Documenta kali ini memang tidak seperti pameran seni rupa kontemporer pada umumnya. Documenta Fifteen ingin memberikan pengalaman artistik, bukan pengalaman untuk menyaksikan produk seperti terjadi di pameran lainnya.
Oleh
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
·5 menit baca
Apa yang terasa ketika Documenta di Kassel, Jerman, salah satu pameran seni rupa kontemporer terbesar dunia, mulai dibuka? Ade Darmawan (48), salah satu dari kolektif seni Ruangrupa asal Jakarta yang ditunjuk sebagai Direktur Artistik Documenta Fifteen 2022, menyatakan, Documenta itu sekolah yang menyenangkan!
Documenta Fifteen atau ke-15 digelar sebagai kelanjutan perhelatan seni yang dihelat setiap lima tahun sejak 1955. Kali ini Documenta dibuka Presiden Republik Federal Jerman Frank-Walter Steinmeier, pada 18 Juni 2022. Documenta akan berlangsung selama 100 hari hingga 25 September 2022.
Dari laman Kementerian Luar Negeri Indonesia, dikabarkan, Steinmeier sempat mengutarakan, Documenta Fifteen mencatat sebuah sejarah baru. Untuk pertama kalinya, Documenta melibatkan kurator dari Global South atau negara selatan. Ini merujuk penunjukan kolektif seni Ruangrupa asal Jakarta, sebagai direktur artistik.
Kemudian Steinmeier menandaskan, pentingnya perdebatan politik yang terbuka. Ini karena tidak tertutup kemungkinan hadirnya perdebatan politik dari dunia seni, karena karya seni bisa menyentuh isu-isu yang bersifat politis pula.
Ade Darmawan, Jumat (24/6/2022), di awal perbincangan menduga arah perbincangan akan tertuju pada persoalan antisemit atau prasangka kebencian rasial yang cukup memanas di Documenta beberapa hari terakhir.
Ade mengungkapkan, sebetulnya ia enggan untuk membahas persoalan itu kembali. Ia kemudian mengalihkan untuk melihat hal lain yang mungkin akan menjadi kebaikan bersama bagi dunia dari Documenta Fifteen ini.
Ade bercerita tentang lumbung sebagai pilihan prinsip kerja Documenta Fifteen. ”Lumbung bukan tema Documenta, melainkan prinsip kerja Documenta. Lumbung sebagai prinsip kerja kolaborasi yang saling silang,” ujar Ade.
Lumbung mengacu ruang penyimpanan hasil panenan padi. Padi gabah itu disimpan dan akan didistribusikan secara transparan untuk mengantisipasi kebutuhan komunal di masa mendatang yang tidak pasti.
Lumbung sekaligus menjadi metafora bagi dunia. Ada daya kritis yang dilontarkan dari sudut pandang menyangkut ketahanan pangan. Ade mencontohkan, industrialisasi global yang dikembangkan sekarang justru menerbitkan kerawanan pangan.
Industrialisasi di bidang pangan dari sektor benih, misalnya. Secara lambat laun industri benih menghilangkan potensi perbenihan jenis tanaman lokal lainnya. Itu karena benih lokal kerap dipandang kurang produktif atau tidak lebih tahan terhadap cekaman iklim dan hama.
Industri lalu menggelontorkan satu atau beberapa jenis benih yang disertai keunggulan-keunggulan tertentu. Masyarakat pun ingar bingar menanamnya. Di situlah kemudian muncul sebuah ketergantungan masyarakat terhadap industri perbenihan tersebut, sembari tanpa menyadari jenis-jenis benih tanaman pangan lokal lainnya menjadi punah.
”Documenta kali ini memang tidak seperti pameran seni rupa kontemporer pada umumnya. Documenta Fifteen ingin memberikan pengalaman artistik, bukan pengalaman untuk menyaksikan produk seperti terjadi di pameran-pameran lainnya,” ujar Ade, seraya berujar, banyak menjumpai pengunjung Documenta Fifteen yang terkaget-kaget.
Tak ayal, banyak tampilan tidak terduga. Ade mengirimkan laman terbaru dari media New York Times yang terbit Jumat, 24 Juni 2022. Media itu menuliskan artikel berjudul ”Documenta Was a Whole Vibe. Then a Scandal Killed the Buzz”.
Skandal
Artikel New York Times itu mengisyaratkan, Documenta Fifteen berhasil menyuguhkan vibe sebagai vibrasi atau getaran tersendiri. Suguhan pengalaman artistik diberikan sekitar 67 partisipan kolektif seni yang berasal dari sejumlah negara.
New York Times menulis sebagian besar karya yang ditampilkan berupa video dan foto aktivitas kolektif seni dalam sebuah proyek. Kemudian di ruang pamer diisi dengan percakapan tentang arsip mereka, berbagi metode kolektif, dan hidangan sebuah festival pengalaman.
”Banyak di antara anggota kolektif seni yang juga tinggal di ruang pamer mereka. Di situ mereka bisa menghadirkan pertemuan dengan memasak bersama, membuat resep bersama,” ujar Ade, yang juga gemar memasak.
Aktivitas yang berbeda ini mendapat penghargaan tersendiri. Ini vibrasi yang menarik. Akan tetapi, seperti dinyatakan New York Times bahwa dengung vibrasi itu sekarang dibunuh oleh sebuah skandal.
Skandal yang dimaksud berupa adanya propaganda antisemit sebagai prasangka atau kebencian secara rasial, khususnya kepada orang Yahudi. Warga Jerman memiliki sejarah antisemit yang memilukan.
Ade mengakui, jauh hari sebelum Documenta dibuka, propaganda antisemit yang menyudutkan Ruangrupa pun sudah cukup dirasakan. Akhirnya, protes itu memuncak setelah pemajangan banner karya kolektif seni Taring Padi asal Yogyakarta. Karya yang diberi judul ”People’s Justice” berukuran 8 x 12 meter itu dipajang di pelataran Friedrichsplatz, salah satu dari 32 tempat pameran Documenta Fifteen digelar di Kassel dan sekitarnya.
Karya ”People’s Justice” sebenarnya dibuat Taring Padi pertama pada tahun 2002 atau 20 tahun silam dan pernah dipresentasikan di Adelaide, Australia.
Di Documenta Fifteen untuk pertama kalinya karya itu disuguhkan kepada masyarakat Eropa. Karya itu berbicara tentang keadaan masyarakat Indonesia di bawah rezim Presiden Soeharto yang dianggap diktator. Diungkap pula citra sejarah pembantaian pascatragedi 1965 di Indonesia yang setidaknya menimbulkan 500.000 orang terbunuh.
Kebebasan
Setelah penurunan karya ”People’s Justice” di Friedrichsplatz, ada gerakan kecil yang dilakukan warga Kassel untuk membela kebebasan seni, membela kebebasan berpendapat. Ini seperti disampaikan Tisna Sanjaya, seniman dan akademisi seni rupa dari Institut Teknologi Bandung (ITB), yang turut serta menjadi partisipan Documenta Fifteen di bawah bendera kolektif seni Jatiwangi.
”Saya bertemu dengan warga Kassel yang menolak penurunan karya ”People’s Justice” di Friedrichsplatz. Mereka berniat selama 90 hari hingga Documenta berakhir akan selalu berada di situ untuk membagikan cetakan kecil gambar ’People’s Justice’ yang diturunkan,” ujar Tisna.
Tisna mengirimkan beberapa foto pertemuannya dengan warga Kassel yang menolak penurunan banner ”People’s Justice”. Warga Kassel itu menyebutnya sebagai kelompok Freedom of Speech yang memberikan dukungan solidaritas terhadap karya kolektif seni Taring Padi.
Dua warga Kassel bernama Janna dan Milek memelopori gerakan solidaritas tersebut. Selain membagikan cetakan gambar ”People’s Justice”, mereka juga mengajak berdialog kepada setiap warga yang melintasinya. Cetakan gambar ”People’s Justice” juga diletakkan di atas sepeda mereka.
”Saya berharap, partisipasi publik seperti ini dapat secara manusiawi mengalir dan akrab untuk berdialog tentang hakikat seni yang ditampilkan Taring Padi,” ujar Tisna, yang menampilkan performans ”Doa Tanah dalam KTT New Rural Agenda” yang digelar kolektif Seni Jatiwangi di Kassel, 21 Juni 2022.