Java Jazz Festival hari kedua pada Sabtu (28/5/2022) makin riuh pengunjung. Sepuluh panggung yang ada hampir semuanya ramai. Musisi internasional yang datang pun senang.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI, RIANA A IBRAHIM
·5 menit baca
Keriaan pergelaran Jakarta International BNI Java Jazz Festival 2022 masih berlanjut di hari kedua, Sabtu (28/5/2022), bahkan makin padat sampai malam. Penonton sepertinya tidak terlalu peduli mau menonton siapa, yang penting gembira. Dahaga menikmati entakan musik dari dalam dan luar negeri terpuaskan. Penampil dari luar negeri pun sama antusiasmenya.
”Saya tidak ragu ketika diajak datang (ke Indonesia). Bermain di festival ini adalah pengalaman besar. Saya tak mau melewatkannya,” kata Jakob Ogawa, musisi asal Norwegia, Sabtu pagi. Malam sebelumnya dia manggung di aula Hall A3 pukul 22.00. Penontonnya ramai, umumnya kaum muda.
Jakob yakin kondisi Indonesia sudah lebih baik karena bisa menggelar festival lagi. Ketika diajak penyelenggara, Java Festival Production main di festival ini, Jakob sedang berada di Bangkok, Thailand, rangka menjalani tur di Asia Tenggara. Selain Indonesia dan Thailand, Jakob dan bandnya juga main di Singapura, yang semula bakal jadi penutup turnya.
Keputusan Jakob tepat. Penontonnya pada hari pertama Java Jazz cukup banyak. Mereka hafal lagu-lagu Jakob yang cenderung bercorak indie pop, alih-alih jazz ini. Gaya bernyanyi yang malas-malasan jadi ciri khasnya. Tapi penonton suka. Mereka bahkan menunggu sampai lampu terang dan meminta kertas daftar lagu sebagai buah tangan. Jakob muncul lagi menyapa mereka, berfoto bersama, bercengkrama.
”Di luar ekspektasi kalau penontonnya seramai semalam (Jumat). Mereka juga tahu lagu-laguku. Pertunjukan semalam itu jadi penutup tur yang menyenangkan,” kata vokalis jangkung ini.
Kegembiraan juga terpancar di wajah PJ Morton. Sabtu siang, dia baru saja merampungkan sesi cek suara di venue sebelum tampil pada malam harinya. Kompas menemuinya di hotel pada siang itu, ketika dia mengenakan pakaian santai, berupa topi mincing, celana, dan kaus gombrong. Morton ”belok” ke Jakarta untuk main di Java Jazz setelah menyudahi tur Australia.
”Setelah dari Jakarta, kami akan pulang ke AS. Istirahat sebentar, lalu tur lagi di sana sampai sekitar November. Sekarang adalah momen terbaik,” kata Morton. Dia baru merilis album baru pada 29 April lalu berjudul Watch the Sun. Mengeluarkan album lantas diikuti tur adalah agenda yang didambakan musisi. ”Yeah, waktunya sedang tepat, Bung.”
Morton bersemangat mendatangi Indonesia setelah dari Australia. Menurut dia, bertemu orang baru adalah pengalaman terbaik. Terlebih lagi bisa membawakan dan memperkenalkan lagu baru. Itulah yang dilakukan Morton dan lima musisi pengiring serta dua vokalis latar pada Sabtu malam di aula terbesar.
Pertunjukan Morton adalah pertunjukan spesial yang pakai tiket tambahan untuk menontonnya seharga Rp 450.000. Harga itu sepertinya tak terlalu jadi masalah bagi sebagian pengunjung Java Jazz. Pemegang tiket khusus mengantre masuk sejak 30 menit sebelum pertunjukan dijadwalkan. Aula yang sebelumnya berkursi, seperti ketika dipakai tampil penyanyi Jojo, jadi arena berdiri dan berdansa.
Mereka berdiri berkerumun di depan bibir panggung, sabar menanti Morton muncul. Saking spesialnya, penggagas festival Peter Gontha memimpin langsung lagu Indonesia Pusaka yang selalu jadi lagu pembuka sebelum setiap pertunjukan. Usai lagu nasional itu, penonton mulai berteriak memanggil-manggil Morton.
Ketika yang dinanti tiba, histeria membahana. Morton duduk di balik perangkat organ Rhodes sewaan, memainkan lagu ”Say I’m Sorry” yang dirangkai dengan ”My Peace”. Latar panggung menyuguhkan nuansa warna matahari kuning dan bingkai merah dengan dasar hitam. Kombinasi warna itu mengingatkan pada warna bendera suku aborigin, yang mungkin kebetulan baru saja merayakan hari pemberian maaf. Mungkin itu adalah oleh-oleh Morton dari tur Australia sebelumnya.
Lagu-lagu Morton bernuansa campur-campur; ada unsur hip-hop, funk, gospel, reggae, R&B, dan soul. Repertoar di bagian awal mengentak membuat penonton enggan duduk, dan sedikit bergoyang-goyang. Ini terlihat di nomor seperti ”Ready”, ”Claustrophobe”, ”Please Don’t Walk Away”, dan yang paling riuh ”Sticking to My Guns”.
Paruh berikutnya, tempo lagunya melambat. Ini justru membuat penonton histeris, dan bernyanyi bersama-sama. Morton sempat menghilang setelah lagu panjang ”Everything’s Gonna be Alright”. Tapi itu trik. Dia kembali lagi, menyanyikan lagu milik Bee Gees ”How Deep is Your Love”. Paduan suara massal terjadi.
Di tengah-tengah set, Morton sempat mengucapkan terima kasih kepada penontonnya yang rela mengantre untuk masuk arena, juga yang datang dari jauh. Ucapan terima kasih itu sepertinya ditujukan untuk Shayla (19) yang datang dari Bandung bersama kakak dan tiga temannya sejak Jumat malam.
”Siapa saja yang main ditonton, hahaha. Udah lama banget enggak begini, kan. Aku nonton yang malam ini aja, karena besok pulang ke Bandung, pas juga ada PJ Morton,” kata dia.
Penonton seperti Shayla mulai berdatangan sejak matahari hangat sore masih bersinar. Penonton di hari kedua ini terasa lebih banyak dibandingkan hari sebelumnya. Jalan menuju area festival macet. Parkiran penuh. Sekitar pukul 17.30 antrean mengular di pintu masuk utama. Ini berbeda dengan hari sebelumnya yang lengang di sore hari dan baru berangsur padat di malam hari.
Sebagian pengunjung merupakan remaja muda yang berburu ingin menonton Afgan, Jaz, dan Rizky Febian. Pada hari pertama, pengunjung juga mendapat suguhan artis-artis internasional, seperti Saleka, Jakob Ogawa, Gabe Bondoc yang ramai sekali, serta Emma-Jean Thackeray yang cenderung eksperimental.
Pada hari pertama, pertunjukan spesial diisi oleh penyanyi asal AS Joanna Noelle atau Jojo. DI atas panggung aula BNI Hall, Jojo mengungkapkan kegembiraannya diundang main di Java Jazz. ”Ini jauh sekali dari Amerika Serikat, tapi pasti akan mengasyikkan. Sudah dua tahun tidak pergi sejauh ini. AKhirnya, kita bisa berjumpa lagi,” kata dia.
Pemain organ kawakan langganan Java Jazz Tony Monaco juga menyapa penontonnya, “Hai, akhirnya kita bertemu lagi di sini,” ujarnya. Monaco telah 14 kali tampil di Java Jazz.
Berbarengan dengan jadwal PJ Morton, penyanyi Alex Porat dan gitaris Nicola Conte dari Italia tampil di Brava Hall. Meski beririsan jadwal dengan penyanyi populer itu, penonton Porat dan Conte tetap ramai. Kepercayaan terhadap penyelenggaraan dan faktor keamanan menjadi pertimbangan.
Hingga sekitar pukul 23.00 musik masih bergemuruh. Penonton sepertinya tak peduli lagi siapa yang tampil. Yang penting ada musiknya. Keriaan ini masih akan berlanjut mulai Minggu sore nanti.