Seni Berhasrat Merayakan NFT
NFT menjadi kanal yang relatif baru untuk distribusi karya seni. Sejauh ini diyakini teknologi NFT akan terus dipakai dengan bentuk-bentuk yang akan selalu berubah menyesuaikan kebutuhan.
Digitalisasi karya seni menemukan kanal distribusi NFT, singkatan dari non-fungible token, token yang tidak dapat ditukar. Sebanyak 238 kreator merayakan NFT di sebuah festival di Yogyakarta. Ada sisi kebaruan seni yang terus-menerus menggelora dirayakan.
Festival NFT itu dinamai Indo NFT Festiverse. Boleh dibilang, ini menjadi pameran NFT terbesar di Indonesia di masa sekarang. Kegiatan tersebut digelar di Galeri Katamsi, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, berlangsung pada 9-17 April 2022.
”Kami menyebutnya sebagai festival karena kami ingin merayakan NFT. NFT menjadi kanal yang relatif baru untuk distribusi karya seni dan sejauh ini saya yakin teknologi itu akan terus dipakai dengan bentuk-bentuk yang akan selalu berubah menyesuaikan kebutuhan,” ujar Intan Wibisono, pendiri komunitas pencinta seni Art Pop Up, Rabu (13/4/2022), di Yogyakarta.
Komunitas Art Pop Up mengawali ide festival NFT ini. Komunitas tersebut menggandeng pihak Galeri Katamsi dan komunitas Sewon NFT Club yang juga aktif bergerak di ranah NFT. Intan sebagai pencinta seni yang mulai mengoleksi aset digital NFT.
Ia mendirikan komunitas Art Pop Up pada November 2021 di Jakarta. Ketika berkunjung ke Yogyakarta, Intan bertemu dengan beberapa penggerak seni. Salah satunya, kurator Rain Rosidi yang juga akademisi di ISI Yogyakarta. Dari situlah mulai tebersit gagasan Intan untuk membuat pameran NFT di Yogyakarta.
Mereka pun membuat undangan terbuka atau open call sepanjang dua bulan untuk menggaet keikutsertaan di festival tersebut. Ada lebih dari 300 kreator aset digital NFT yang mendaftarkan diri. Proses seleksi kemudian dilalui dari penelusuran jejak digital calon peserta hingga kemudian ditetapkan sebanyak 238 kreator lolos.
”Kami menerapkan prinsip desentralisasi tanpa kurasi. Keikutsertaan ditentukan dari verifikasi keaktifan kontribusi NFT di media sosial, seperti Twitter, Instagram, dan sebagainya,” ujar Intan.
Para peserta yang terpilih diminta memamerkan salah satu karya seni yang sudah diunggah (minting) di NFT. Karya seni itu tidak selamanya sebagai karya digital. Ada yang berawal dari sebuah lukisan konvensional, kemudian didigitalisasi sebagai kode foto. Pada dasarnya, karya seni lukisan konvensional bisa diubah menjadi aset digital untuk dipasarkan sebagai NFT.
Ketika karya-karya konvensional itu dipamerkan secara fisik, festival ini tak ubahnya seperti pameran lukisan konvensional. Ditambah karya seni lain berbasis digital.
Karya seni digital diproses melalui teknologi komputer atau gabungan dengan cara konvensional tadi. Jika karya seni digital berbasis visual gerak, maka menjadi karya video. Ini harus ditampilkan dengan layar monitor elektrik.
Jika berbasis visual terdiam, bisa ditampilkan hasil cetakannya yang mungkin pula menjadi serupa dengan lukisan konvensional. Akan tetapi, tetap pula bisa ditampilkan di layar monitor.
”Setiap karya seni dengan estetika dan artistika masing-masing memiliki digital effect, bisa didigitalisasi. Di sini algoritma berperan dalam pengoleksian karya seni NFT,” kata Intan yang turut memamerkan koleksi aset digital NFT milik lima kolektor lainnya.
Sertifikat kepemilikan
Banjir informasi, termasuk citra visual di internet, kerap menimbulkan kerancuan bagi pengoleksian karya NFT. Sering kali muncul anggapan, mengapa harus membeli citra visual NFT ketika begitu mudahnya mengambil citra visual gratis yang tidak kalah menarik dari internet.
”NFT ibarat sertifikat kepemilikan suatu karya seni, baik karya secara digital maupun bisa pula sesuai kesepakatan yang dicantumkan, bisa berupa karya seni secara fisik. Ini jelas berbeda dengan mengunduh atau mengambil citra visual dari internet,” ucap Intan.
Sekalipun citra visual dari internet sebagai karya seni bernilai tinggi ketika kita petik tetap bukanlah menjadi milik kita. Tidak ada hak untuk memanfaatkan karya tersebut karena memang bukan milik kita.
Berbeda dengan hasil pembelian dari NFT. Citra visual yang dibeli sebagai karya yang telah berubah kepemilikannya meski bukan pada kepemilikan hak ciptanya. Pemilik berhak memanfaatkan karya NFT yang sudah terbeli, termasuk untuk menjualnya kembali. Ketika dijual kembali, timbullah secondary market atau pasar sekunder NFT.
Banyak lagi pemanfaatan lain bagi produk NFT yang sudah terbeli. Misalnya, pemilik karya visual NFT memiliki hak untuk memajang. Jika karya NFT yang terbeli berupa musik atau video, pemilik berhak memutar produk tersebut untuk berbagai kepentingan.
Misalnya, musik atau video itu untuk meramaikan suasana bisnis kafe yang dijalankannya. Sebelum pasar sekunder tercipta, tentu melalui primary market atau pasar primer terlebih dahulu.
Pasar primer sebagai transaksi langsung antara pembeli dan kreatornya. Di situ kreator berhak mencantumkan perolehan royalti atas hak cipta karya seni. Royalti itu ditentukan rata-rata paling tinggi 15 persen.
Ketika karya itu dijual kembali di pasar sekunder, kreator akan selalu memperoleh royalti yang dicantumkan. Tidak selamanya para kreator NFT memperdagangkan produk karya seni konvensional seperti yang dipahami selama ini. Intan mengemukakan hal itu.
Ia menyinggung pula persoalan algoritma atau instruksi terstruktur dan terbatas dari suatu pembelian karya NFT yang berdampak sosial.
”Waktu itu saya membeli biji tanaman yang ditawarkan di dalam NFT. Tidak disebutkan jenis biji tanaman tersebut, tetapi disebutkan dari hasil penjualan biji melalui NFT tersebut akan disumbangkan sebagai kontribusi sosial bagi petani jahe,” tutur Intan.
Setelah transaksi, biji pun dikirim untuk Intan. Ia lalu menanamnya. Ada sesuatu yang menarik, yakni Intan berhasil menikmati proses tumbuhnya biji tersebut sebagai suatu keindahan tersendiri. Ketidakterdugaan jenis biji juga menghadirkan sensasi kenikmatan yang lain.
”Dari sini bisa tampak bahwa pengoleksian produk NFT bukan sekadar citra digital saja. Di antaranya, di situ algoritma dari pertumbuhan biji berperan,” ucap Intan yang menyebut produk NFT sebagai seni kripto yang membuka segala kemungkinan bisa berasal dari banyak hal.
Medium komunikasi
NFT, meski melibatkan transaksi nominal, tetaplah menjadi sebuah medium komunikasi. Setidaknya, hal ini dinyatakan Rudi Hermawan, salah satu anggota Sewon NFT Club. Rudi juga menjadi ketua panitia festival NFT tersebut, yang baru pertama kali diselenggarakan.
”Menariknya, yang kami pelajari dari NFT itu sebenarnya sama halnya dengan sesuatu yang kami jalani selama ini melalui media sosial. Kami menjalin hubungan lewat media sosial dan NFT hanyalah bagian dari sesuatu yang kami obrolkan,” katanya.
Rudi lulus dari Jurusan Seni Grafis Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta pada 2019. Ia mengembangkan karya seni digital bertema kelas pekerja. Rudi menyorot tema ini sejak Revolusi Industri di Eropa abad ke-18 dengan segala pengaruhnya hingga di era digital sekarang.
”Saya membuat drawing (gambar) secara digital. Sudah ada 18 karya drawing yang kemudian saya masukkan ke dalam NFT. Semua bisa laku terjual,” ujar Rudi.
Pada 2021, Rudi bersama koleganya membentuk komunitas Sewon NFT Club. Istilah Sewon mengacu pada lokasi ISI Yogyakarta yang berada di Kecamatan Sewon, Bantul.
Pada awalnya, sebagian besar komunitas ini melibatkan mahasiswa dan lulusan ISI Yogyakarta. Melalui jaringan media sosial, keanggotaannya lalu berkembang.
”Sampai sekarang keanggotaan Sewon NFT Club mencapai 100 orang dari sejumlah daerah di Indonesia. Komunitas ini tidak ada struktur organisasinya, semua anggota di situ sama,” lanjut Rudi.
Indo NFT Festiverse diharapkan terus berkembang. Berbagai kegiatan diselenggarakan demi menunjang praktik kerja NFT, di antaranya diskusi melibatkan para narasumber yang menaruh perhatian terhadap pengembangan NFT.
Beberapa narasumber, antara lain, Indra Aziz, Matter Mos, Sudjud Dartanto, Rain Rosidi, Rudi Hermawan, Dettytoski, Deathless Ramz, Sewon NFT Club, Monday Art Club, dan DagoDAO. Pelaku seni yang belum mengakrabi NFT pun didukung untuk menceburkan diri secara langsung ke dunia seni kripto ini.
Festival NFT ini pun benar menjadi sebuah perayaan.