ari menjadi vokalisnya.
“Yang lain, Once suka. Kalau yang baru Virzha, baru Ello. Tapi tetap belum bisa gantiin Ari Lasso sih menurut saya,” imbuhnya.
Selain suaranya yang khas, menurutnya, Ari sangat klik dengan Dewa 19. “Mungkin karena sejak lahirnya Dewa 19 sesama suroboyo dan udah jadi nyawanya. Ikonik,” kata perempuan asal Surabaya, Jawa Timur ini.
Sebagai sebuah band, musik Dewa 19 menurutnya berbeda dari band kebanyakan, lagu-lagunya gampang diingat. Liriknya universal, paling banyak tentang cinta. Lagu favoritnya adalah “Kangen” versi Ari Lasso dan “Selimut Hati” versi Once.
Oktafianza (27) jauh-jauh datang dari Malang, Jawa Timur demi menyaksikan konser Legends Never Die di Yogyakarta. Dia menjual tiket konser Dewa 19 di Malang pada tanggal 16 Juli yang sudah dia beli untuk menonton konser Dewa 19 di Yogyakarta.
“Soalnya ini kan formasi lengkap. Ada Tyo juga yang bikin saya tambah senang. Kapan lagi melihat mereka satu panggung. Mungkin ini yang pertama dan terakhir,” ujar Fian yang mengenal Dewa 19 sejak SD gara-gara sang ibu yang penggemar Dewa 19. Dia bahkan berniat akan menyimpan gelang konser kelas festival yang dia miliki sebagai kenang-kenangan.
Menurut Afian, Dewa 19 pantas menyandang predikat sebagai legenda karena memiliki lagu-lagu yang melintasi zaman berkat kemampuan seluruh personel yang sama-sama hebatnya. “Mereka ini dream theater-nya Indonesia sih kalau menurut saya,” ujarnya.
Pada konser malam ini dia tak berharap apa-apa karena sangat yakin Dewa 19 dengan skill-nya yang mumpuni selalu menyuguhkan penampilan terbaik. Meskipun sulit mengharapkan Ari Lasso, vokalis Dewa 19 favoritnya kembali bergabung, yang penting masih bisa menyaksikan Ari tampil bersama Dewa 19 juga dengan vokalis lainnya.
Malam makin panas. Di panggung, bak legenda hidup, para Dewa, memang tak pernah mati. Saat mereka berkumpul menjadi satu, mereka memberi hidup lebih panjang lagi pada band yang telah berusia tiga dekade itu.