Memori Tanpa Impresi
Aktor Liam Neeson kembali menghidupi perannya sebagai tokoh utama dalam film bertajuk ”Memory”. Lewat film yang telah rilis di layar lebar pada 29 April 2022 itu, Neeson didapuk memainkan karakter bernama Alex Lewis.
Batas antara salah dan benar terkadang hanya berjarak tipis. Selalu ada banyak sisi untuk melihat banyak persoalan. Terbuka kesempatan untuk memperbaiki diri dan berjalan mengarah ke arah yang tepat. Meski akhir dari jalan itu belum tentu berjalan sesuai dengan rencana.
Aktor Liam Neeson kembali menghidupi perannya sebagai tokoh utama dalam film bertajuk
Memory
. Lewat film yang telah rilis di layar lebar pada 29 April 2022 untuk wilayah Amerika Serikat dan sekitarnya itu, Neeson didapuk memainkan karakter bernama Alex Lewis yang merupakan pembunuh bayaran.
Adegan awal diperlihatkan aksi Lewis menjalankan tugasnya menghabisi nyawa targetnya. Berlanjut hingga ia memperoleh tugas berikutnya yang menjadi bahan bakar cerita film yang berdasarkan adaptasi novel milik Jef Geeraert berjudul De Zaak Alzheimer. Sebelumnya, novel ini telah diadaptasi menjadi sebuah film Belgia berjudul The Memory of A Killer atau The Alzheimer Case (2003) besutan sutradara Eric van Looy.
Kisah pembunuh bayaran yang berbalik ingin mengungkap jejaring perdagangan anak, tetapi dihadapkan pada penyakit alzheimer yang mulai menggerogotinya merupakan premis yang apik. Eksekusi van Looy saat itu pun cukup mendapat apresiasi positif. Kini, sutradara Martin Campbell yang sukses dengan The Mask of Zorro (1998) dan dua film James Bond, yakni Golden Eye (1995) dan Casino Royale (2006) mencoba berkreasi ulang.
Memilih Neeson untuk karakter utama dalam film ini rasanya memang seakan tak ada pilihan lain. Berulang kali, Neeson berkutat dengan peran yang memiliki konflik batin nyaris mirip. Sebut saja trilogi Taken, A Walk Among The Tombstones (2014), The Commuter (2018), hingga Blacklight yang juga rilis pada Februari 2022.
Terbukti memang emosinya tersalurkan, tetapi muncul pertanyaan film apa yang sesungguhnya tengah ditonton kali ini karena Neeson membawakan dengan cara serupa.
Meski memainkan plintiran tak terduga di akhir cerita, gagasan cerita yang sebenarnya menarik untuk diolah dan digali lebih dalam tetap terasa hambar. Bahkan, adegan laga tembak-tembakan atau saling serang hingga penyergapan Lewis oleh FBI pun telah jamak dilihat di berbagai film aksi lampau yang dibintangi aktor Bruce Willis pada masanya.
Cara yang dilakukan Lewis untuk tetap merampungkan tugasnya hingga menyimpan berbagai petunjuk yang dimiliki dengan mencatatnya di lengan pun hanya ditempelkan secara simbolik. Padahal, perjalanannya bertahan menghadapi alzheimer saja dengan jenis pekerjaannya semestinya menjadi sesuatu yang istimewa.
Salah satu cerita terpopuler yang juga mempunyai plot pembunuh bayaran yang bermasalah dengan ingatan adalah kumpulan film tentang Jason Bourne, yakni The Bourne Identity (2002), The Bourne Supremacy (2004), The Bourne Ultimaltum (2007), dan Jason Bourne (2016). Memory sebetulnya memiliki amunisi ide utama cerita yang berpotensi mengungguli deretan film Bourne ini.
Apalagi ditambah dengan motif tambahan pengungkapan jejaring perdagangan anak yang tengah ditelusuri FBI. Lewis yang tadinya disewa oleh orang yang menjalankan jejaring ini, yakni Dalvana Sealman (Monica Belucci) dan anaknya, Randy Sealman (Josh Taylor), justru berbalik menyerang keduanya dan malah menyodorkan bantuan pada FBI.
Ini terjadi setelah Lewis mengetahui target selanjutnya adalah seorang remaja berusia 13 tahun, yaitu Beatriz (Mia Sanchez). Anak perempuan ini merupakan saksi kunci dari sindikat kejahatan yang melibatkan Randy Sealman. Namun, sesuai prosedurnya, Lewis tidak mau membunuh anak di bawah umur.
Belakangan justru ada orang lain yang membunuh Beatriz. Lewis pun memutuskan membuka bukti yang diperolehnya dari target sebelumnya yang juga berkaitan dengan Beatriz. Dari situ, ia mulai merangkai kepingan petunjuk tentang jejaring perdagangan anak yang mengorbankan nasib Beatriz dan anak perempuan lain dari Meksiko yang dikirim ke Amerika.
Persoalan berakar
Problem perdagangan anak dan prostitusi perempuan di bawah umur yang berasal dari Meksiko dan negara lain dari Amerika Selatan ini merupakan sesuatu yang sulit diselesaikan di Amerika. Dari Journal of Trauma Practice: Volume 2 yang terbit pada 2003, disebutkan ada sekitar 50.000 orang per tahun yang diselundupkan untuk diperdagangkan dari Meksiko ke Amerika Serikat.
Sebagian besar adalah perempuan dengan usia paling muda, yaitu 12 tahun. Mereka masuk ke Amerika Serikat secara ilegal sebagai pekerja kasar, buruh, pembantu rumah tangga, hingga pekerja seks komersial. Namun, dari catatan US Customs and Border Protection, jumlah yang dipekerjakan untuk industri seks ini merupakan yang terbesar. Bahkan, ada sebutan 'industri seks' di sini.
Bukan tanpa sebab, Reuters baru-baru ini kembali menemukan bahwa bisnis ilegal ini menghasilkan banyak uang hingga lebih dari 14 juta dollar AS per tahun dari sini. Keluarga di Meksiko pun menganggap hal ini sesuatu yang lumrah karena dinilai mampu menghasilkan pundi-pundi bagi keluarga. Lagi-lagi dampak dari kemiskinan yang sistematis.
Di sisi lain, mafia yang bergerak dengan tameng bisnis legalnya seperti yang dilakukan Davana Sealman malah terlindungi di Negeri Paman Sam ini. Di sini, Davana digambarkan sebagai pengusaha besar di bidang properti. Ia pun memiliki jaringan dengan polisi untuk menutupi muslihatnya. Dalam kehidupan nyata, ini pula yang terjadi. Bahkan, tak hanya polisi, politisi pun ikut andil. Mirip juga dengan di Tanah Air sendiri.
Hal ini pula yang mengakibatkan permasalahan ini seakan sulit diberantas sampai ke akarnya. Campbell pun memasang Detektif Danny Mora (Ray Stevenson) sebagai polisi korup yang melindungi Davana. Di sisi lain, ada Vincent Serra (Guy Pearce), Linda Amistead (Taj Atwal), dan Hugo Marques (Harold Torres) yang merupakan polisi bertujuan lurus.
Selain itu, penyakit alzheimer yang sesungguhnya bisa mengaduk emosi penonton hanya seperti ornamen dan digarisbawahi di bagian akhir saja. Padahal, alzheimer ini merupakan penyakit serius. Gejala awalnya yang dimulai dengan kesulitan mengingat nama benda, percakapan, sampai lokasi secara spesifik semestinya menjadi tantangan besar bagi Lewis yang berprofesi sebagai pembunuh bayaran yang bergerak dalam diam dan harus teliti dalam pengerjaannya.
Baca Juga:Mindfulness dari Saga Lintas Semesta
Namun, sekali lagi, persoalan yang berakar itu sambil lalu saja seperti kilasan dalam tiap adegan. Suguhannya biasa saja. Jika hobi menyaksikan serial seperti Law & Order, CSI: Crime Scene Investigation, atau NCIS, maka Memory ini seperti gabungan dari serial ini dengan durasi yang panjang dan diputar di layar lebar.
Akan tetapi, tak ada salahnya juga sebagai pilihan untuk kembali menikmati layar lebar. Terlebih akhir ceritanya cukup lumayan untuk keluar dari pakem ending yang banal. Sebab, semua keinginan memang belum tentu berjalan sesuai rencana, kan? Meski terkadang itu akan terus melekat di memori sampai mati.