Grammy Awards ke-64 memanggungkan lagu bertema kebebasan, permintaan Presiden Ukraina akan penghiburan, dan kegemilangan musisi multiwarna. Semua itu terjadi dari Las Vegas, yang tenar sebagai kota judi.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI, ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Perhelatan Grammy Awards Ke-64 berlangsung gemerlap di MGM Grand Garden Arena, Las Vegas, Amerika Serikat, Minggu (3/4/2022). Album We Are yang sarat pesan sosial dari penyanyi Jon Batiste diganjar sebagai Album Terbaik.
”Aku yakin tak ada (gelar) musisi terbaik, artis terbaik, penari terbaik, aktor terbaik. Kreasi seni akan menemukan orang-orang yang membutuhkannya. Sebuah lagu atau album seperti memiliki radar untuk mencari orang yang sangat mendambanya,” kata penyanyi jazz dan soul berusia 35 tahun ini ketika menerima piala untuk Album Terbaik.
Dia menerima piala itu dari penyanyi rock/soul kawakan Lenny Kravitz. Ketika namanya disebut, Batiste yang memakai jubah berkilauan berlian menengadahkan kepalanya seakan tak percaya. Billie Eilish, rivalnya di kategori Album Terbaik dengan album Happier than Ever, memberinya pelukan. Tahun lalu, Eilish yang menang besar di ajang ini. Tahun ini giliran Batiste.
Selain menggondol gelar Album Terbaik, nama Batiste juga menggema di kategori genre American roots. Lagu ”Cry” di album We Are merebut dua piala, masing-masing untuk Penampilan Terbaik dan Lagu Terbaik genre tersebut. Video untuk lagu ”Freedom” juga menang kategori Video Musik Terbaik. Karya musik latar (scoring) untuk film Soul yang dikerjakan bareng Trent Reznor dan Atticus Ross menggenapi lima piala Grammy untuk Batiste tahun ini.
Kemenangan album We Are tergolong anomali dalam kancah perhelatan Grammy Awards. Biasanya, kategori Album Terbaik dimenangi album-album bernuansa pop, renyah, relatif ramah telinga kebanyakan orang. Sementara warna musik album We Are terbilang berpendengar spesifik. Di album ini, Batiste menggabungkan unsur-unsur musik soul dan funk ala James Brown, juga menambahkan nuansa gospel. Lulusan kampus ternama Juilliard School ini membalutnya dalam nuansa jazz, juga hiphop.
Batiste mengaku mencurahkan segala isi kepalanya untuk menggarap album itu. ”(Album) ini lebih dari sekadar hiburan. Ini adalah pengalaman spiritual,” ujarnya sembari menggenggam piala gramofon itu. Pengalaman spiritual yang ia maksud adalah pengendapan dari hal-hal yang terjadi selama proses penulisan lagu.
Batiste menulis lagu-lagu di album ini selama enam hari pada akhir 2019. Namun penyempurnaannya berlangsung hingga September 2020, di antara banyak peristiwa besar: karantina wilayah (lockdown) pada gelombang pertama pandemi Covid-19 dan pembunuhan orang-orang berkulit hitam yang berujung pada gerakan besar Black Lives Matter.
(Album) ini lebih dari sekadar hiburan. Ini adalah pengalaman spiritual.
Kepada Billboard, Batiste bercerita bahwa sebagian lagu di album jadi utuh setelah dia berkomunikasi dengan sejumlah musisi melalui sambungan telepon atau Zoom. ”Trek ’Mavis’ berisi rekaman percakapan telepon dengan Mavis Staple (penyanyi gospel dan aktivis hak asasi manusia). Dia menyatakan pandangannya tentang kebebasan ketika aku sedang merampungkan lagu ’Freedom’,” kata Batiste.
Ucapan Mavis Staple yang terekam di album, dalam terjemahan bebas, begini, ”Bagiku, kebebasan adalah ketika perempuan dan laki-laki setara dalam bersuara, berpikir, dan bertindak maupun tidak bertindak.” Trek berupa spoken word itu dirangkai dengan nomor bergaya gospel ”Freedom”.
Pada malam penganugerahan Grammy Awards, Batiste tampil membawakan lagu itu. Larik ”Bebas menjalani hidup/’kan kudapat/karena ini kebebasanku” dirayakan ketika hadirin menyesap sampanye. Meski begitu, musik tetap menunjukkan tajinya dalam menyuarakan yang terbungkam kesengsaraan, misalnya karena perang.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy juga diberi kesempatan berbicara di ajang ini melalui tayangan video. Katanya, ”Perang adalah kesunyian yang merusak kota dan membunuh warga…. Musisi kami mengganti tuksedo dengan baju antipeluru, bernyanyi bagi yang terluka di rumah sakit…. Kami mempertahankan kebebasan kami untuk hidup, mencintai, dan bersuara….”
Rusia, kata Zelenskyy, melontarkan bom ke kota-kota di negaranya yang berujung pada kesunyian sejati. ”Isilah kesunyian itu dengan musik Anda,” pinta Zelenskyy. Permintaan Zelenskyy ditanggapi penyanyi John Legend. Dengan pianonya, Legend menyanyikan lagu ”Free” berduet dengan penyanyi Ukraina, Mika Newton.
Kami mempertahankan kebebasan kami untuk hidup, mencintai, dan bersuara….
Multiwarna
Penyelenggaraan Grammy Awards kali ini menjadi malam kejayaan bagi pelaku industri musik berkulit multiwarna. Mereka unggul di empat kategori bergengsi.
Silk Sonic, grup R&B besutan Bruno Mars dan Anderson Paak, menang dalam kategori Rekaman Terbaik dan Lagu Terbaik berkat lagu ”Leave the Door Open”. Selain itu, mereka juga unggul dalam dua kategori R&B lainnya.
Kemenangan Silk Sonic memupus harapan Olivia Rodrigo untuk menang dalam empat kategori utama dalam satu acara penghargaan, seperti yang dicapai Billie Eilish pada 2020 dan Christopher Cross pada 1981. Namun, bintang pop berusia 19 tahun ini dianugerahi sebagai Artis Pendatang Baru Terbaik dan dua piala kategori pop lainnya.
”Ini adalah mimpi terbesar saya yang menjadi kenyataan,” tutur Rodrigo yang berdarah Filipina ini.
Acara puncak penganugerahan Grammy Awards Ke-64 ini seharusnya berlangsung pada 31 Januari silam di Los Angeles. Namun, tingginya angka penularan Covid-19 di sana membuat penyelenggara menunda perhelatan, dan memindahkan arena ke Las Vegas.