Pameran seni rupa tahunan Artjog kembali digelar mulai Kamis (7/7/2022).
Oleh
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
·3 menit baca
KOMPAS/NAWA TUNGGAL
Direktur Artjog 2022 Heri Pemad (kiri) memaparkan karya Christine Ay Tjoe (48) asal Bandung, yang ditunjuk sebagai karya komisi dari penyelenggara. Karya instalasi kinetik berjudul Personal Denominator ini terinspirasi hewan air mikroskopis 0,5 milimeter yang mampu beradaptasi dengan suhu, tekanan udara, serta kelembaban udara yang ekstrem.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kesetaraan dan inklusivitas diperjuangkan lewat perhelatan seni rupa terbesar tahunan di Indonesia, yakni Artjog ke-15 di Yogyakarta. Sebanyak 61 peserta dimulai dari anak berusia 6 tahun hingga perupa berusia 74 tahun, kemudian peserta dengan ragam disabilitas dan beragam identitas jender, berbaur menampilkan karya mereka.
”Kita semua mempunyai kekuatan untuk membuat perubahan. Seni menjadi garda terdepan untuk suatu perubahan,” kata Dolorosa Sinaga (70), pematung kelahiran Sibolga, Sumatera Utara, saat menyampaikan pidato pembukaan Artjog 2022, Kamis (7/7/2022) sore, di Jogja National Museum, Yogyakarta.
Dengan semangat tinggi, Dolorosa melanjutkan, saat ini ingin melipatgandakan jumlah seniman melebihi jumlah tentara. Para hadirin pun menyambutnya dengan sorak-sorai dan tepuk tangan.
Pernyataan Dolorosa itu menyambung catatan kuratorial Artjog yang dipaparkan Agung Hujatnika. Agung mewakili dua kurator Artjog 2022 lainnya, yaitu Bambang ”Toko” Witjaksono dan Ignatia Nilu, menyampaikan latar belakang pemilihan tema Expanding Awareness atau Perluasan Kesadaran. Hal itu dikaitkan dengan penanganan pandemi Covid-19.
”Negara-negara yang memiliki sistem sosial dan sistem kesehatan publik yang baik bisa menunjukkan hasil penanganan pandemi Covid-19 yang lebih baik. Di Indonesia masih ada kesenjangan,” ujar Agung, yang juga pengajar di Fakultas Seni Rupa dan Disain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dari persoalan kesenjangan ini, kemudian ditempuh introspeksi atau kritik diri. Diperlukan perubahan menuju hal yang lebih baik secara bersama. Inilah kesadaran baru yang kemudian dijabarkan secara konkret di dalam Artjog 2022.
KOMPAS/NAWA TUNGGAL
Direktur Artjog 2022 Heri Pemad (kiri) memaparkan karya Christine Ay Tjoe (48) asal Bandung, yang ditunjuk sebagai karya komisi dari penyelenggara.
Penyelenggara Artjog memberikan tempat bagi masyarakat yang bergerak di bidang seni, tetapi selama ini masih terdiskriminasi. Mereka di antaranya kaum disabilitas, anak-anak, warga senior, dan yang memiliki beragam orientasi jender. Kemudian mereka berbaur dengan para seniman lain. Lahirlah kesetaraan di situ.
”Perluasan kesadaran bukanlah satu arah, melainkan harus timbal balik, resiprokal, di antara seniman dan masyarakat. Pada akhirnya, karya seni diharapkan memberi dampak yang luas,” ujar Agung.
Inspirasi tardigrada
Penyelenggara Artjog 2022 menetapkan perupa Christine Ay Tjoe (48) asal Bandung untuk menggarap karya seni komisi dari penyelenggara. Ay Tjoe menampilkan karya instalasi kinetik berjudul, ”Personal Denominator”, yang terinspirasi hewan air mikroskopis tardigrada yang dikenal dengan julukan beruang air.
Direktur Artjog Heri Pemad menjelaskan karya Ay Tjoe ini kepada tamu undangan khusus yang hadir di hari pembukaan kemarin. Karya itu dinaungi tenda dan dipajang di depan Gedung Jogja National Museum (JNM), menjadi karya yang ditampilkan paling awal.
Ay Tjoe memberikan catatan karyanya. Ia menjelaskan, Tardigrada memiliki ukuran mikroskopis 0,5 milimeter yang mampu menangguhkan metabolismenya, ketika situasi lingkungan tidak memungkinkan untuk hidup.
Tardigrada dapat menempuh fase kriptobiosis selama hampir 10 tahun. Hewan ini memungkinkan bertahan dalam kondisi suhu, tekanan udara, serta kelembaban udara yang ekstrem. Tardigrada juga tidak terpengaruh radiasi. Daya hidupnya luar biasa sehingga disebut sebagai organisme paling kuat di muka Bumi. Inilah yang direfleksikan Ay Tjoe lewat karya ”Personal Denominator” tersebut. Betapa pun dahsyat krisis atau bencana yang melanda manusia, selalu ada daya hidup yang membuatnya bisa bertahan.
Artjog yang dibuka kemarin akan dilangsungkan hingga hampir dua bulan ke depan, hingga 4 September 2022. Selama Artjog, puluhan galeri di Yogyakarta dan sekitarnya juga menggelar pameran seni rupa.
Dian Ariyani (37), ibu dari salah satu peserta termuda, Daunbumi Purbandono (7), menyambut senang akan hadirnya Artjog yang memberi kesempatan bagi karya anak-anak. Daunbumi menampilkan sekitar 30 stempel dengan ilustrasi dari hasil gambarnya.
Karya Daunbumi interaktif. Stempel-stempelnya bisa digunakan pengunjung untuk menyusun gambar di atas kertas yang disediakan.