Pengkhianatan Sesama Mata-mata
Upaya mengungkap pengkhianatan di dalam tubuh dinas rahasia antarsesama mata-mata selalu menjadi plot cerita menegangkan.
Kisah aksi spionase sudah sejak lama ada dan banyak bertebaran, baik di layar lebar maupun layar kaca. Penggemar fanatiknya pun tak sedikit. Kini kisahnya ada di kanal layanan film streaming berbayar (over the top).
Industri film raksasa dunia Hollywood punya banyak cerita dan karakter mata-mata yang legendaris. Sebut saja agen rahasia MI6 Inggris berkode 007, James Bond; agen rahasia Amerika Serikat (AS) CIA, Jason Bourne; atau Ethan Hunt dari Impossible Mission Force (IMF).
Pemeran James Bond bahkan sudah berkali-kali berganti sejak film pertama, Dr No (1962), hingga yang terbaru, No Time To Die (2021). Layaknya film-film sejenis, kisah seputar dunia intelijen biasanya mengangkat sepak terjang heroik sang agen rahasia dalam mencegah ancaman yang datang atau melumpuhkan kekuatan musuh.
Beberapa juga berkisah tentang aksi kontra intelijen atau pengkhianatan di dalam tubuh dinas rahasianya sendiri. Terkait kisah sejenis itu, film The Gray Man yang diputar per 22 Juli 2022 di Netflix menjadi salah satu film yang intens mengangkat plot cerita spionase itu.
Diangkat dari novel populer berjudul sama karya Mark Greaney, yang terbit tahun 2009, dua bersaudara, Joe dan Anthony Russo, tertarik menggarap dan mengangkatnya ke dalam film. Sejumlah aktor dan aktris tenar dilibatkan dalam film, yang proses pengambilan gambarnya berlokasi di banyak negara itu. Mereka antara lain Ryan Gosling, sebelumnya terkenal lewat Blade Runner 2049 (2017) dan La La Land (2016), serta Chris Evans, lebih dikenal sebagai karakter Captain America, yang tampil dalam film ini.
Selain itu, ada bintang muda kelahiran Kuba, Ana de Armas, yang pernah beradu akting dengan pemeran James Bond, Daniel Craig, di film terbaru 007, No Time To Die. Aktor watak senior Billy Bob Thornton dan aktor serial terkenal Bridgerton (2020), Regé-Jean Page, yang kerap digadang bakal memerankan karakter James Bond, juga ikut terlibat.
Film garapan Russo bersaudara ini memang tak main-main, apalagi melihat skala produksinya yang berbiaya tinggi. Proses pengambilan gambar dilakukan di tujuh lokasi di sejumlah negara, yakni Los Angeles (AS), Perancis, Ceko, Thailand, Kroasia, Austria, dan Azerbaijan. Selain itu, setidaknya ada sembilan adegan laga kompleks dibuat di film ini.
Proses shooting di Perancis mengambil tempat bersejarah, kastel Chateau de Chantilly, yang dilakukan pada malam hari saat lokasi wisata itu sudah ditutup untuk umum. Tak hanya itu, shooting di kota tua Praha bahkan sampai menutup lokasi alun-alun besar selama 10 hari.
Duo Russo mengaku sangat terkesan pada kekuatan tema dan plot cerita, termasuk soal riset mendalam yang dilakukan dalam novel Greaney. Makanya, mereka sangat tertarik memfilmkannya. Menurut Anthony, buku The Gray Man menjadi fondasi yang kuat untuk film tentang spionase. Hal itulah yang kemudian mendorong mereka berani bereksplorasi.
Tentang ironi
Novel itu sendiri berkisah tentang ironi yang terjadi di dunia mata-mata. Ironi ketika para penjahat merasa diri menjadi pahlawan pembela kebenaran, sementara karakter pahlawan sesungguhnya justru sangat kompleks dan bergerak di wilayah abu-abu.
”Kisah macam itulah yang menjadikan filmnya terasa sangat nyata, hidup, dan dramatis. Kami selalu ingin menghadirkan sisi menarik dari sebuah genre. Sosok mata-mata dikenal sebagai orang yang penuh rahasia dan anonim. Sementara di film ini karakter itu berupa mata-mata yang mengintai mata-mata,” ujar Anthony Russo.
Dalam The Gray Man, cerita berpusat pada karakter Six (Ryan Gosling), seorang kriminal yang direkrut menjadi agen rahasia aktif oleh agen senior CIA, Fitzroy (Billy Bob Thornton). Dalam salah satu misinya, Six menemukan fakta tentang praktik kotor yang dilakukan para atasannya di CIA, Carmichael (Regé-Jean Page) dan Suzanne Brewer (Jessica Henwick).
Keadaan berubah 180 derajat ketika kedua atasannya malah balik memburu Six untuk dibunuh lantaran dianggap tahu terlalu banyak dan membahayakan mereka. Untuk menjalankan misi kotor itu, Carmichael dan Suzanne mengutus agen CIA yang sudah dipecat dan dikenal sadis serta punya masalah kejiwaan, Lloyd Hansen (Chris Evans).
Lloyd yang berpenampilan klimis dan flamboyan itu sebelumnya pernah bekerja selama beberapa bulan untuk CIA, lalu lanjut bekerja di perusahaan kontraktor keamanan swasta.
Lloyd dipecat lantaran kerap berulah dan tak ragu mengorbankan warga sipil demi melancarkan misinya. Dia juga digambarkan berkepribadian layaknya psikopat, yang senang menyiksa dan membunuh orang tanpa belas kasihan demi mendapatkan tujuannya.
Situasi menjadi semakin rumit lantaran Lloyd menyandera patron sekaligus perekrut Six, Fitzroy (Billy Bob Thornton), dan keponakannya yang yatim piatu dan punya penyakit jantung, Claire (Julia Butters). Lloyd menyandera mereka demi menekan Six agar menyerah.
Sejumlah adegan penuh aksi tembak, ledakan, aksi pengejaran dengan mobil dan aksi pengejaran di kereta api, serta perkelahian di angkasa, yang berbiaya besar, menjadikan film ini berbeda. Pihak Netflix, mengutip The New York Times, merogoh kocek hingga 200 juta dollar AS atau sekitar Rp 3 triliun untuk film ini.
Salah satu adegan disebut menyedot dana paling mahal, diperkirakan menelan sampai 40 juta dollar AS atau setara Rp 600-an miliar. Adegan tersebut dibuat selama sebulan dan melibatkan senjata-senjata besar serta kereta trem yang bergerak seputar alun-alun kota tua Praha.
Walau sarat adegan laga yang fantastis, film ini juga banyak disisipi sejumlah unsur komedi. Salah satunya ketika Six ditanya mengapa memakai kode nama itu, yang kemudian dijawab kalau kode angka tujuh (007) sudah ada yang lebih dulu menggunakan. Jawaban itu tentu saja mengacu pada James Bond.
Russo bersaudara memang menjadikan unsur komedi sebagai faktor penyeimbang di dalam filmnya ini. Hal seperti itu menurut mereka sudah biasa mereka lakukan. Saat menggarap film komedi, mereka mencoba menaruh perhatian pada perkembangan karakter dan emosi.
”Maka, di sini pun kami berusaha menyeimbangkan unsur aksi dan drama dengan menghadirkan momen-momen jenaka. Sebagai penonton film, kami ingin mendapat jalinan emosi yang manusiawi dan itulah yang kami coba hadirkan di sini,” tutur Joe Russo.
Sekuel dan ”spin-off”
Netflix berencana menjadikan film laga spionase ini sebagai waralaba dengan membuat sekuel serta cerita carangannya (spin-off). Untuk sekuelnya nanti, Netflix masih akan melibatkan Gosling sebagai pemain utama dan duet Russo bersaudara di kursi penyutradaraan. Adapun untuk versi spin-off, Netflix belum memaparkan rencananya secara rinci.
Langkah Netflix ini dinilai berani, apalagi mengingat penurunan signifikan jumlah pelanggannya secara global pada kuartal pertama tahun ini. Diprediksi pula mereka masih akan mengalami penurunan di kuartal kedua tahun ini.
Mengutip kantor berita AFP, OTT yang mengawali bisnis sebagai perusahaan penyewaan film di AS itu mengalami penurunan jumlah pelanggan berbayar sekitar 970.000 pelanggan di kuartal pertama.
”Memang sangat berat untuk menyebutnya sukses ketika kami mengalami hampir sejuta kehilangan. Akan tetapi, kami tetap akan mempersiapkan diri dengan lebih baik pada tahun depan,” ujar pendiri sekaligus wakil pemimpin perusahaan Netflix, Reed Hastings, dalam paparannya terkait pendapatan Netflix.