Keindahan yang Berdaya
Selain indah, seni juga memiliki daya guna yang jauh melampaui sisi keindahannya.
Selain indah, seni juga memiliki daya guna yang jauh melampaui sisi keindahannya. Pada akhirnya, seni memberikan kontribusi bagi kehidupan yang lebih baik. Dies Natalis Ke-38 Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada tahun 2022 menggemakan hal itu. Udara pagi di kampus itu, Jumat (3/6/2022), terasa begitu segar. Tajuk pepohonan besar merindangi pelataran di sela-sela gedung kuliah. Di pelataran itulah 19 karya seni luar ruang atau patung dipajang.
Kali ini patung-patung dihadirkan untuk Pameran Seni Kreatif Internasional Dies Natalis Ke-38 ISI Yogyakarta. Pameran yang diberi tajuk Pemulihan: Seni untuk Hidup Lebih Baik (Recovery: Art for a Better Life) itu berlangsung pada 30 Mei sampai 30 Juni 2022.
Selain itu, masih ada 161 karya internal dosen, mahasiswa, dan alumni ISI Yogyakarta serta 23 karya mitra perguruan tinggi seni di Indonesia. Juga masih ada 60 karya dari beberapa negara lain.
Di antara alumni ISI Yogyakarta, yang ikut pameran adalah Rudi Hermawan, Ilham Karim, Rangga Purnama Aji, Karyaraya Seger, Mas Rem, dan Nekroflix. Mereka menampilkan karya nonfungible token (NFT).
Kurator pameran Mikke Susanto pagi itu berkeliling area Kampus ISI Yogyakarta untuk menyaksikan 19 karya luar ruang. Ada hal-hal sederhana yang ia ungkapkan. ”Patung di luar ruang setidaknya menemani kita di saat berada di alam terbuka dan menghirup udara segar seperti ini,” kata Mikke, mengawali perbincangan tentang seni berguna atau berdaya guna.
Mikke lebih memilih istilah seni berguna untuk mewakili seni terapan. Seni berguna rupanya lebih mengena untuk patung-patung luar ruang tersebut. Karya seni patung-patung itu memiliki kegunaan, setidaknya seperti dikatakan Mikke, menemani siapa saja yang berada di situ.
Sejumlah patung realis berwujud sosok perempuan berskala satu banding satu karya Purjito dipajang di bagian terdepan area. Ini seperti ”pagar ayu”, barisan perempuan penyambut tamu yang datang.
Patung realis tidak sepenuhnya mewakili 19 karya patung lain yang ditampilkan. Patung- patung lain ternyata lebih bernuansa kontemporer. Patung itu ditujukan untuk suatu konteks tertentu, seperti karya Lutse Lambert Daniel Morin, yang ditujukan untuk suatu pembelaan terhadap lingkungan yang baik dan bersih.
”Saya memunguti benda-benda logam yang terbuang di beberapa lokasi di Yogyakarta. Kemudian logam-logam itu saya rangkai menjadi karya patung ini,” ujar Lutse Lambert seraya menunjukkan patungnya yang diberi judul ”Eco War 7”.
Karya itu ditujukan untuk memaknai peperangan yang berbeda. Perang sekarang bukan untuk saling meniadakan manusia lewat pertempuran-pertempuran fisik. Saatnya sekarang manusia bersatu padu membuat perang terhadap perusakan alam.
Lutse getol mengumpulkan limbah, terutama berbahan logam. Ia kerap membuat karya berseri. ”Eco War” yang ditampilkan sekarang merupakan seri ketujuh. Ia membentuk ”Eco War 7” sebagai sebuah pesawat tempur dengan baling-baling tunggal di depan.
Sebuah drum bekas digunakan sebagai badan pesawat. Selebihnya, Lutse merangkai tabung bekas freon AC, bekas tabung elpiji, blok-blok mesin kendaraan roda dua, serta bekas komponen sepeda motor lainnya.
”Baling-baling seperti ini bisa diputar dan memberi kesan sebuah karya yang membuat penikmatnya merasa lebih santai, lebih rileks,” ujar Mikke sambil memutar-mutar potongan besi untuk baling-baling pesawat tersebut.
Lutse membuat karya ”Eco War 7” yang cukup besar. Dimensi keseluruhannya mencapai 400 sentimeter (cm) x 150 cm x 200 cm. Lutse tidak mengukur persis berapa bobotnya, tetapi untuk memindahkan benda tersebut setidaknya dibutuhkan enam orang.
Karya patung Lutse menunjukkan kompleksitas bentuk dan bahan. Ada pula karya patung yang begitu minimalis, seperti karya Syahrizal Koto yang berjudul ”Dua Sejoli” dengan media besi berdimensi 147 cm x 85 cm x 20 cm. ”Karya patung Syahrizal Koto dibuat begitu sederhana, tetapi mempercantik suasana alam terbuka,” kata Mikke.
Suasana luar ruang Kampus ISI Yogyakarta pagi itu terasa lengang. Para mahasiswa jarang terlihat di kampus karena memasuki masa sehabis ujian.
Tampak pula patung dengan kerangka logam dirangkai membentuk kuda karya Andre Suryaman. Patung itu diberi judul ”Kuda Binal Liar Biasahhh”. Andre menggunakan material besi daur ulang.
Patung itu diletakkan di sebuah selasar di bawah pohon rindang. Kebetulan pagi itu ada sekelompok mahasiswa seni teater ingin merespons arena tersebut untuk panggung pentas. Patung kuda memberi daya guna estetika latar panggung. Seperti itu, patung menjadi seni berguna bagi panggung pentas teater.
Di sisi lain ada patung realis berbentuk kuda karya Timbul Raharjo yang diberi judul ”Kuda Egrang”. Patung kuda di alam terbuka memberi kesan bebas dan kuat. Dengan patung-patung itu, alam pun lebih mesra menyapa kita.
Seni dan industri
Keberlangsungan seni berguna, menurut Mikke, selalu merujuk ke dunia industri. Di sinilah ruang makna yang disuguhkan melalui pameran ini, yakni merangsang pulihnya aktivitas industri pascapandemi Covid-19 sekaligus sebagai pemaknaan pandemi di fase transisi pemulihan sekarang ini.
Karya seni berguna dalam ruang ditampilkan di Galeri RJ Katamsi ISI Yogyakarta. Dari 161 karya yang didominasi lukisan, instalasi, dan patung dalam ruang, ada beberapa karya berbentuk kursi dan fashion.
Kursi-kursi dan fashion itu dirancang estetik dan fungsional. Misalnya, sebuah kursi goyang dirancang dengan material logam besi. Bentuknya sederhana. Selama ini, kursi goyang lebih didominasi bahan kayu.
Lutse Lambert, selain pengajar di ISI Yogyakarta, sekaligus menjadi ketua pelaksana pameran ini. Ia mengatakan, 161 karya yang ditampilkan merupakan partisipasi internal dosen, mahasiswa, dan alumni Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.
Beberapa perguruan tinggi dalam negeri dilibatkan, seperti ISI Surakarta, ISI Denpasar, ISI Padang Panjang, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Ada juga mitra perguruan tinggi dari luar negeri, seperti Bunditpatanasilpa Institute (Thailand) dan Eszterhazy Karoly Catholic University (Hongaria). Ada pula karya seniman dari Madagaskar, Korea Selatan, dan Thailand.
”Seni berguna itu mengejar kegunaan seni bagi seluas-luasnya publik. Maka, kegiatan ini diwarnai pula dengan lokakarya pemikiran desain, Design Thinking Workshop,” ujar Mikke.
Penyelenggaraan lokakarya itu menggandeng Hochschule University of Hannover Applied Sciences and Art. Peserta lokakarya diajak mencari aplikasi seni dan teknologi untuk beberapa masalah yang disodorkan.
Hal itu, antara lain, mencakup permasalahan membuat atmosfer yang baik untuk Museum Horor di Surabaya. Kemudian, permasalahan tukang kayu dalam menerapkan kearifan lokal dan membuat aplikasi gawai untuk pola komunikasi keluarga. ”Naskah hasil lokakarya itu turut dipamerkan di sini,” ujar Mikke.
Seni berguna memberi inspirasi perlawanan. Ini setelah banyak karya seni dilahirkan dan tidak bisa lagi berguna bagi orang banyak setelah dimiliki seorang kolektor dan tersimpan rapat di gudang.